Dalam minggu ini mata uang dollar semakin melemah. Diperkirakan dollar rupiah akan mencapai dibawah Rp. 9000. Ini hanya soal waktu. Menguatnya mata uang Rupiah bukanlah karena keberhasilan ekonomi Indonesia dalam mengumpulkan devisa tapi lebih kepada semakin membengkaknya deifisit AS. Nampaknya, AS menuju kepada kehancuran system ekonominya. Tentu ini bukanlah hal yang menggembirakan. Ini soal serius. Bahkan lebih serius dibandingkan dengan isu Nuclear. Betapa tidak ? Pertumbuhan ekonomi Asia seperti China dan India , Korea , jepang ,menghadapi ancaman serius bila Dollar semakin lemah. Harga barang produksi mereka akan menjadi mahal dan semakin kecil menikmati laba dari pasar eksportnya ke AS. Juga disektor moneter, suku bunga AS yang cenderung turun akan memangkas yield cadangan devisa negara Asia , yang sebagian besar dalam bentuk surat hutang pemerintah AS.
Yang pasti kejatuhan ekonomi AS adalah koreksi systematis dari system ekonomi global yang selama ini terbentuk, yang telah membuat AS begitu sangat berkuasanya dan akhirnya tidak lagi larut dalam pemanfaatan system keseimbangan ekonomi pasar tapi malah menjadi korban dari ekonomi pasar itu sendiri. Sebagai akibat globalisasi sector financial yang memudahkan AS untuk terus berhutang dan berhutang , untuk memenuhi konsumsinya yang boros. Namun lupa membangun kekuatan daya saing produksi dalam negerinya. Kita bisa bayangkan , hutang pemerintah AS sekarang sudah mencapai diatas USD 9 triliun sementara total APBN nya hanya sebesar USD 10 triliun. Inilah penyebab utamanya. Sama seperti yang kini terjadi di Indonesia.
Tapi lihatlah kini, keculasan AS untuk memaksa negara kreditur atau negara yang paling besar membeli surat hutangnya untuk terus membantu defisitnya.Cara yang dilakukan AS adalah menggunakan system pasar uang , dengan menurunkan suku bunga pasar uang AS. Keadaan ini memaksa negara kreditur seperti Jepang, China, India, Korea, Hong Kong untuk terus membeli surat hutang AS agar difisit dapat teratasi dan Dollar kembali menguat hingga barang barang mereka tetap murah bagi pasar AS. Buah simalakama. Membantu kehilangan yield , tidak membantu kehilangan pasar. Hebatkan. Tapi kesediaan ini tidak bisa terus dipertahankan. Negara negara kreditur sudah mulai menerapkan strategy kedepan dengan tidak lagi menjadikan dollar sebagai cadangan devisanya. Secara bertahap mereka akan mengurangi cadangan tersebut dan megalihkannya kepada mata uang euro.
Amerika memang diambang kehancuran dari system yang mereka citptakan sendiri yang terkenal culas dan menindas. Secara politik AS menuai kekesalan dunia, termasuk dunia Barat, sudah mulai muak dengan brutalitas Israel dan AS. Terbukti, dalam resolusi DK PBB yang bermaksud menghentikan agresi Israel, hanya AS yang menolak dengan veto. Sebagian besar mendukung dan sisanya –beberapa negara pengikut buta AS seperti Inggris– abstain. Begitu pula dalam pertemuan puncak G8 di Rusia, hampir semua negara mengecam Israel, kecuali AS. Avonturisme Israel dan AS di Timur tengah juga dianggap telah mengancam kestabilan ekonomi dunia dengan melonjaknya harga minyak mentah yang belakangan telah mendekati 80 dolar AS per barel. Di AS saat ini banyak pihak mulai berani menyuarakan terang-terangan ketidakberdayaan AS menghadapi tekanan dan pemerasan lobi Israel. Belum lama ini tersebar luas tulisan panjang lebar dua profesor dari Universitas Harvard dan Chicago, yang mengkritik keras politik luar negeri AS yang dikendalikan oleh lobi Israel. AS disebut lebih mementingkan melindungi kepentingan Israel daripada kepentingan jangka panjang AS.
AS dan sekutunya sudah sangat kelelahan di Afghanistan dan (terutama) di Irak. Ratusan miliar dolar AS telah dikuras dari anggaran belanja AS dan ribuan tentara mereka telah tewas tanpa gambaran yang meyakinkan bahwa ‘misi’ mereka telah atau menuju berhasil. Justru sebaliknya, belakangan ini korban-korban di kalangan sipil Irak terus berjatuhan dan ‘demokrasi’ yang dijejalkan AS di sana sangat rapuh. Posisi AS di Irak serba salah dan dilematis. Tetap bertahan salah dan rakyat AS sudah tidak sabar. Sedangkan meninggalkan Irak dalam keadaan sekarang berarti mengakui kekalahan. Kita memperkirakan, apapun kondisi di Irak, AS tidak akan mampu bertahan lebih dari setahun lagi.
Dengan itu semua maka kekuatan-kekuatan progresif di dunia mulai bermunculan menentang secara terbuka hegemoni AS di dunia. Tidak saja di Asia dan Afrika saja, tapi juga di Eropa dan Amerika Latin. Di Asia, Iran dan Korea Utara terang-terangan menantang dan melawan tekanan AS. Cina yang dianggap oleh AS sebagai potensi ancaman ekonomi dan militer terbesar di Asia, tinggal menunggu saat yang tepat untuk unjuk gigi.
Di Eropa, Rusia telah mulai menunjukkan jati dirinya dengan tidak selalu setuju dengan AS, walau saat ini masih menjaga keseimbangan demi kepentingan ekonominya. Di Afrika, AS yang pernah terusir dari Somalia dan gagal mengendalikan Sudan, akan berpikir dua tiga kali sebelum mencoba berpetualang di sana. Di Amerika Latin, di bawah pimpinan Presiden Hugo Chavez dari Venezuela dan Fidel Castro dari Kuba, satu persatu hegemoni AS runtuh di Bolivia, Chile, dan hampir saja di Meksiko yang kandidat presidennya dari kelompok kiri sampai sekarang masih belum mengakui kekalahan tipis dari lawan konservatifnya.
Kejatuhan AS memang semakin tak terelakkan, yang terjebak dalam kumbangan masalah HAM dan demokrasi , yang menjadi kebanggaannya namun justru mereka sebagai negara nomor satu yang mempermainkan nilai nilai demokrasi, semakin menyiratkan bahwa negeri adidaya itu tengah menggali kuburannya sendiri. Dan Kuburan itu telah menganga menanti terjerembabnya AS dalam kubangan nafsu angkara muraknya sendiri. Suatu pembenaran sejati bahwa musuh terbesar manusia bukanlah yang nampak diluar tapi dalam dirinya sendiri , yaitu nafsu. Dan Amerika tersungkur karena nafsunya.
Yang pasti kejatuhan ekonomi AS adalah koreksi systematis dari system ekonomi global yang selama ini terbentuk, yang telah membuat AS begitu sangat berkuasanya dan akhirnya tidak lagi larut dalam pemanfaatan system keseimbangan ekonomi pasar tapi malah menjadi korban dari ekonomi pasar itu sendiri. Sebagai akibat globalisasi sector financial yang memudahkan AS untuk terus berhutang dan berhutang , untuk memenuhi konsumsinya yang boros. Namun lupa membangun kekuatan daya saing produksi dalam negerinya. Kita bisa bayangkan , hutang pemerintah AS sekarang sudah mencapai diatas USD 9 triliun sementara total APBN nya hanya sebesar USD 10 triliun. Inilah penyebab utamanya. Sama seperti yang kini terjadi di Indonesia.
Tapi lihatlah kini, keculasan AS untuk memaksa negara kreditur atau negara yang paling besar membeli surat hutangnya untuk terus membantu defisitnya.Cara yang dilakukan AS adalah menggunakan system pasar uang , dengan menurunkan suku bunga pasar uang AS. Keadaan ini memaksa negara kreditur seperti Jepang, China, India, Korea, Hong Kong untuk terus membeli surat hutang AS agar difisit dapat teratasi dan Dollar kembali menguat hingga barang barang mereka tetap murah bagi pasar AS. Buah simalakama. Membantu kehilangan yield , tidak membantu kehilangan pasar. Hebatkan. Tapi kesediaan ini tidak bisa terus dipertahankan. Negara negara kreditur sudah mulai menerapkan strategy kedepan dengan tidak lagi menjadikan dollar sebagai cadangan devisanya. Secara bertahap mereka akan mengurangi cadangan tersebut dan megalihkannya kepada mata uang euro.
Amerika memang diambang kehancuran dari system yang mereka citptakan sendiri yang terkenal culas dan menindas. Secara politik AS menuai kekesalan dunia, termasuk dunia Barat, sudah mulai muak dengan brutalitas Israel dan AS. Terbukti, dalam resolusi DK PBB yang bermaksud menghentikan agresi Israel, hanya AS yang menolak dengan veto. Sebagian besar mendukung dan sisanya –beberapa negara pengikut buta AS seperti Inggris– abstain. Begitu pula dalam pertemuan puncak G8 di Rusia, hampir semua negara mengecam Israel, kecuali AS. Avonturisme Israel dan AS di Timur tengah juga dianggap telah mengancam kestabilan ekonomi dunia dengan melonjaknya harga minyak mentah yang belakangan telah mendekati 80 dolar AS per barel. Di AS saat ini banyak pihak mulai berani menyuarakan terang-terangan ketidakberdayaan AS menghadapi tekanan dan pemerasan lobi Israel. Belum lama ini tersebar luas tulisan panjang lebar dua profesor dari Universitas Harvard dan Chicago, yang mengkritik keras politik luar negeri AS yang dikendalikan oleh lobi Israel. AS disebut lebih mementingkan melindungi kepentingan Israel daripada kepentingan jangka panjang AS.
AS dan sekutunya sudah sangat kelelahan di Afghanistan dan (terutama) di Irak. Ratusan miliar dolar AS telah dikuras dari anggaran belanja AS dan ribuan tentara mereka telah tewas tanpa gambaran yang meyakinkan bahwa ‘misi’ mereka telah atau menuju berhasil. Justru sebaliknya, belakangan ini korban-korban di kalangan sipil Irak terus berjatuhan dan ‘demokrasi’ yang dijejalkan AS di sana sangat rapuh. Posisi AS di Irak serba salah dan dilematis. Tetap bertahan salah dan rakyat AS sudah tidak sabar. Sedangkan meninggalkan Irak dalam keadaan sekarang berarti mengakui kekalahan. Kita memperkirakan, apapun kondisi di Irak, AS tidak akan mampu bertahan lebih dari setahun lagi.
Dengan itu semua maka kekuatan-kekuatan progresif di dunia mulai bermunculan menentang secara terbuka hegemoni AS di dunia. Tidak saja di Asia dan Afrika saja, tapi juga di Eropa dan Amerika Latin. Di Asia, Iran dan Korea Utara terang-terangan menantang dan melawan tekanan AS. Cina yang dianggap oleh AS sebagai potensi ancaman ekonomi dan militer terbesar di Asia, tinggal menunggu saat yang tepat untuk unjuk gigi.
Di Eropa, Rusia telah mulai menunjukkan jati dirinya dengan tidak selalu setuju dengan AS, walau saat ini masih menjaga keseimbangan demi kepentingan ekonominya. Di Afrika, AS yang pernah terusir dari Somalia dan gagal mengendalikan Sudan, akan berpikir dua tiga kali sebelum mencoba berpetualang di sana. Di Amerika Latin, di bawah pimpinan Presiden Hugo Chavez dari Venezuela dan Fidel Castro dari Kuba, satu persatu hegemoni AS runtuh di Bolivia, Chile, dan hampir saja di Meksiko yang kandidat presidennya dari kelompok kiri sampai sekarang masih belum mengakui kekalahan tipis dari lawan konservatifnya.
Kejatuhan AS memang semakin tak terelakkan, yang terjebak dalam kumbangan masalah HAM dan demokrasi , yang menjadi kebanggaannya namun justru mereka sebagai negara nomor satu yang mempermainkan nilai nilai demokrasi, semakin menyiratkan bahwa negeri adidaya itu tengah menggali kuburannya sendiri. Dan Kuburan itu telah menganga menanti terjerembabnya AS dalam kubangan nafsu angkara muraknya sendiri. Suatu pembenaran sejati bahwa musuh terbesar manusia bukanlah yang nampak diluar tapi dalam dirinya sendiri , yaitu nafsu. Dan Amerika tersungkur karena nafsunya.
1 comment:
ass. Membaca tulisan ini, saya menjadi ingat pada bapak pendiri bangsa ini yaitu Soekarno yang membuat gerakan berskala dunia yaitu Gerakan Non Blok, Konfrensi Asia-Afrika, dan gerakan2 beliau yang menjadi inspirasi bagi bangsa2 dunia ketiga untuk merdeka, selain itu ide beliau tentang pembangunan poros Jakarta-Beijing-Moscow-New Delhi, masih cukup relevan pada saat ini, hayo putra2 terbaik bangsa indonesia jangan menyerah dan putus asa, bangunlah hati nurani untuk membangun negeri, bravo pak Erizelli, saya berniat utk menjadi teman seperjalananmu.wass
Post a Comment