Sunday, June 28, 2020

Pembakaran bendera PDIP


Saya bisa merasakan suasana hati Megawati ketika mengetahui orang membakar benderanya. Sangat maklum sikap kader yang tidak bisa menerima pembakaran bendera PDIP. Dan saya juga sangat salut sikap PDIP bersama kader marhaen yang tidak terpancing membalas dengan aksi yang sama. Mereka lebih memilih menempuh jalur hukum. Yang saya bingung mengapa kebencian begitu besar kepada PDIP?. Kalaulah berbeda pendapat dan disampaikan secara egaliter tentu tidak ada masalah. Karena itulah demokrasi yang kita pahami. Tetapi kalau sampai membakar, itu sudah penghinaan. Bagi PDIP kehormatan itu tidak didapat dengan mudah. Mereka memperjuangkannya bukan hanya berkeringat tetapi berdarah darah.

Era Soeharto ketika semua kekuatan politik dan ormas keagamaan tunduk kepada Soeharto, hanya PDIP dan Prodem yang berani melawan rezim Soeharto. Saat rezim Soeharto, Din Samsudin sangat mencintai Soeharto, bahkan dia kader Golkar dari Pemuda Muhamamdiah. Banyak juga santri NU yang jadi kader Golkar. Semua mereka itu menikmati euforia pesta di bawah kekuasaan Soeharto. Kalau mau jujur, keberadaan FPI juga bagian dari program ex tentara Orba yang ingin menandingi kekuatan massa islam dari kedua ormas besar ketika awal reformasi.

Sementara PDIP harus berperang secara hukum dengan rezim Soeharto lewat pengadilan di seluruh Indonesia. Tidak sedikit kader PDIP yang diculik dan mati tanpa batu nisan. Nah ketika Soeharto tumbang, PDIP yang sudah jelas pemenang pemilu dikalahkan oleh aliansi partai islam di MPR sehingga Megawati gagal jadi presiden. Yang terpilih dalam voting MPR adalah Gus Dur. Tetapi Gus Dur pun  dijatuhkan oleh kekuatan politik islam di senayan. Megawati hanya jadi presiden 2,5 tahun menggantikan Gus Dur yang lengser. Setelah itu dia kalah dalam Pemilu 2004. PDIP harus jadi oposisi selama 10 tahun. Sementara semua partai islam berkolaborasi dengan SBY. Ormas islam tumbuh dan berkembang pesat era SBY. Semua menikmati dan euforial kecuali PDIP.

Barulah tahun 2014 PDIP bisa mengantarkan kadernya jadi Presiden. Itupun bukan elite partai. Jokowi hanya pengurus PDIP tingkat kota, bukan provinsi apalagi nasional. Baru dua setengah tahun Jokowi jadi presiden, sudah digoyang oleh aksi massa kolosal yang disebut dengan aksi 411 dan 212. Ahok yang didukung PDIP dalam PilGub dikalahkan oleh politisasi agama. Mega hanya bersabar. Tak ada perintah Mega minta massa marhaen turun ke Jakarta. 10 tahun SBY berkuasa, tak ada sekalipun massa marhaen datang ke jakarta untuk menjatuhkan SBY. Apakah Megawati dendam dengan Islam? tidak. Bahkan rasa hormat dan cintanya kepada ulama, membuat dia nekat berbeda dengan Jokowi yang memilih Mahfud sebagai wapres. Megawati sebagai pimpinan partai dan sekaligus pengusung capres berhak menentukan sendiri siapa pasangan Wapres Jokowi. Pilihan jatuh kepada Ma’ruf Amin. Tokoh NU dan juga ketua MUI. 

Politik PDIP adalah politik persatuan. Jadi tidak mungkin PDIP membenci Islam dan apalagi membenci ulama. Terlepas soal persepsi negatif terhadap PDIP, saya bertanya kepada penentang dan pembenci PDIP, apakah kalian tidak bisa bersabar sampai 2024. Daripada sibuk menyerang PDIP dan Jokowi, mengapa tidak gunakan waktu yang ada untuk konsolidasi lewat program sosial dan ekonomi, agar kelak pemilu bisa jadi pemenang. Setidaknya tidak sampai sujud palsu atau nangis bombai. Harus dicatat, bahwa PDIP itu partai idiologi. Karenanya para pemilih PDIP tidak akan mungkin pindah ke partai lain. Apapun situasi dan kondisinya. Yakinlah, semakin kalian membenci PDIP semakin solid kader PDIP dan semakin luas panetrasi pemilihnya. Karena mereka engga gede omong tetapi kerja nyata dalam senyap. 


Tuesday, June 23, 2020

Keseimbangan



Suatu waktu saya tanya kepada pejabat China, mengapa Petani bisa makmur. Padahal sebelumnya kehidupan petani identik dengan kemuraman. Bahkan di banyak negara lain masih seperti itu. Apakah karena sistem komunis ? menurutnya, bukan karena sistem komunis atau kapitalis atau agama kemakmuran itu terjadi. Kebijakan negara pada akhirnya diterima dan berdampak luas terjadinya sosial engineering karena kebijakan bermotive bisnis. Pemerintah memberikan insentif bagi dunia usaha yang membangun agro indusri di desa. Pada waktu bersamaan,  pemerintah menjamin resiko gagal panen bagi petani. Dengan demikian pasar dan rasa aman terbentuk. Walau standar kepatuhan semakin banyak. Orang tidak peduli. Karena mereka mendapatkan kenyamanan. Kenyamana itu ada karena semua happy.

Di China di kota besar hampir tidak ada pedagang kaki lima liar. Semua tertip. Saya tanya apa yang membuat orang bisa tertip? apakah karena sistem komunis? Menurutnya juga sama dalam hal kebijakan produksi pertanian. Pemerintah membangun pasar rakyat berstandar modern. Walau tempatnya bukan di pusat keramaian, namun tetap diminati oleh pedagang. Mengapa ? karena pemerintah memberikan insentif pengadaan kios. Para distributor dan pabrikan harus menyediakan pasokan langsung ke pedagang. Sehingga pedagang punya daya saing dan konsumen mendapatkan harga barang murah. Kalau omzet pedagang di bawah target menutupi ongkos, pemeritah bailout. Artinya , orang belanja dan berdagang di pasar itu karena masing masing punya kepetingan sama. Sama sama berharap insentif. Pasar jadi ramai, dan semua pihak mendapatkan manfaat, tugas negara membangun peradaban tercapai.

Manusia itu makhluk free will. Apapun cara tindak kekerasan memaksa orang patuh, tidak akan pernah efektif. Kalau ada orang baik kepada anda, itu karena mereka punya kepentingan terhadap anda. Tetapi kalau kepentingannya hilang, mereka juga akan menjauh. Itu bukan karena mereka orang jahat atau tidak bisa berterima kasih. Tetapi engga mau buang waktu. Hidup ini terlalu singkat untuk sekedar membuang waktu sia sia. Jadi kalau mereka  terlihat baik, itu engga usah ditanggapi berlebihan dengan rasa hormat seperti dewa.  Sebaliknya kalau mereka akhirnya membenci, juga engga usah merasa kecewa dan marah. Biasa saja. Itu human being. Dalam hidup ini banyak hal yang sulit dimengerti , bahkan terkesan paradox. Banyak orang yang "gila"alias irasional tapi anda tidak boleh membencinya.Tetaplah mencintainya. Kadang anda berbuat baik tapi orang lain menuduhmu pencitraan.Tetaplah berbuat baik. Jika anda sukses akan banyak teman palsu dan musuh sejati disekitarmu. Jangan takut. Tetap capai kesuksesan itu. Seberapa besar anda memberi bantu kepada seseorang, dia akan dengan mudah melupakannya karena beberapa sebab. Tetaplah memberi bantu. Kejujuran itu pahit dan kadang membuat orang lain terluka. Jangan takut untuk bersikap jujur.

Jadi kebijakan yang paling masuk akal adalah berusahalah membangun keseimbangan. Sebelum kita menimbang diri kita, timbang dulu orang lain. Anda tidak bisa berharap banyak kepada orang lain kalau anda sendiri memang tidak ada manfaatnya bagi orang lain. Samahalnya kebijakan di China. Sebelum pemerintah membuat kebijakan ekonomi terhadap rakyat, mereka timbang dulu apa kepentingan rakyat dan barulah diukur kepentingan pemerintah. Kalau posisinya seimbang; take and give, maka kebijakan itu akan melahirkan kemapanan.  Orang saling bersinergi dengan sendirinya dan gotong royong terjadi bukan karena idiologi atau agama tetapi karena mutual simbiosis. Human being atau sunatullah..

Monday, June 22, 2020

MUI dan Politik.


Pada 26 Juli 1975 atau tanggal 7 Rajab 1395 H, di Jakarta., berdirilah MUI. Pedirian ini diawali dengan lahirnya “PIAGAM BERDIRINYA MUI”. Piagam ini merupakan kesepakatan para ulama, yang terdiri dari dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’lau Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Niat Soeharto, membentuk MUI tak lain agar kekuatan islam berdasarkan patron itu bisa dikondisikan secara politik seprti maunya Soeharto. Karena Soeharto paham sekali bahwa umat islam itu sangat tergantung dengan patron atau tokoh ulama. Kalau semua ulama ditempatkan dalam barisan yang sama, dan mengarah ke tujuan yang sama sesuai kehendak penguasa, maka stabilitas politik lebih mudah dikendalikan. Wacana yang sensitif tentang agama islam, mudah diredam. Sehingga tidak berdampak pada terganggunya stabilitas politik.

Setelah reformasi, Gus Dur sebagai presiden, mengeluarkan pos pembiayaan MUI dari APBN. Alasan Gus Dur sederhana saja. Agar Ulama bisa mandiri menyelesaikan rumah tangganya dan karena itu tidak perlu tergantung pemerintah dan MUI tidak perlu pula harus loyal kepada politik pemerintah. focus ke umat saja. Tetapi MUI tetap punya sumber pendapatan dari uang sertifikasi halal, dan donasi dari perbankan syariah lewat Dewan Syariah Nasional. Era SBY, kembali MUI dapat dana dari APBN berupa bansos, besarnya Rp. 3 miliar setahun sampai sekarang. Setiap perwakilan MUI di daerah juga dapat dana bansos lewat APBD.  Di DKI saja dana Bansos untuk MUI disediakan dalam APBD nomor anggaran 3935

Secara organisasi MUI itu punya alat organisasi yang sama dengan Yayasan pada umumnya. Perbedaanya adalah, dalam MUI keputusan itu diambil secara kolektif. Jadi kedudukan pimpinan MUI itu hanya bersifat administrasi. Di era Jokowi, peran sertifikasi halal diambil alih oleh pemerintah. MUI meggugat ke MK atas adanya UU yang mencabut otoritas MUI mengeluarkan label sertifikasi Halal. Jadi saat sekarang sumber pendapatan MUI hanya dari APBN dan donasi  perbankan syariah. Kalau MUI ingin mandiri dan murni berjuang untuk umat, seharusnya tidak perlu menerima dana dari pemerintah. Banyak gerakan sosial keagamaan yang tanpa bantuan pemerintah toh mereka tetap eksis, dan tetap punya martabat walau tidak nyinyir kepada pemerintah. 

Apa sih sebetulnya fungsi MUI itu? Kalau liat dari misi organisasi, fungsi MUI adalah sebagai tempat atau wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami. Dengan demikian sangat mudah MUI terseret dalam arus politik praktis, setidaknya dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para politisi untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat. Itu pernah dibuktikan waktu Pilkada DKI. Dengan adanya “ pernyataan Pendapat dan sikap keagamaan MUI” Ahok yang tingkat elektabilitas tinggi, kalah dalam Pilkada. Mengapa ? menurut MUI, Pendapat dan sikap keagamaan itu lebih tinggi hukumnya daripada Fatwa. Karena itulah orang awam agama takut melanggarnya. Padahal apapun dalihnya, pendapat dan sikap keagamaan itu adalah produk politik. ya MUI berpolitik.
Dalam islam, Fatwa ulama bukanlah hukum yang harus ditaati, seperti rukun islam. Fatwa itu hanya tuntunan umat untuk menentukan sikap. Mengapa ? karena manusia dihukum sendiri sendiri di hadapan Tuhan. Tida bisa ngeles karena salah mengikuti ulama. Manusia diberi akal dan hati untuk menimbang salah benar. Nabi bersabda “ Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” Jadi saran saya, apapun sikap MUI engga usah ditanggapi berlebihan. Bawa santai saja. Kalau cocok , ya ikuti, engga cocok, ya lewatkan saja. Toh ulama juga manusia, yang pasti tidak sempurna.

Thursday, June 18, 2020

National interest ( kepentingan Nasional).


K.J Hoslty mengatakan bahwa national interest yang bertumpu kepada Security, Autonomy, Welfare ,Prestigious, pada akhirnya yang menentukan itu adalah welfare. Sehebat apapun anggaran pertahanan, tekhnologi, prestige, namun gagal mensejahterakan rakyat maka negara itu sudah gagal melaksanakan national interest.  Jack Ma dalam pertemuan World Economy Forum di Davos mengatakan bahwa AS membelanjakan USD 14 triliun selama 30 tahun untuk persenjataan dan perang. Itu demi security, prestige dan autonomy namun tidak memberikan kesejahteraan kepada rakyat. 

Padahal tekhnologi AS merajai dunia seperti IBM, Cisco, Microsoft dan lain lain menghasilkan triliunan dollar selama 30 tahun. Kemana uang itu ? AS menguasi sistem clearing mata uang dan mengatur 2/3 perputaran uang di dunia melalui the fed system dan lead dalam perdagangan komiditi di Boston Exchange Market, namun harus berhutang kepada China dan negara lain untuk mempertahankan anggaran yang boros dan defisit. Sementara banyak industri AS pindah ke Korea, China, Taiwan dengan meninggalkan pengangguran domestik yang terus bertambah dari tahun ke tahun. 

Dan sekarang AS menuduh China mencuri lapangan pekerjaan rakyatnya.  Padahal penyebab utamanya adalah AS gagal mengimpelemtansi strategy national interest nya. Mengapa ? AS gagal mendistribusikan sumber dayanya untuk membangun infrastruktur sebagai negara terdepan di bidang tekhnologi. Uang habis hanya untuk security demi meraih Prestigious. Hukum bisnis berlaku, ketika hutang luar negeri sudah diatas PDB, teman dekatpun menghindar. Para mitra AS seperti Arab, Jepang, Korea, Taiwan, Eropa sudah tidak lagi menganggap AS penting dan harus didengar keluhannya. 

Apa yang terjadi pada AS pernah kita alami era Soeharto, utang luar negeri digali begitu besar agar kita punya militer terkuat di ASEAN. Kita lead di ASEAN, dan memastikan eskpansi komunis di ASEAN tidak terjadi. Soeharto memanfaatkan Cold War antara Barat dan USSR, untuk mendapatkan sumber daya keuangan dan sekaligus menjaga teritorial. Tetapi sumber daya keuangan itu tida digunakan untuk mensejahterakan rakyat. 32 tahun Soeharto berkuasa, hanya melahirkan segelintir konglomerat dan rakyat masih terperangkap dalam kemiskinan. Ketika Cold War berakhir, Soeharto tidak lagi di pandang sebelah mata oleh AS. Kemudian sekali hentak gelombang hedge fund dari George Sorros,  ekonomi yang katanya siap tinggal landas, nyungsep dan jatuh berkeping keping. Korban akibat krismon ini harus ditanggung rakyat selama 30 tahun dalam bentuk bunga Obligasi rekap.

Di era reformasi, national interest kita mulai dibenahi secara jelas. Untuk Indonesia, secara umum kepentingan nasional adalah sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 alenia 4 yang berbunyi“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,…”. 

Sedangkan kepentingan Indonesia secara khusus, terkait dengan hubungan antar bangsa yang di amanahkan pada Kementerian Luar Negeri adalah “pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerja sama internasional dalam bidang multilateral adalah meningkatnya peran aktif Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional, pemajuan dan perlindungan HAM, kerjasama kemanusiaan serta meningkatnya pembangunan ekonomi, sosial budaya, keuangan, lingkungan hidup, perdagangan, perindustrian, investasi, komoditi, dan perlindungan hak kekayaan intelektual melalui penguatan kerjasama multilateral.”

Dengan pijakan tersebut diatas orientasi kita dalam national interest adalah ekonomi, dan kepentingan domestik. Kita tidak akan terseret dalam blok manapun dalam setiap konflik. Acuan kita adalah UUD 45 dan konvensi PBB. Kalau kita meningkatkan pertahanan keamanan khususnya Armada Timur, bukan karena kita ingin menciptakan hegemoni kawasan tetapi karena kita butuh perdamaian yang bermartabat. Indonesia Timur adalah kawasan strategis yang berhadapan langsung dengan pacific merupakan kawasan tercepat pertumbuhannya. Kerjasama militer indonesia di era Jokowi bukan hanya AS tetapi juga China, Rusia, Korea, Jepang. Ya siapa saja asalkan tidak mengorbankan national interest kita. Lihatlah, sampai kini di ASIA hanya indonesia yang tidak mengakui proyek OBOR sesuai dengan geostrategi China, namun secara B2B kita menerima China sebagai mitra, atas dasar UU PMA, bukan konsesus OBOR. Ketika kapal China masuk perairan ZEE Natuna, jokowi langsung perintahkan armada Barat bergerak. Apapun resikonya China harus keluar dari zona teritorial laut kita. Titik. Dan China menghormati sikap kita. 

Kita bisa menendang hegemoni AS di Freeport lewat penghapusan KK menjadi IUPK dan menguasai mayoritas saham di Freeport. Tanpa rasa takut kawasan Perairan Papua di shadow oleh kapal induk AS. Tanpa harus takut dengan embargo Eropa dan AS terhadap komoditas indonesia. Kita juga mempeluas kerjasama billateral SWAP dengan negara mitra dagang agar ketergantungan kepada dollar semakin kecil. Kita melarang ekspor SD-Mineral agar industri downstream dalam negeri tumbuh. AS, Korea, Jepang, dan Eropa menuntut kita di WTO karena larangan ekspor bahan mineral itu, kita hadapi dengan senyuman tanpa takut. Eropa embargo CPO, ya kita pakai sendiri untuk menghasilkan energy. Bahkan kita berani keluarkan UU Ormas sebagai dasar pembubaran HTI, dan memastikan hanya aliran pancasila saja Ormas bisa eksis, itu juga dalam rangka national interest. Karena kita tidak ingin direcoki oleh proxy asing atas nama Agama.

Di bawah Jokowi, national interest adalah welfare atau kesejahteraan rakyat. Kita engga perlu ikut ikutan bermanuver secara international agar kesohor namun tekor seperti AS. Bahkan Jokowi menempatkan politik luar negeri sebagai politik negara yang cukup Menlu menghadiri dalam setiap pertemuan Puncak di PBB. Namun dalam forum KTT APEC, G20, ASEAN, dimana uang dan ekonomi dibahas , Jokowi selalu hadir. Hadir bukan berkoar koar, tetapi jadi salesman manawarkan  peluang investasi di Indonesia kepada delegasi APEC. Yang lebih penting lagi adalah kita tidak lagi terikat dengan bantuan dana G2G yang membuat kita terjajah secara politik. Kita menghidupkan sistem pasar uang dalam negeri yang terhubung dengan Money market global. Sehingga kita engga ada urusan dengan negara kaya. Kita berurusan dengan market. Dari sejak era Soekarno sebagian besar ekspor Indonesia melalui Singapore. Tetapi berkat pembangunan pelabuhan berkelas dunia sejak era Jokowi, kita tidak lagi menjadikan Singapore sebagai Hub. Kita bisa langsung ekspor  ke negara tujuan.

Jadi kalau ada yang mengatakan negara kita tidak punya national interest, itu karena lack knowledge dan terlalu percaya dengan study national interest AS tahun 80an yang kini membuat AS bangkrut. Kini dan kedepan, national interest itu perluasan kerjasama B2B dalam segala bidang dengan negara manapun. Negara manapun selagi bawa duit dan tekhnologi, ya monggo. Kalau cuma bawa senjata dan ancam  pakai kapal perang nuklir, mending ke laut aja. Negara kita terlalu besar untuk diancam oleh apapun. 

Tuesday, June 16, 2020

Fakta persidangan?



Pengadilan itu berawal adanya tuntutan Jaksa. Tugas Hakim memeriksa dan mengadili atas tuntutan jaksa itu. Sementara Tugas advokat ( Pengacara) memberi pendampingan hukum, membela dan memastikan bahwa seorang klien mendapatkan hak-haknya dalam menjalankan proses hukum. Pengacara hanya focus kepada tuntutan jaksa. Tidak bisa melebar diluar tuntutan Jaksa. Yang orang awam tidak paham adalah Jaksa sebagai pejabat berbeda dengan jaksa sebagai penuntut umum. Secara administrasi Jaksa di bawah kekuasaan eksekutif atau presiden. Tetapi ketika dia bertugas sebagai penuntut umum, dia melaksanakan Undang Undang. Dia tidak terikat secara administrasi dengan posisinya sebagai Jaksa. Artinya tidak ada yang bisa intervensinya, termasuk presiden.

Nah anda bisa bayangkan. Bagaimana tidak sederhananya tugas Jaksa. Hak dia memberikan tuntutan, sementara tuntutan itu harus sesuai dengan UU. Semua bukti yang dia terima dari Polisi sebagai penyedik harus dia periksa satu persatu. Itu untuk memastikan apakah bukti itu sudah sesuai sebagai bukti hukum. Mengapa? karena nanti di persidangan, bukti hukum itu akan diuji di hadapan Hakim dan Pengacara. Akan ada cross pertanyaan antara pengacara, dan jaksa. Hakim pun diberi hak memeriksa atau bertanya langsung kepada terdakwa. Sidangpun dilakukan secara terbuka untuk umum. Jadi benar benar transfarans. Semua diatur oleh UU Acara Pidana.

Kalau semua bukti hukum sudah lengkap, Jaksa pun harus menentukan pasal hukum yang tepat atas tuntutan yang akan diberikan kepada terdakwa. Karena kalau salah menetapkan pasal hukum, akan sangat mudah dipatahkan oleh Pengacara dan Hakim bisa membatalkan tunutan itu dan kasus dinyatakan batal demi hukum.  Kredibilitas jaksa akan jatuh. Besok besok kalau ada kasus lagi, pimpinannya tidak akan memberikann kasus itu kedia. Peningkatan karirnya akan tersendat.

Dalam kasus NB, yang kita tahu itu kasus penyiraman air keras yang sehingga membuat mata NB buta sebelah. Kasus ini masuk ke ranah politik, bahkan sudah ada Team Pencari Fakta dan terus dibicarakan oleh publik. Tetapi jaksa engga bekerja atas dasar rumor. Jaksa bekerja atas dasar bukti. Menurut teman saya lawyer, mengatakan bahwa kasus NB itu sederhana. Terdakwa ada. Saksi ada. Dalam persidangan memang jaksa tidak menemukan buki bahwa ada unsur kesengajaan dari terdakwa menyiram wajah NB. Tujuannya, menurut jaksa adalah hanya ingin memberi pelajaran kepada NB. Masalah lebih kepada personal. Engga ada kaitanya dengan kasus yang sedang di tangani oleh NB. Sehingga motive kejahatan direncanakan tidak kuat.

Terdakwa tak berniat melukai dan menyebabkan kedua mata Novel tak berfungsi dengan baik. Alasan ini bisa diterima. Saya tidak membaca lengkap tuntutan jaksa. Namun logika saya sederhana, kalau memang air keras itu sengaja disiramkan ke wajah, tentu semua mata akan buta, dan pasti kelopak juga rusak, termasuk wajah. Tetapi ini kan mata NB yang buta sebelah saja. Artinya penyiraman kearah badan itu masuk akal. Kalaupun kena mata, itu hanya percikan saja. Fakta hukum bahwa kerusakan mata NB bukan merupakan akibat langsung dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa, melainkan diakibatkan oleh sebab lain, yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai, di mana sebab lain itu didorong oleh NB ( sikap saksi korban sendiri )  yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit.

Kalau dilihat dari tuntutan jaksa Itu merupakan kasus penganiayaan biasa KUHP-pasal 353, tidak berkaitan dengan pekerjaan NB sebagai penyidik KPK. Tentu fakta hukum berbeda dan denga fakta sosiologi atau politik.  Tentu ada yang merasa tidak puas, biasa saja. Hukum dan keadilan tidak akan pernah bertemu di satu titik. Karena hukum adalah ciptaan manusia dan keadilan adalah produk Tuhan. Mana mungkin kita bisa menyamai Tuhan. Namun setidaknya kita bisa mendekati rasa keadilan. Dan itu pun dengan syarat, sikap mau berdamai dengan kenyataan. Bahwa Hidup memang tidak adil.  Tunggu aja proses pengadilan sampai tuntas.

Sunday, June 14, 2020

Murad Han, khalifah yang mencekik mati ulama



Murad Han adalah Sultan Turki Ustmani. Ia adalah anak dari pasangan Sultan Ahmed I dan Sultan Kosem yang berdarah Yunani. Kekaisaran Turki Ustmani menerapkan sistem kekhalifahan dimana hukum berdasarkan syariat Islam. Hukum dan hakim ditetapkan oleh Syek AL Islam Ketua Mahkamah Syariah Islam Mufti Efendi. Kekuasaan Ulama sangat besar. Satu satunya lembaga yang orangnya tidak boleh disentuh oleh Sultan, apalagi disalahkan adalah Mufti atau hakim syariah. Makanya elite kerajaan selalu berusaha merangkul ulama. Apalagi tentara selalu berpihak kepada ulama. Prosesi kekuasaanpun yang penuh intrik, ulama selalu terlibat.  Siapa yang didukung oleh Ulama, pasti menang dan naik tahta.  

Setelah terjadi kebakaran hebat di Istanbul, Sultan Murad Han, mencurigai kebakaran hebat yang memusnahkan 1/5 kota istabul itu karena sabotase pemberontak yang didukung oleh ulama yang tidak patuh kepada dia dan ingin menggantikannya kepada saudara tirinya. Kecurigaan itu semakin besar setelah kebakaran hebat itu,  Syek AL Islam Ketua Mahkamah Syariah Islam Mufti Efendi, mengusulkan agar anggota dewan ulama diganti semua dan dipilih kembali dimana anggotanya adalah pilihan dari Dewan ulama sendiri. Ini cara dewan ulama menendang keluar ulama yang loyal kepada Murad.  Murad tidak menanggapi usulan itu. Tetapi itu sudah sinyal bahwa Ulama sedengan merencanakan makar terhadap dirinya.

Murad naik tahta usia 11 tahun menggantikan pamannya Mustafa I. Itu berkat konspirasi antara ibundanya, Kosem dengan Ulama. Setelah dewasa, Murad menganggap ibundanya tidak lagi berpatokan kepada Islam tetapi kepada ulama. Hanya mementingkan kekuasaan yang bertumpu kepada Islam. Seharusnya ulama itu didengar dan dihormati karena kebenaran, bukan karena pengakuan masyarakat secara primodial.  ? Namun pertanyaan itu tidak digubris oleh Ibundanya. Karena tidak ada sejarahnya khalifah berani kepada Ulama.

Murad mendalami agama melalui tasauf. Jago main pedang dan kestria sejati. Walau terkesan garang dengan ketegasanya namun sebetulnya hatinya mulia. Dia ingin Islam tidak berkiblat kepada lembaga atau tokoh tetapi kepada kebenaran. Siapapun bisa salah, dan hakim  agama harus bisa menegakan kebenaran itu. Kalau tidak, lantas untuk apa agama itu. Dia melakukann pembersihan dari tindak korupsi yang sudah mewabah di tubuh khilafah. Maklum para pejabat khilafah merasa aman korup karena dilindungi oleh Ulama. Bukan itu saja.  Murad membuat aturan keras. Melarang merokok candu dan tembakau, miras dan prostitusi. Melanggar aturan itu adalah hukuman mati. Sebetulnya ini satire kepada kaum Ulama, yang dianggap Murad telah gagal memperbaiki mental  umat karena ulama sibuk berpolitik dan mengumpulkan harta.  Para ulama protes. Karena aturan itu domain dari Dewan Syariah, dan itu hak ulama. Bukan hak Sultan. Tetapi Murad tetap dengan keputusannya. Sejak itu hubungan dia dengan ulama semakin buruk. 

Diam diam dia  keluar istana dan berbaur dengan masyarakat. Di sebuah cafe yang dikunjunginya, ia melihat orang tetap merokok tembakau, candu, dan miras. Terjadi penggerebekan oleh aparat keamanan. Orang tidak tahu bahwa dia Sultan yang sedang menyamar. Dia bersama rombongan lainnya di bawa ke pengadilan syariah.  Ternyata, sangat mudah orang bisa lolos dari hukuman. Yaitu dengan cara menyuap Hakim. Itu kejadian di depan matanya. Pada saat itu juga, dia memotong tangan hakim dan mematahkah leher hakim itu sampai mati. Tanpa perlu ada proses pengadilan. Murad semakin kencang bersikap terhadap ulama. Dia memecat Mufti Efendi, ketua dewan syariah kesultanan, dan mencekik leher mufti itu dengan tali. Mayatnya dibakar.  Diapun merombak dewan syariah dengan orang orang yang loyal kedia dan korupsi pun berkurang drastis.

Usia 28 tahun Murad Han meninggal karena lever akibat diracun oleh ibundanya sendiri yang haus kekuasaan.  Semasa kekuasaanya dia berhasil menaklukan kerajaan Persia, Azerbaijan dan Tabriz. Orang baik mati muda. Apa hikmah dari sejarah Kekhalifahan Turki Ustmani khususnya era kekuasaan Murad Han? bahwa Siapapun itu, bisa saja salah, termasuk ulama. Kekuasaan yang berlebihan kepada lembaga cenderung membuat lembaga itu korup termasuk orang orangnya, walaupu sekelas ulama sekalipun. Makanya penting sekali agar menjauhkan ulama dari politik, kekuasaan dan harta, agar agama tetap suci dan ulama menjadi sumber teladan keikhlasan. Bahwa sistem negara khilafah tidak menentukan negara itu bersih dari korupsi dan kerakusan tetapi akhlak individu yang menentukan.

Friday, June 12, 2020

Persepsi COVID-19


Saya telp teman di New York. Pertama kali saya tanyakan kesehatannya. Jawabnya dengan santai. “ I am OK.” kemudian dia tambahkan.” keluarga saya, teman saya, tetangga saya, anjing saya, semua baik baik saja.” Saya sempat heran. Mengapa dia konfirmasi soal teman temanya, keluarganya bahkan anjingnya. “ Kalau kamu ingin tahu betapa mengerikan COVID-19 itu, maka bacalah media massa. Tetapi kalau kamu inginkan kebenaran, lihatlah orang terdekat kamu.  Hidup saat sekarang memang sulit. Kalau saya melihat di luar jangkauan saya, itu sama saja kebodohan yang sia sia, apalagi sampai panik. Lebih baik saya focus kepada orang terdekat saya saja. “ Katanya lagi.

Saya pernah dapat WA dari nitizen yang menggambarkan betapa bahayanya COVID-19. Bahkan dia lampirkan tayangan orang sekarat dijalanan akibat COVID-19 dan juga berita mengerikan jumlah kematian. “ Apakah keluarga kamu baik saja.? Teman kamu, tetangga kamu?  apakah mereka semua baik baik saja. Apakah ada yang masuk rumah sakit dan meninggal karena COVID-19. “ Saya tanya balik ke dia. Dia tidak menjawab seketika.  Akhirnya dia menjawab juga “ Ya semua baik baik saja.” Nah artinya memang benar bahwa COVID-19 itu berbahaya terhadap kesehatan. Tetapi tidak mengerikan seperti cerita. Angka kematian karena covid-19 itu rendah sekali. Jauh lebih tinggi angka kematian karena TBC, jantung, atau kecelakaan di jalan. 

Tetapi angka kematian akibat selain COVID-19 tidak membuat mental kita menciut dan paranoia seperti kasus COVID-19.  Tidak membuat orang berhenti merokok. Tidak membuat orang berhenti naik kendaraan. Semua dianggap biasa saja. Lantas mengapa COVID-19 sesuatu yang sangat istimewa? Karena ia sering dibicarakan. Kalau ingin survey. 90% pembicaraan di sosial media berhubungan dengan COVID-19. Bahkan jalur pribadi seperti WA, juga dipenuhi dengan cerita COVID-19. Dalam ilmu komunikasi, semakin sering suatu topik dibicarakan maka itu akan jadi persepsi dengan sendirinya. Anehnya akan semakin bias dan cenderung absurd. Dan anehnya lagi dalam situasi ketidak pastian itu orang cenderung paranoid dan protective. Berusaha ingin menjadi perfectionist.

“ Saya tidak percaya media massa. Saya tidak percaya politisi. Mereka meminta kita menghindari COVID-19 dengan kebijakan sosial distancing atau lockdown tetapi mereka tidak menjajikan apapun bahwa saya akan aman dari segi kesehatan atau financial.  Faktanya yang ada pemerintah mengamankan kebiijakannya untuk mengeluarkan stimulus dan memastikan perusahaan tidak bangkrut dan perbankan sehat. Tidak ada kaiatnnya dengan saya pribadi. Lantas mengapa saya harus membiarkan orang lain mengatur hidup saya. Kita semua tahu bahwa covid-19 itu hanya bertahan selama 3 minggu di tubuh kita. Kalau kita sehat dan daya tahan tubuh kita bagus, virus itu akan mati dengan sendirinya. Sekarang lebih dari 1 bulan pandemic COVID-19 itu terjadi. Mungki saya atau tetangga saya, atau teman saya sudah kena. Tetapi sampai sekarang kami baik baik saja.” Kata teman di New York. 

Setelah itu saya dapat telp dari Huangzhou dari direksi saya. Dia mengatakan. “ China sekarang benar benar happy. Di dalam negeri kami bisa terbang kemana saja. Engga ada lagi larangan terbang domestik. Bagaimana dengan negara kamu?”  Saya hanya terdiam. Data statistik perdagangan China baru baru ini dirilis. Ternyata justru di tengah pandemic COVID-19 China mencatat surplus perdagangan lebih dari USD 65 miliar. Indusri dan manufaktur melipat gandakan produksi menuju recovery. Mengapa ? karena di tengah pandemic saatnya untuk meningkatkan daya saing. Ini peluang melakukan lompatan jauh disaat negara lain diam di rumah. Setidaknya 90% kini kebutuhan pasar domestik China dikuasai oleh produk lokal. Karena negara lain sedang tiarap.” Ya beda persepsi beda pula hasilnya. 

Wednesday, June 10, 2020

Politik dan pembunuhan.



Pada pagi buta,, Jasir Hadibruto Komandan Brigade Infrantri IV membawa Aidit ke Bojolali seteleh berhasil ditangkap dalam operasi penggerebekan ditempat persembunyiannya di Solo. Di kabupaten inilah disuatu tempat Aidit di eksekusi mati tanpa proses pengadilan apapun. Dia hanya dapat perintah dari Panglima Kostrad ( Soeharto ) untuk membereskan Aidit. Ketika bertemu Soeharto pada tanggal 24 November 1965 di Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta, dengan nada polos Jasir bertanya kepada Soeharto “ Apakah yang bapak maksudkan dengan perintah mem-bereskan memang seperti itu “. Soeharto tidak menjawab. Seperti biasa Soeharto hanya tersenyum. Ketika Aidit dieksekusi mati dia masih resmi menjabat sebagai Menko dan Wakil Ketua MPRS.

Aidit adalah tokoh kunci PKI. Dia adalah Ketua Umum PKI ketika itu. Yang merupakan partai nomor empat terbesar di Republik ini. Sepak terjangnya melawan penjajahan tidak perlu diragukan. Dia bersama Suroto Kuntho, Subadio Sastrosatomo dan Wikana adalah otak di balik penculikan Soekarno dan Hatta. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa memproklamirkan kemerdekaan setelah Jepang diketahui kalah dalam perang dunia kedua. Soekarno menolak dipaksa. Namun  dari merekalah Soekarno punya keberanian memprolamirkan kemerdekaan. Keesokan harinya jam 10 Pagi Proklamasi dikumandangkan bersama para pemuda militan yang diantaranya adalah Aidit. 

Dua bulan setelah Proklamasi kemerdekaan di bulan September Aidit bersama Tan Malaka menjadi motor utama terjadinya rapat raksasa di lapangan IKADA. Ketika itu di lapangan Ikada di pagar betis oleh tentara Jepang dengan senjata terhunus kearah massa. Pada saat itulah meloncat keatas panggung dua orang pemuda yang memimpin massa untuk terus bergerak. Salah satunya adalah Aidit. Dia membuktikan komitmennya ketika memaksa Soekaro memprolamirkan kemerdekaan. Bahwa dia bukan pemuda kaleng kaleng. Sejarah menutup kisah tentang Tan Malaka dan Aidit   dalam episode eksekusi mati. Mereka mati tanpa proses pengadilan dari negara yang mereka bela sejak usia belia. Semua mereka yang berjuang ketika merebut kemerdekaan, saya yakin adalah orang yang tulus. Karena tidak ada pamrih yang diharapkan dalam bentuk harta dan kekuasaan. Dan lagi ketika mereka berjuang, tingkat ketidak pastian sangat besar. Itu benar benar Vivere pericoloso alias bonek.

Namun setelah Indonesia merdeka. Keadaan jadi lain. Harta, tahta dan wanita begitu jelas berkilau dari Istana Merdeka. Dalam sistem kekuasaan yang terpusat,  entah itu kerajaan ataukah Republik, semakin tinggi jabatan semakin besar peluang jatuh dan tentu sangat besar peluang menjatuhkan. Membunuh atau terbunuh.  Mengapa? karena pada politik ada kekuasaan yang menjanjikan harta dan kemewahan hidup dengan status terhormat. Ambisis pribadi nafsu tak terkendali kadang membuat orang menghalalkan segala cara.  Kita tidak bisa mengutuki kematian Aidit atau Tan Malaka yang dieksekusi mati tanpa proses pengadilan atau Jenderal yang disiksa dan gugur dalam peristiwa G30S PKI. Itu bagian dari permainan politik yang hanya dua, membunuh atau terbunuh. Setiap orang yang masuk dalam lingkaran kekuasaan dengan sistem politik semacam itu sangat menyadari resikonya. Dunia politik ketika itu adalah rimba belantara dalam ekosistem saling menghabisi. Biasa saja. Engga usah lebai. Sejarah tercipta oleh penguasa. Anda tidak akan menemukan sejarah ditulis tanpa persepsi terlebih dahulu.  Kebenaran sejarah adalah subjectif. Karena sejarah adalah juga bagian dari ornamen politik yang menghiasi kehidupan sosial dan politik. 

Kado terindah dari abad ini adalah lahirnya demokrasi bebas dan kemudian diikuti hadirnya sosial Media. Ini memungkinkan empat pilar kekuatan politik berperan efektif. Sehingga apapun menjadi terang benderang. Politik tidak bisa lagi dilakukan dengan cara bisik bisik. Rapat di DPR dilakukan secara LIVE.  Apapun riak politik sangat mudah diterjemahkan rakyat, dan bahkan narasi agama pun mudah dipahami sebagai sebuah ornamen politik. Dan semua pemain politik sangat menyadari bahwa mereka akan dihukum lima tahun sekali oleh rakyat yang memilihnya. Tetapi setidaknya di era sekarang mereka yang tersingkir dari arena politik  tidak harus mati terbunuh. Paling apes kena KPK dan menikmati kehidupan istimewa di penjara dan kalau bisa bersabar, masih ada peluang menikmati kebebasan. Kalau engga, ya stroke. Jadi bego sebelum mati.

Monday, June 8, 2020

Elektabilitas Anies semakin merosot sejak ada COVID-19


Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei mengenai dampak politik dan ekonomi wabah Covid-19.  Sebelum pandemi, elektabilitas Prabowo Subianto masih yang tertinggi. Namun, elektabilitas Prabowo turun jadi 14 persen meskipun masih berada di peringkat pertama capres jika pilpres digelar hari ini. Sementara itu, elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo naik lebih dari dua poin. Dari 9,1 persen pada Februari 2020 menjadi 11,8 persen pada Mei 2020. Anies Baswedan di Februari 12 persen kemudian jadi 10 persen. Ridwan Kamil naik cukup tajam, menjadi 7,7 persen. Jadi Prabowo, Anies, Ganjar, Emil, jaraknya sangat tipis sekali. 

Kemarin saya mendengar dari ponakan saya yang dagang di Tanah Abang. Menurutnya sejak ada PSBB usahanya macet dan kehidupan ekonominya jadi morat marit. Keluhan yang hampir sama saya dengar dari tukang Ojol, pedagang kaki lima, pekerja bangunan, dan lain lain. Semakin lama PSBB, semakin mereka terpuruk. Sebetulnya kalau PEMDA bisa melaksanakan program PSBB dengan benar dan konsisten, PSBB itu peluang bagus bagi kapala daerah untuk meningkatkan citra politik di hadapan rakyat. Karena pemerintah pusat memberikan peluang mereka menjadi sinterklas lewat realokasi APBD dan dana basos dari stimulus COVID-19. Namun bagi kepala daerah seperti Anies, dia lebih focus menjadi media darling. Padahal dalam situasi pandemic, rakyat engga butuh retorika. Rakyat butuh kinerja bahwa pemda peduli mereka. Uang bansos sampai ke mereka yang membutuhkan.

Sementara Ganjar dan Emil kegiatan jumpa pers kurang dilakukan tetapi media meliput mereka berdua ketika turun ke bawah menemui rakyat.  Cara mereka berdialog dan langsung memberikan solusi kepada rakyat, itu sangat berkesan bagi rakyat. Sementara Anies kegiatan blusukan itu sangat kurang sekali. Memang Anies mendapatkan simpati dari pers international. Bahkan dia dianggap Gubernur yang berani berbeda pendapat dengan Presiden dalam hal penanganan COVID-19. Bahkan media asing menyebut “ Calon presiden yang berani berbeda pendapat dengan presiden”. Tapi kan media asing engga ikut pemilu, dan tidak merasakan langsung dari dampak adanya PSBB.

Peluang Anies jadi Capres sangat berat. Karena dia bukan  kader partai. Peluang itu akan besar apabila Elektabilitas Anies diatas semua calon lainnya. Karena partai engga mau ambil resiko menggunakan capres yang elektabilitasnya tanggung. Apalagi JK sudah mengatakan “ butuh 100 tahun lagi calon di luar jawa bisa jadi presiden. “ Peluang Anies semakin jauh dan kalau pendukungnya begitu yakin, itu hanya besar angan angan saja. 

Thursday, June 4, 2020

Jatuhnya moral pemimpin AS.



Bulan agustus 2008 di Apartement saya di Hong Kong jam dini hari saya menonton acara CNN yang membahas jatuhnya wallstreet akibat delistingnya Lehman. Saat itu saya sempat shock. Membayangkan posisi portofolio yang menyusut. Besok paginya ketika sarapan dengan Wenny di Conrad Hotel, saya membaca koran The Washington Post. Saya tertarik ulasan dari kolumnis, Jeffrey T. Kuhner. Saya tuliskan singkat paragrap yang menarik,

“ We are now facing more than just a financial mess; almost every other major institution is under threat. The political system is adrift; public schools are failing; the borders are porous; the intelligence agencies are dysfunctional; the inner cities are infested with drugs and gangs; the family is broken; and millions are fleeing their churches. In most of our institutions there is poor leadership. A survey by Harvard's Center for Public Leadership revealed 77 percent of Americans believe the country faces a leadership crisis; this is prevalent across 12 different institutions and leadership groupings. In the survey, Congress, the executive branch, the business community and the media ranked in the lower echelons. Democratic capitalism is based on widespread social trust - especially, trust in leaders. Without this confidence, the whole system threatens to unravel. The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal. “

Dari kalimat Jeffrey T. Kuhner itu ada enam hal penyebab jatuhnya wallstreet dan akhirnya menjadi krisis ekonomi di AS. Pertama, pendidikan yang gagal terutama tingkat sekolah. Kedua, perbatasan negara tidak terjaga dengan baik. Ketiga. Badan intelijen yang rapuh. Keempat, meluasnya penyakit sosial seperti narkoba, prostitusi, gangster, yang dipicu oleh pengangguran. Kelima, kehidupan rumah tangga yang rentan. Keenam, kehidupan beragama yang hambar. Banyak gereja yang kosong. Keenam hal itu penyebabnya adalah karena krisis kepemimpinan. Mengapa ? hasil survey dilakukan oleh Harvard, 77% orang AS percaya itu karena krisis kepemimpinan. Dari 12 lembaga yang di survey, Kongres/ DPR, pemerintah, komunitas bisnis, dan media massa mendapat peringkat terbawah dalam hal  moral. Karena itu mengancam sistem negara secara keseluruhan.

Jadi apa solusinya ? The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal, kata Jeffrey T. Kuhner. Artinya solusinya bukan pada kebijakan pemerintah tetapi itu soal moral dan spiritual. Saya 100% sependapat dengan Kuhner bahwa kejatuhan suatu peradaban atau bangsa karena jatuhnya moral dan bankrutnya spiritual. Saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Paul Kennedy penulis buku terlaris berjudul  “The Rise and Fall of the Great Powers” yang melihat kemunduran negara karena faktor ekonomi semata. Harus disikapi secara fundamental terhadap akar masalah. Dana stimulus tidak akan menjamin perbaikan ekonomi. Ini hanya mengobati rasa sakit tapi tidak menghilangkan sumber penyakit. Biang penyakit sebenarnya adalah ada pada kemorosotan moral para pemimpin. Jatuhnya Dinasti Qing di China, itu karena merosotnya moral pemimpin. Jatuhnya Khilafah Turki Ustmani yang berkuasa 6 abad, juga karena bangkrutnya spiritual para elite khilafah. 32 tahun Soeharto jatuh, juga karena elite orde baru terjebak dengan demoralisasi lewat KKN.

Chaos yang sekarang terjadi di AS, itu adalah bola salju yang berproses sejak tahun 90an tumbangnya bisnis dotcom yang memicu krisis ekonomi dan setelah itu krisis terus terjadi berulang ulang tanpa bisa direcovery. AS negara besar. Multi etnis. Kalau AS mau berubah dari segi moral dan spiritual, tidak butuh lama AS akan recovery dan bisa mempertahankan posisinya sebagai negara besar. Tetapi kalau pemimpin AS tidak menyadari ini, maka nasip AS akan sama dengan jatuhnya Khalifah Turki Ustamani, Dinasti Qing. Biasanya kesadaran itu selalu terlambat, dan dia menjadi sejarah yang kelam. Semoga AS tidak terlambat menyadari kesalahannya. 

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...