Monday, June 22, 2020

MUI dan Politik.


Pada 26 Juli 1975 atau tanggal 7 Rajab 1395 H, di Jakarta., berdirilah MUI. Pedirian ini diawali dengan lahirnya “PIAGAM BERDIRINYA MUI”. Piagam ini merupakan kesepakatan para ulama, yang terdiri dari dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’lau Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Niat Soeharto, membentuk MUI tak lain agar kekuatan islam berdasarkan patron itu bisa dikondisikan secara politik seprti maunya Soeharto. Karena Soeharto paham sekali bahwa umat islam itu sangat tergantung dengan patron atau tokoh ulama. Kalau semua ulama ditempatkan dalam barisan yang sama, dan mengarah ke tujuan yang sama sesuai kehendak penguasa, maka stabilitas politik lebih mudah dikendalikan. Wacana yang sensitif tentang agama islam, mudah diredam. Sehingga tidak berdampak pada terganggunya stabilitas politik.

Setelah reformasi, Gus Dur sebagai presiden, mengeluarkan pos pembiayaan MUI dari APBN. Alasan Gus Dur sederhana saja. Agar Ulama bisa mandiri menyelesaikan rumah tangganya dan karena itu tidak perlu tergantung pemerintah dan MUI tidak perlu pula harus loyal kepada politik pemerintah. focus ke umat saja. Tetapi MUI tetap punya sumber pendapatan dari uang sertifikasi halal, dan donasi dari perbankan syariah lewat Dewan Syariah Nasional. Era SBY, kembali MUI dapat dana dari APBN berupa bansos, besarnya Rp. 3 miliar setahun sampai sekarang. Setiap perwakilan MUI di daerah juga dapat dana bansos lewat APBD.  Di DKI saja dana Bansos untuk MUI disediakan dalam APBD nomor anggaran 3935

Secara organisasi MUI itu punya alat organisasi yang sama dengan Yayasan pada umumnya. Perbedaanya adalah, dalam MUI keputusan itu diambil secara kolektif. Jadi kedudukan pimpinan MUI itu hanya bersifat administrasi. Di era Jokowi, peran sertifikasi halal diambil alih oleh pemerintah. MUI meggugat ke MK atas adanya UU yang mencabut otoritas MUI mengeluarkan label sertifikasi Halal. Jadi saat sekarang sumber pendapatan MUI hanya dari APBN dan donasi  perbankan syariah. Kalau MUI ingin mandiri dan murni berjuang untuk umat, seharusnya tidak perlu menerima dana dari pemerintah. Banyak gerakan sosial keagamaan yang tanpa bantuan pemerintah toh mereka tetap eksis, dan tetap punya martabat walau tidak nyinyir kepada pemerintah. 

Apa sih sebetulnya fungsi MUI itu? Kalau liat dari misi organisasi, fungsi MUI adalah sebagai tempat atau wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami. Dengan demikian sangat mudah MUI terseret dalam arus politik praktis, setidaknya dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para politisi untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat. Itu pernah dibuktikan waktu Pilkada DKI. Dengan adanya “ pernyataan Pendapat dan sikap keagamaan MUI” Ahok yang tingkat elektabilitas tinggi, kalah dalam Pilkada. Mengapa ? menurut MUI, Pendapat dan sikap keagamaan itu lebih tinggi hukumnya daripada Fatwa. Karena itulah orang awam agama takut melanggarnya. Padahal apapun dalihnya, pendapat dan sikap keagamaan itu adalah produk politik. ya MUI berpolitik.
Dalam islam, Fatwa ulama bukanlah hukum yang harus ditaati, seperti rukun islam. Fatwa itu hanya tuntunan umat untuk menentukan sikap. Mengapa ? karena manusia dihukum sendiri sendiri di hadapan Tuhan. Tida bisa ngeles karena salah mengikuti ulama. Manusia diberi akal dan hati untuk menimbang salah benar. Nabi bersabda “ Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” Jadi saran saya, apapun sikap MUI engga usah ditanggapi berlebihan. Bawa santai saja. Kalau cocok , ya ikuti, engga cocok, ya lewatkan saja. Toh ulama juga manusia, yang pasti tidak sempurna.

No comments:

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...