Di banyak wilayah Mediterania, corniche adalah jalan pesisir yang memeluk tebing atau lereng bukit. "Corniche el-Nil" Kairo adalah jalan yang membentang di sepanjang Sungai Nil—dan di Lebanon, Corniche Beirut berfungsi sebagai kawasan pejalan kaki tepi laut. Corniche umumnya dikaitkan dengan French Riviera, tempat tiga rute terkenal— La Grande Corniche, La Moyenne Corniche, dan La Basse Corniche —menghubungkan Nice dengan Monaco dan Menton. Jalan di sepanjang pantai atau sisi gunung, yang menawarkan pemandangan yang menakjubkan.
Dalam novel “ Tender Is the Night karya Fitzgerald bercerita tentang kemegahan Hôtel des Étrangers, tempat para ekspatriat Eropa berpesta. Riviera berfungsi sebagai fantasi pelarian, tempat di mana pesona Dunia Lama bertemu dengan hedonisme modern. Riviera digambarkan sebagai dunia yang penuh dengan kemegahan. Wilayah Gaza yang berlokasi di pesisir laut medieranian memenuhi semua fantasi akan Riviera. Mungkin akan mengalahkan Dubai atau kota baru Ras Al Hekma yang akan dibangun UEA di Mesir.
Sebagai pebisnis real estate dan property yang sukses, Donald Trump lebih melihat wilayah Gaza dari kacamata bisnis daripada politik. Pada bulan februari 2025, Trump menyampaikan rencana konkritnya, yaitu mengubah kota Gaza yang hancur dan miskin menjadi kota baru yang modern bernama “Riviera Middle East”. Tentu gagasan Trump ini disambut baik oleh Israel, yang memang sudah punya rencana membangun pusat industry gas di Gaza dengan memanfaatkan potensi deposit gas yang besar di Cekungan Levant laut mediteranian.
Rencana ambisius kedengarannya. Menjadikan Gaza sebagai kota yang punya daya tarik untuk wisata maupun bisnis jasa bidang Industri migas dinilai cukup feasible. Kota itu akan jadi pusat kasino dan kehidupan cosmopolitan yang hiperkapitalisme. Namun yang jadi masalah adalah kota Riviera Middle East itu bukan untuk penduduk Gaza. Sama seperti dulu kala saat pebisnis AS mau menjadikan Las Vegas sebagai kota judi dengan mengusir penduduk asli keluar.
Lantas bagaimana dengan penduduk Gaza ? rencana Trump mengusiri semua penduduk Gaza. Tentu saja rencana Trump ini ditolak oleh Inggris, Jerman, Prancis, dan banyak negara Eropa lainnya. Alasan mereka itu dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan menurut hukum internasional. Namun Trump tidak peduli. Dia tetap dengan proyek ambisinya. Israel tentu dengan semangat maju tak gentar mendukung rencana Trump itu.
Yang jadi pertanyaan adalah lantas mau direlokasi kemana penduduk yang berjumlah 1 juta lebih itu? Arab tidak bersedia menjadi tempat relokasi penduduk Palestina. Nah utusan khusus Trump, Steve Witkoff, untuk Timur Tengah, mengusulkan Indonesia sebagai tempat tujuan relokasi penduduk Gaza. Saya pikir ini hanya joke. Apalagi Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan “menolak keras segala upaya pengusiran paksa warga Palestina”. Karena apapun alasannya tidak ada orang mau meninggalkan tanah kelahirannya dengan ikhlas kecuali keadaan terpaksa. Dan lagi itu bertentangan dengan upaya perjuangan kemerdekaan Palestina.
Namun dari media Ibrani saya baca. Ternyata walau Indonesia tidak punya hubungan diplomatik, secara diam diam komunikasi khusus terjalin antara Yerusalem dan Jakarta untuk mengembangkan program relokasi tersebut. Dua bulan setelah penolakan dari Kemenlu Indonesia. Prabowo setuju untuk menerima 1000 penduduk Gaza. Alasanya ? “Komitmen Indonesia dalam mendukung keselamatan rakyat Palestina dan kemerdekaannya telah mendorong pemerintah kita untuk bertindak lebih aktif,” kata Prabowo saat hendak memulai lawatan ke luar negeri yang meliputi Turki, Mesir, dan Qatar.
Namun Prabowo punya syarat asalkan dapat persetujuan dari 5 negara TimTeng. Menurut teman, ini cara Prabowo menolak keinginan Trump. Karena kemungkinan besar lima negara middle east tidak setuju dengan alasan relokasi. Bagaimana dengan penampungan sementara? Tentu harus ada jaminan cost dari UNHCR. Kan engga mungkin dalam APBN tercantum pos biaya pengungsi Gaza. Lah rakyat kita aja banyak kelaparan dalam kemiskinan.
Nah kini Prabowo sedang berusaha melobi negara Timur Tengah untuk mengerti alasan Indonesia bersedia menampung penduduk Gaza demi alasan kemanusiaan. Namun kemarin bulan ini , Trump mengatakan bahwa tidak ada warga Gaza yang akan diusir. Kan bingung jadinya. Padahal pada bulan Februari. Dia mengusulkan AS "mengambil alih" Gaza dan mengubahnya menjadi "Riviera middle east" sambil memaksa penduduk Palestina untuk pindah ke Mesir, Yordania, atau negara lain termasuk Indonesia. Kalau Trump tidak jadi mengusir pendudk Gaza, lantas siapa ? apa kehendak Israel saja ?
No comments:
Post a Comment