Pak JK dalam acara silaturahmi yang digelar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Senin (14/6) malam,“ Dari sisi ekonomi apabila ada 10 orang kaya, maka paling tinggi 1 orang muslim. Tapi apabila 100 orang miskin, setidaknya 90 umat yang miskin. Jadi pincang keadaan ekonomi kita," kata JK dalam acara yang disiarkan secara virtual itu. Seharusnya tidak perlu terjadi kepincangan seperti itu. Karena infrastruktur pendidikan tersedia luas dan lebih baik. Jadi yang kurang itu apa? ya semangat. Demikian kira kira kesimpulan yang disampaikan JK.
Saya tahu bahwa tujuan JK itu memacu umat islam agar harus lebih bersemangat untuk berkompetisi. Tetapi sebagai tokoh masyarakat, yang bukan hanya tokoh umat islam tetapi juga tokoh nasional, seharusnya tidak perlu membandingkan islam dan non islam. Perbedaan mayoritas ketimpangan kaya miskin itu terjadi bukan karena faktor agama tetapi faktor mental. Kemunduran umat islam bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di dunia. Dari 50 orang terkaya di Indonesia, muslim hanya 8 orang saja. Di dunia, Data UBS juga memperlihatkan, tahun 2020 jumlah miliarder berkelas dunia ada 2.189. Orang islam hanya 7 orang saja.
Bagaimana mau bersaing? Penguasaan sains saja rendah sekali. Dari total 892 peraih hadiah nobel sejak tahun 1901, Yahudi cuma sekitar 15an juta saja (sekitar 0,2% populasi dunia), menghasilkan 201 peraih nobel atau sekitar 22,5%).Peraih Nobel dari kelompok “non-agama” sekitar 10,5%. Umat Kristen yang paling banyak memperoduksi peraih Nobel sekitar 65,4% (427 orang). Umat Islam dengan populasi konon sekitar 1,5 milyar saat ini, hanya memproduksi sekitar 1,4% saja atau sekitar 12 orang peraih Nobel. Makanya jangan kaget, bila sains tertinggal ekonomi juga tertinggal.
Apakah karena umat Islam lebih rendah daripada umat non islam? Tidak. Tuhan ciptakan sama. Tidak ada perbedaan. Semua manusia punya kesempatan sama. Lantas mengapa berbeda? karena adanya misleading ( penyesatan ) penyampaian pesan agama kepada umat, sehingga umat kehilangan spirit berkompetisi. Misal, Islam tidak penting dunia, yang dituju akhirat. Akhirat lebih penting. Tidak mungkin maju atau makmur kalau khilafah tidak berdiri.
Seharusnya Agama itu selain bagai elang (águila) yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi, tetapi juga membumi bagai induk ayam (gallina) yang terlibat secara etis pragmatis dalam keseharian. Artinya bagaimana pemahaman agama bisa melahirkan semangat kemandirian. Bagaimana mentranformasi dari masyarakat yang nrimo, apatis , pesimis, malas, paranoid, rakus, menjadi masyarakat yang progressive, passion, melek IPTEK dan berikhsan. Tetapi pendidikan mental seperti itu, dikaburkan oleh Ustad dan tokoh politik islam dari waktu kewaktu sehingga umat islam jadi mundur dan terbelakang secara intelektual maupun spiritual. Jadilah umat islam sebagai umat pengeluh, pemarah, peranoid, ilutif
No comments:
Post a Comment