Kapitalisme itu berdampak kepada kesenjangan ekonomi sebagai efek dari persaingan. Silahkan baca data dimana saja. Selagi mereka menerapkan sistem kapitalisme dan uang fiat, maka selalu rasio GINI itu melebar. Orang kaya tidak mau keberadaan mereka dipolitisir karena adanya kesenjangan ekonomi. Disamping itu strategi untuk berkembang mengahadapi kompetisi yang rumit, kerahasiaan kemampuan financial sangat penting agar tidak dihadang sebelum bergerak. Dan bisa unggul dalam senyap. Bagi orang kaya, reputasi tidak penting lagi. Yang penting penguasaan resource.
DPR minta surat dari PPATK ke MenKeu itu dibuka, tetapi SMI menolak. Dengan alasan kerahasiaan ( Confidential). Kerahasiaan itu adalah urat nadi dari sistem perbankan modern. Prinsip dari hukum kapitalis. Darah yang dipompa dari Jantung mengalir ke seluruh tubuh lewat Urat nadi pembuluh darah. Kalau urat nadi bocor, maka darah kembali ke jantung dalam keadaan tercemar. Lambat laun jantung akan melemah, sistem peradaran tumbang dan akhirnya collapsed. Makanya kerahasiaan perbankan itu wajib dijaga. Mengapa? Bayangin aja, kalau orang kaya tidak percaya lagi kepada sistem perbankan, itu dampaknya sistemik. Akhirnya orang tidak pagi percaya kepada mata uang fiat. Bubar kapitalisme.
Lambat laun karena berlindung kepada UU kerahasiaan bank itu, banyak uang dari hasil transaksi ilegal masuk ke dalam sistem perbankan. Hal ini memberikan efek negatif pada bidang ekonomi dan bisnis, yaitu merusak sektor bisnis swasta yang sah, merusak integritas pasar keuangan, yang mengakibatkan hilangnya kontrol Pemerintah terhadap kebijakan ekonominya, dan awal distorsi dan ketidakstabilan ekonomi. Namun Perbuatan ini baru dikriminalisasi oleh AS dengan keluarnya the antimoney Laundering Act Central. (1986), kemudian diikuti dengan The D'annunzio Wylie Act. Dan Money Laundering Suppression Act. (1994).
Sedangkan Pemerintah Republik Indonesia dikriminalkan tindakan ini pada tahun 2002 dengan mengeluarkan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002. Kemudian diubah dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan diubah lagi dengan No 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang dan dibentuknya PPATK. Lantas bagaimana caranya UU mengatur agar operasi anti pencucian uang terlaksana namun prinsip kerahasiaan bank tidak dilanggar ? Ini tidak mudah. Karena uang itu melintasi antar rekening, antar kota dan negara. Kecepatan alirannya luar biasa, apalagi sejak diperkenalkannya mekanisme SWIFT dan kemudian uang digital. Gimana caranya ?
Dibentuklah badan international Financial Action Task Force (FATF) yang awalnya digagas oleh negara yang tergabung dalam G7. SOP pengawasan pencucian uang ditetapkan oleh FATF. Protokolnya, memberikan hak kepada Financial service intelligent unit ( PPATK) yang dibentuk oleh negara yang meratifikasi FATF. Tugas lembaga ini harus bersifat rahasia. Sumber informasinya adalah semua officer in charge dari lembaga keuangan, auditor, notaris, Irjen kementrian. Mereka menjadi bagian dari unit intellgent yang berada di frontline. Hasil temuan setiap transaksi yang mencurigakan, oleh PPATK dilaporkan kepada lembaga penyelidik seperti kepolisian, Kejaksaan, KPK dan auditor Pajak.
Karena sifat operasi PPATK ( Financial service intelligent unit) adalah rahasia, maka bukti temuan PPAK tidak bisa dijadikan bukti hukum di pengadilan. Tugas penyidik atau aparat hukum yang berwewenang adalah menemukan fakta hukum sendiri lewat penyidikan. Tentu referesinya dari informasi dan analisa PPATK. Andaikan dalam proses penyelidikan tidak ditemukan fakta hukum, maka laporan PPATK itu dimasukan ke dalam keranjang sampah. Dan pihak yang awalnya dicurigai tetap dilindungi dari kerahasiaan.
Nah dalam kasus bocornya informasi PPATK ke publik , jelas secara hukum telah melanggar FATF dan pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010. Mengapa Menko Polhukam sampai membocorkan informasi temuan PPATK itu kepada publik? Mahfud MD ahli hukum. Tentu dia tidak sembarangan membocorkan inforamsi itu. Ada agenda lebih besar dari sekedar mendapatkan simpatik publik. Tujuannya adalah menghentakan sistem yang terlalu lama tidur. Tidak efektif. Padahal infrastruktur hukum sudah tersedia. Ya, semua tahu penyebabnya. Krena sistem penegakan hukum engga jalan di Indonesia. Bayangkan saja. Udah begitu banyak laporan PPATK kepada MenKeu sebagai bagian penyidik pencucian uang, unit kerja Dirjen Pajak dan Beacukai tidak melaksanakan fungsinya. Nah kalau Kemenkeu saja begitu, apalagi kementrian lainnya.
Sikap Mahfud MD jelas salah. Tetapi lebih salah lagi membiarkan sistem lumpuh tanpa ada upaya perbaikan. Dengan adanya temuan PPATK yang diumumkan kepada Publik maka sudah seharusnya unit kerja di kementrian yang menjadi bagian dari penyidik harus bersinergi dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian, KPK, dan Kejaksaaan. Contoh, Menteri keuangan setelah kasus ini mencuat, segera melakukan perombakan sistem kerja dirjen pajak dan beacukai secara radikal. Harusnya kementrian lain dan lembaga yudicial juga begitu. Mari berbenah..Jangan ribut mulu.
No comments:
Post a Comment