Sunday, June 27, 2021

Rekayasa Sosial.


Waktu Wabah SARs tahun 2004 di Hong Kong, aktifitas saya sangat padat. Setiap gate stasiun dan terminal buss, selalu ada alat detector termal. Kita sudah biasa pakai masker di tempat umum. Di pintu Lift tersedia alat antivirus berupa cairan dan dijamin clean.  Walau begitu ketatnya protokol kesehatan namun orang fine fine aja. Tidak ada orang nampak kawatir. Saya juga engga pernah merasa kawatir akan kena SARS. Walau akhirnya saya kena juga. Itupun 7 hari sembuh berkat terapi candu. Padahal tingkat kematian karena SARs 9,63 perse. Itu lebih tinggi daripada Covid-19.


Di bumi ini pandemi bukan hanya kali ini pertama saja terjadi. Tetapi sudah sering. Apakah karena pandemi umat manusia musnah? Tidak. Bahkan dari abad ke abad jumlah  manusia terus bertambah.  Walau korban akibat pandemi sebelumnya cukup besar, tetapi pandemi tidak disikapi berlebihan. Nah berbeda dengan COVID-19. Itu disikapi berlebihan. Bahkan semua ikut bicara. Engga jelas lagi mana benar dan mana salah. Semua merasa paling benar. Faktanya yang paling benar itu tidak berdaya mengatasi pandemi itu.


Ada yang bisa kita cermati dari sisi lain atas adanya pandemi ini. Apa ? Terjadinya sosial engineering atau rekayasa sosial. Pengaruhnya karena pertama, lPSBB, Lockdown. Kedua, lewat protokol kesehatan. Tanpa disadari karena dua hal itu kita dipaksa melakukan perubahan sosial baik secara personal maupun komunitas.  Karena dua hal itu berdampak juga dengan terjadinya perubahan ekonomi, terjadinya penyesuaian pasar ( market adjustment).


Yang lucunya rekayasa sosial terjadi, bukanlah karena COVID-19. Tetapi karena propaganda yang massive  lewat  berbagai media.  Propaganda yang legitimit lewat berbagai lembaga resmi lokal maupun international. Orang focus kepada mengatasi pandemi lewat protokol yang resmi. Padahal secara alamiah prokol kesehatan itu tidak akan efektif kalau secara internal kita tidak bisa meningkatkan antibodi pada tubuh kita. 


Nah antibodi itu hanya akan meningkat kalau tubuh kita sehat, makan bergizi, cukup vitamin. Namun itu bisa terjadi kalau secara mental kita sehat akal. Pertanyaan terakhir adalah apakah orang bisa bertahan dengan akal sehat kalau dampak penanggulangan COVID itu secara ekonomi membuat orang  bokek. Pertanyaan terakhir ? kemana kita harus focus? Sehat atau ekonomi? jawablah sendiri


***

Kemarin BPK melaporkan hasil audit keuangan negara. Hasilnya sangat mengkawatirkan fundamental ekonomi kita. Laporan itu mengingatkan kepada kita semua. Betapa dahsatnya dampak dari adanya Pandemi. Bukan hanya teror COVID-19 yang bisa kapan saja membuat kita kena, tetapi juga teror ekonomi yang membuat penjualan turun, pendapatan drop, dan mungkin di tingkat rakyat akar rumput banyak yang rumah tangganya hancur akibat PHK atau penghasilan berkurang. Semua merasakan itu. Orang kaya atau orang miskin merasaka dampak dari Pandemi ini. Covid gitu loh.


Tak kecuali cebong atau Kadrun. Sama sama jadi korban COVID. Influencer Cebong sudah ada yang gugur karena COVID. Dari pihak kadrun juga ada bahkan ustand. Semua profesi kena. Dari pengacara sampai dokter sekalipun.  Yang merasa paling pintar. Kena? Yang merasa paling sholeh? Kena juga. Apa artinya? masalah COVID, bukan lagi masalah pilihan politik. Tetapi ini menjadi masalah kita semua. Masalah semua strata sosial. Jadi seharusnya kita semua bergandengan tangan mengatasi masalah Pandemi ini.


Kita tidak perlu sok pintar atau sok lebih tahu dari pemerintah. Mengapa? kebijakan pemerintah soal COVID ini ada UU nya, baik dari segi penanggulangannya sampai kepada anggarannya. Jadi engga main main. Kalau kita tidak patuhi, uang habis, anggaran tidak efektif. Siapa yang rugi? ya kita sendiri sebagai rakyat.


Pemda harus melaksanakan amanan UU Otonomi daerah dan UU penanggulangan bencana. PEMDA adalah otoritas yang berada di front line dalam Team BNPB. Pemda (BPBD) harus disiplin menegakan aturan itu. Contoh kalau sudah ada ketentuan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro, ya tegakan aturan itu dengan tegas. Kalau ada orang mau demo, larang. Engga usah pikirkan hak demokrasi. Ini masalah darurat, masalah bersama. Abaikan saja dulu Politik.  Abaikan saja dulu Pemilu 2024.


Kita sebagai rakyat juga harus patuhi semua prokes dan ketentuan PPKM. Sabar saja untuk sekian waktu. Itu lebih baik daripada kita protes dan ngeyel. Kalau sampai sakit? kita yang rasakan. Kalau kita blangsak akibat covid, kita yang rasakan. Semua kembali kepada kita. Jadi engga salah kalau kita patuhi saja aturan pemerintah. Setelah itu mari kita sama sama mengingatkan agar mengubah gaya hidup. Perkuat spiritual dan jaga kesehatan, agar produksi imun kita melimpah dan kita bisa beradabtasi dalam lingkungan pendemi. 


Sudahi provokasi negatif tentang Covid atau kebijakan pemerintah. Itu kontraproduktif. Tidak akan mengubah apapun. Bahkan, bukan hanya merugikan orang lain tetap juga diri sendiri.


No comments:

Cara China mengelola BUMN.

  Tahun 80an China melakukan reformasi ekonomi. Tantangan yang dihadapi China adalah terbatasnya sumber daya manusia yang terpelajar. Anggar...