Friday, August 9, 2019

Pemburu Rente

Nyoman Dhamantra kader partai PDIP di jemput oleh KPK disaat sedang mengikuti Kongress PDIP di Bali. Ia dibawa ke Jakarta untuk diperiksa. Ini diduga berkatain dengan suap impor Bawang Putih. Jumlah yang ditangkap KPK mencapai 11 orang. Merekar terdiri dari pengusaha importir, hingga orang kepercayaan anggota DPR. Saya sempat terkejut. Apa urusannya dengan DPR segala sehingga soal bawang putih saja sampai kena OTT KPK. Bukankah sejak reformasi tata niaga bawang putih engga diatur. Orang bebas impor. Ternyata baru saya tahu sejak bulan Mei 2017, pemerintah telah mengeluarkan Tata niaga bawang putih.
Apa alasan adanya Tata niaga bawang putih? alasan klasik, yaitu untuk mengatur agar harga bawang putih dalam negeri dapat dikendalikan. Yang hebatnya dalam tata niaga ini bukan hanya soal impor yang diatur tetapi para pedagang dan distributor juga diatur dalam tata niaga bawang putih termasuk harga jual yang mengacu pada ketersediaan barang dan harga eceran tertinggi (HET).
Ide tata niaga ini datang dari Menteri Perdagangan, Enggartiasto yang merupakan kader Nasdem. Namun hebatnya Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatur bahwa izin impor ini harus persetujuan dari Menteri Pertanian, Amran Sulaiman yang merupakan tokoh relawan Jokowi yang dipercaya jadi Menteri Pertanian. Tanpa rekomendasi dari menteri Pertanian, izin impor tidak akan diberikan oleh Menteri Perdagangan. Keliatan sekali bahwa Enggartiasto membutuhkan dukungan politik dari PDIP agar tata niaga impor bawang putih ini dapat mulus terlaksana.
Makanya tidak berlebihan bila pengusaha berusaha melobi kader PDIP yang ada di Komisi VI bidang perdagangan dan perindustrian untuk meloloskan izin impor Bawang Putih. Suap itu tidak bisa dihindari dilakukan pengusaha karena sifat berkompetisi dan ada laba uang melimpah dari setiap fasiltas izin impor bawang putih itu. Coba bayangkan kalau elit dan birokat dapat fee sebesar Rp. 1000/ kg maka kalau izin impor 40.000 Ton ( Satu kapal ) saja, itu uang masuk sebagai rente sebesar Rp. 40 miliar. Ini uang engga kecil. Padahal impor bawang putih itu ratusan ribu ton. Sampai dengan sekarang komoditas pertanian diatur tata niaga nya oleh pemerintah. Bukan hanya bawang putih tetapi juga jagung, tembakau, sawit, beras. Ini memang rente triliunan.
Fakta yang ada , Tata niaga dalam kebijakan perdagangan oleh pemerintah walau tujuannya mulia namun tetap saja hasilnya paradox. Karena menjadi ajang pemburuan rente dari birokrat dan politis. Mengapa ? Istilah tata niaga sering juga disebut pemasaran yang bersumber dari kata marketing. Kegiatan tata niaga adalah sebagian dari kegiatan distribusi. Distribusi menimbulkan suatu kesan seolah-olah orang-orang yang bergerak didalam bagian ini bersifat statis, menunggu saja apa yang akan mereka peroleh dari produsen untuk dibagi-bagikan lagi kepada konsumen. Padahal faktanya dalam perdagangan tidak ada yang statis. Artinya ketika sistem perdagangan itu sudah diatur dalam kebijakan tata niaga maka sebetulnya pemerintah keluar dari hukum demand and suplly. Pemerintah gagal menjaga keseimbangan demand and supply secara alamiah.

Kalau harga tinggi itu karena demand tinggi dan supply terbatas. Yang harus dilakukan sebenarnya adalah bagaimana kebijakan meningkatkan produksi. Pada waktu bersamaan, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan meningkatkan demand agar ketika produksi melimpah, pasar bisa menyerap. Itu sebabnya dimanapun, sektor pertanian itu harus masuk ke industri. Mengapa ? agar pertanian dikelola secara bisnis industri yang sehingga hukum demand and supply dapat terjadi secara alamiah. Selagi sistem pertanian masih berkutat dengan cara tradisional maka petani dan konsumen memang di design dalam lingkaran pemburu rente para pengusahan dan elite politik, termasuk birokrat. Sementara konsumen dan petani tetap jadi korban dalam komunitas muram. Semoga pak Jokowi dapat memahami ini agar kedepan, paradigma perdagangan nasional dapat di reformasi.

No comments:

Putin memenangkan Pilpres Rusia.

  Pemilu Rusia, memilih empat calon presiden, yaitu Putin, Leonid Slutsky, Nikolai Kharitonov, dan Vladislav Davankov. Hasilnya ?  Komisi Pe...