Friday, December 13, 2019

Intoleran dan ancaman disintegrasi

Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag melakukan Survei pada 16 Mei-19 Mei 2019 dan 18-24 Juni 2019. Terdapat jumlah responden 13.600 orang dari 136 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi. Metode survei menggunakan penarikan sampel secara acak berjenjang dan margin of error kurang-lebih 4,8 persen. Ada 3 hal yang disoroti dalam survei, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama di antara umat beragama.

Setelah membaca hasil survei saya sempat berkerut kening. Mengapa ? hasil suvei justru Daerah yang paling rendah skors Indeks KUB tahun 2019 adalah daerah yang masyarakatnya secara politik terisolasi oleh politisasi agama. Seperti , DKI Jakarta, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Aceh. Sementara daerah yang mana islam tidak mayoritas seperti Bali, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Utara, Kalimantan ( Utara, Barat, Tengah) indeks KUB tinggi. Bahkan diatas rata rata nasional. Artinya kelompok minoritas di Indonesia memang menggunakan agama untuk perdamaian dan menghindari perpecahan. Beda dengan mayoritas yang inginkan negeri ini bubar. Dan diganti dengan syariah berbasis khilafah. Survey membuktikan itu.!

Hasil Survey ini bagi saya sangat serius. Ini indikasi nyata bahwa perpecahan bangsa ini hanya masalah waktu. Mengapa ? karena provinsi yang paling banyak penduduknya seperti Jawa Barat dan Jawa timur sangat rendah indek KBU nya. Bahkan Jakarta di mana presiden, MUI, semua Partai Politik bermarkas di Jakarta, justru indeks KBU nya rendah sekali. Survey ini membuktikan bahwa selama 10 tahun era SBY politisasi Islam sudah established sampai ke akar rumput, dan merasuk kedalam kaum terpelajar dari semua level. Era Jokowi tidak ada perubahan, bahkan lebih buruk. Bagaimana kita bisa tetap yakin bahwa negeri ini akan baik baik saja.?

Teman saya politisi pernah berkata kepada saya bahwa tahun 2024 nanti semua partai punya peluang besar. Kalau Pilpres secara langsung diterapkan lagi maka partai besar yang mengusung nasionalisme pasti akan kalah. Tapi mengusung politisasi agama secara vulgar juga akan susah menang. Jadi gimana ? Partai yang mengusung Capres yang acceptable umat islam akan berpeluang besar jadi Presiden. Bayangkan kalau Anies berpasangan dengan Gatot, yang diusung oleh Nasdem, PAN, PD, PKS, akan mudah menarik gerbong koalisi PDIP seperti PKB, Golkar dan PPP untuk bergabung. Selesai era PDIP. Apalagi kalau dampak krisis global menimbulkan resesi dalam negeri, itu semakin besar peluangnya. Mau tahu gimana Indonesia setelah 2024? Lihatlah Jakarta sekarang di bawah Abas.

Saya berharap agar amandemen UUD 45 secara terbatas dapat terlaksana, sehingga ongkos politik jadi murah dan politisasi agama tidak ada lagi. Dengan adanya amandemen UUD 45 , TNI punya dasar hukum secara tegas dan keras menghadapi upaya melawan UUD 45. Karena TNI hanya patuh kepada UUD. Tapi kalau amandemen UUD 45 gagal dilakukan oleh MPR, maka negeri ini dalam ancaman serius. Perpecahan dan kemunduran mengancam!, dan bukan tidak mungkin tahun 2025 udah engga ada lagi NKRI.

Suvey ini mengungkapkan Fakta bahwa reformasi tidak membuat kita semakin kuat secara politik kebangsaan tetapi malah mundur , jauh lebih mundur dari era Soeharto. Semoga hasil survey ini disikapi serius oleh elite Politik.! Engga bisa lagi dengan himbauan dan retorika. Harus dengan perubahan konstitusi! Saya berharap Jokowi berada di depan dalam proses amandemen UUD 45 ini. Engga perlu kawatir dengan citra anti demokrasi. Ini masa depan bangsa dipertaruhkan. Silahkan pilih? Mau demokrasi langsung, tapi hancur ? atau kembali ke UUD 45.

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...