Tuesday, March 29, 2022

Meritokrasi

 





Meritokrasi adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial. Kemajuan dalam sistem seperti ini didasarkan pada kinerja, yang dinilai melalui pengujian atau pencapaian yang ditunjukkan. Sistem demokrasi sebenarnya bertujuan melahirkan pemimpin berkelas meritokrasi itu. Hanya demokrasi satu hal tetapi penerapannya tiap negara berbeda. Nah cara penerapan ini menentukan hasilnya berbeda. Mari kita lihat dua contoh sistem demokrasi di Iran dan di China.


Iran.

Pemimpin agung dipilih dewan Ahli yang berjumlah 88. Nah 88 orang ini dipilih langsung lewat pemiu. Jadi legitimasi pemimpin agung itu bukan kaleng kaleng. Karena dia dipilih langsung oleh rakyat. Apa tugas pemimpin agung itu ? memilih dewan penjaga. Kekuatan Iran ada pada dewan Penjaga. Mereka terdiri dari enam ahli teologi. Mereka dipilih untuk masa jabatan enam tahun tetapi tidak sekaligus, jadi setengah anggota Dewan berganti setiap tiga tahun.


Apa tugas dewan penjaga ?  menentukan pra syarat siapa yang pantas jadi anggota DPR dan Presiden. Bahkan mereka dengan alasan moral, bisa diskualifikasi anggota DPR yang sudah terpilih dalam pemilu. Memang Presiden dan DPR dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi bukan hak partai menentukan siapa yang pantas dicalonkan. Yang berhak itu adalah lembaga independent ( dewan penjaga ).


Jadi kalau boleh disimpulkan sistem demokrasi di Iran, lebih utamakan meritokrasi. Rakyat disodorkan calon pemimpin untuk dipilih setelah lolos tes dari dewan penjanga. Ukurannya bukan elektablitas atau popularitas tetapi kompetensi dan standar akhlak yang dibuktikan dengan rekam jejak.


China.

Kekuatan dan kunci kekuasaan di China ada pada t Chinese people’s political consultative conference ( CPPCC) atau Konferensi penasihat politik rakyat Cina. Jumlah mereka ada 2.304.  Mereka adalah orang perorang yang bisa saja mereka kader partai, bisa profesional atau apalah. Lembaga ini lembaga independent yang tidak terkait dengan Partai dan tidak dikendalikan pemerintah. Di pilih langsung oleh rakyat secara berjenjang. Mereka yang berhak seleksi calon Presiden, dan DPR/MPR. Ukurannya kompetensi agar meritokrasi jalan.


Bagaimana kualitas anggota CPPCC itu ? anda tahu kan Jacky Chan. Itu aktor tenar sedunia. Dia berjuang 5 kali jadi anggota CPPCC bidang seni dan teater. Selalu gagal. Baru berhasil ke 6 kalinya ikut pemilu. Terakhir dia gagal mempertahankan posisi CPPCC. Karena citra buruk keluarganya. Artinya mereka yang duduk di CPPCC itu memang sudah teruji dan diakui publik pengabdianya kepada negara dan rakyat merasakannya. Dan yang lebih penting secara moral mereka dihormati publik.


Nah bandingkan dengan di Indonesia.Para anggota dewan setelah terpilih langsung oleh rakyat harus mengabdi kepada Partai, Karena nasip mereka yang tentukan Partai. Bahkan calon presiden yang tentukan partai juga. Setelah terpilih jadi presiden, tetap saja partai yang pegang kendali. Presiden tidak bebas berbuat sesukanya. Padahal Partai itu keberadaannya hanya karena UU, dan DPP  yang powerful itu bukan dipilih langsung lewat pemilu tetapi munas.


***

Sistem China dan Iran itu terlaksana karena bagi mereka masalah idiologi sudah selesai. Tidak ada lagi pertentangan diantara mereka. Satu sama lain sepakat focus kerja dan membenahi bangsa. Jadi derap pembangunan hari hari hanya berbicara tentang rencana dan kerja. Tidak ada polarisasi di akar rumput. Tidak ada lagi debat omong kosong soal khilafah, syariah, soal idiologi, soal partai anu atau itu. Setiap orang dihargai karena kinerja dan kompetensi.


Di China dan Iran, anggota dewan hidup sangat sederhana. Karena bagi mereka jadi anggota dewan bukan uang ukurannya tetapi aktualisasi diri dihadapan rakyat. Bahkan di China, anggota dewan tidak dapat gaji dan tunjangan langsung, kecuali honor sidang. Nah bedanya dengan kita. Jabatan anggota Dewan itu pada umumnya mereka yang ingin mengubah nasip. Dari rakyat jelantah menjadi kelas menengah. Maklum sebulan mereka dapat gaji dan tunjangan setiap bulannya bisa mencapai Rp. 62 juta. Itu tidak termasuk SPJ Rp. 5 juta per hari. Fasiitas rumah jabatan (RJA) dan uang pensiun sebesar 60% dari gaji pokok.


No comments:

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...