Wednesday, December 18, 2019

Protes Uni Eropa atas larangan ekspor biji Nikel.

Dari bulan lalu saya baca berita soal rencana indonesia melarang ekspor biji nikel. Sikap Indonesia ini di hadapi dengan serius oleh Uni Eropa, yang jelas merasa terancam dengan larangan ekspor biji nikel ini. Akan banyak industri baja Eropa yang gulung tikar. Karena kekurangan bahan baku. Sekarang saya akan bahas karena Jokowi sudah bersikap agar pemerintah bersiap menghadapi perang di pengadilan terhadap gugatan Uni Eropa itu. Saya akan mencoba melihat dari perspektif hukum khususnya dalam hukum perdagangan international.

Pertama, ini bukan gugatan hukum. Ini baru tahap awal protes UE kepada WTO sebagai wasit organisasi perdagangan dunia. Tentu ada dasar yang kuat bagi UE untuk protes itu. Ini bukan soal suka tidak suka dengan kebijakan Indonesia. Tetapi soal komitmen dalam aturan WTO di mana Indonesai telah ikut meratifikasi. Menurut UE, Indonesia melanggar Pasal XI : 1 tentang GATT ( The General Agreement on Tariffs and Trade ) 1994. Yang dipermasalahkan oleh UE bukan soal larangan ekspor biji nikel tetapi insentif kepada smelter yang mengolah biji nickel itu. Mengapa?

Maklum bahwa tidak semua bahan baku smelter itu berasal dari Indonesia. itu hanya 30% bahan nikel dari indonesia yang berkadar ore di bawah 2%. Sisanya Nikel berkadar tinggi diatas 2% diimpor dari Australia. Nah untuk 70% bahan nikel, ore di atas 2% ini, indonesia memberikan pembebasan bea masuk. Inilah yang diprotes oleh EU ke WTO “ the prohibited subsidy scheme appears to be inconsistent with Article 3.1(b) of the SCM Agreement; and the failure to promptly publish the challenged measures appears to be inconsistent with Article X:1 of the GATT 1994.

Kedua, smelter di Indonesia menggunakan mesin separator dengan Tanur tinggi. Tekhnologi ini tujuh kali lebih banyak menghasilkan karbon dioksida dibandingkan dengan standar yang diterapkan industri peleburan Eropa. Perluasan kapasitas smelter di Indonesia juga berdampak kepada pencemaran udara dan bertentangan dengan kesepakatan soal Global Atmosphere Watch (GAW). Dampak dari tekhnologi smelter yang dipakai, tentu biaya produksi jadi murah. Ini tidak adil bagi EU yang smelter nya mengikuti stadar dengan tingkat polusi yang rendah namun ongkos produksi yang mahal.

Dengan dua hal yang jadi dasar UE protes ke WTO, rasanya sulit Indonesia akan menang walau sehebat apapun lawyer. Saya kawatir, Menteri memberikan masukan kepada Jokowi asal bapak senang.

Solusinya ?

Pertama, seharusnya Pemerintah juga membuat aturan soal spec dari smelter yang harus dipatuhi oleh investor. Investor China tentu sangat senang membangun smelter dengan tingkat polusi tinggi karena bukan di negara nya. Karena di China sendiri tekhnologi itu sudah dilarang. Kedua, Agar kandungan lokal mencapai diatas 30% sehingga tidak melanggar WTO, pemerintah memaksa Antam focus kepada supply guarantee ke smelter untuk ore diatas 2%. Karena ore diatas 2% dikuasai negara (Antam).

Saran saya agar tim yang ditunjuk Jokowi menjawab protes UE dengan memberikan klarifikasi dibalik kebijakan itu. Bahwa Indonesia butuh waktu untuk memenuhi standar produksi yang diatur dalam WTO. Dalam WTO memang ada aturan yang memberikan kesempatan negara anggota soal waktu memenuhi standar kepatuhan itu, tetapi kalau sudah disetujui ( komit) maka proses pemenuhan standar itu benar benar dijalankan. Jangan sampai kisah CPO terulang lagi. Kita tidak pernah komit memenuhi standar keseimbangan Food, Feed, Fuel, and Forests. Ingat bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini. Hak orang lain juga harus dihormati.

***


Setelah Minyak terbitlah nikel
Tahukah anda bahwa saat sekarang emas memang diburu sejak adanya perang dagang antara China-AS. Mata uang turun, harga emas naik. Tetapi harga mas itu valuenya virtual. Itu hanya persepsi. Tetapi Nikel, diburu bukan karena virtual tetapi sebagai sumber energi kendaraan listrik, pengganti bahan bakar fosil. Dari bulan Mei dan Juni tahun ini harganya naik  30%. Sementara emas hanya naik 13%. Emas memang hot tetapi nikel lebih seksi. Tadinya nikel itu hanya sebagai pelapis baja stenlis. Harganya tergantung pasar. Bisa naik dan bisa turun. Penentu harga adalah China yang rakus akan bahan stenlis. Tetapi kini, semua dunia butuh nikel karena orang butuh energi akrab lingkungan.

10 Penambang nikel terbesar di dunia ini adalah Vale SA ( Brazil), MMC Norilsk Nikel (Rusia), Jinchuan Group Ltd. ( China),  Glencore ( inggris), BHP Billiton Ltd ( Australia), Sumitomo Metal Mining Co ( Jepang), Sherritt International Corp ( Kanada), Eramet SA ( Prancis), Anglo American Plc ( Inggris), Minara Resources Ltd. ( Austalia). Kesepuluh perusahaan tambang itu punya kantor dan konsesi tambang hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selama ini mereka mendapatkan biji nikel dari seluruh Indonesia termasuk dari Indonesia, dan diolah di negara mereka sendiri dan negara lain, untuk menghasilkan beragam produk hilir.

Ekstraksi nikel - sebagian besar ditambang di Australia, Kanada, Indonesia, Rusia dan Filipina. Penambangan nikel itu memang berdampak  sangat buruk terhadap lingkungan. Dampak lingkungan dari penambangan itu adalah gumpalan belerang dioksida mencekik langit, bumi bergejolak diselimuti debu kanker, sungai-sungai mengalir merah darah. Filipina tahun ini menutup atau menangguhkan 17 tambang nikel karena masalah lingkunga. Bulan september tambang nikel Ravensthorpe di Australia Barat, ditutup karena alasan merusak lingkungan. Bahkan di China, penambang nikel di batasi dengan ketat, termasuk pengolahannya.

Larangan ekspor biji nikel bagi Indonesia, sebetulnya tidak berpengaruh terhadap pembeli yang mayoritas 10 penambang besar di dunia. Karena di negara maju, pengolah biji nikel untuk  bahan baterai kendaraan listik, sangat ketat sekali aturannya yang berkaitan dengan limbah. Mereka justru senang dengan aturan indonesia melarang ekspor dan memberikan izin untuk smelter Nikel. Badan Energi Internasional memperkirakan kebutuhan baterai bagi  70 juta kendaraan listrik pada tahun 2025. Ini pasar yang sangat potensial dan akan membuat nikel semakin seksi dari bahan tambang apapun di dunia, dan Indonesia salah satu penghail terbesar nikel di dunia.

Protes Eropa kepada Indonesia di WTO bukan soal larangan ekpor nikel, tetapi sangat rendahnya aturan dalam penerapan tekhnologi smelter di Indonesia. Ini masalah lngkungan, yang akan berdampak buruk bagi kebersihan udara bumi. Nah saran saya, agar pemerintah membuat pusat smelter tersendiri di satu kawasan. Pembangunan smelter diluar kawasan di larang. Untuk pengola kawasan, bisa saja menunjuk satu BUMN baru. Sehingga dampak lingkungan dapat langsung diawasi, dan dikendalikan dengan standar tekhnologi yang diakui dunia. 

Darimana biayanya ? Biaya pembangunan kawasan pusat smelter itu diambil dari biaya lingkungan yang dibebankan kepada setiap penambang. Lahan di kawasan itu dijual secara kavling kepada perusahaan tambang yang ingin membangun smelter. Mereka tidak lagi direpotkan membangun pusat pengolahan limbah. Karena di kawasan itu sudah ada pusat pengolahan limbah. Dengan adanya pusat smelter ini, maka akan terjadi pusat pertumbuhan baru untuk industri hilir, seperti battery yang sangat inggi permintaanya dan pasti akan mendatangkan banyak investor kelas dunia. Dunia akan tahu bagaimana kita mengelola sumber daya alam yang ramah lingkungan. 

Kita bisa berkata kepada anak cucu, setelah minyak, terbitlah nikel. Kalian masih punya hope. Karena kita sangat kaya..dan tahu mengelolanya dengan baik untuk kemakmuran negeri, kini dan besok.


No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...