Tuesday, March 30, 2021

Fenomena PKS

 




Tahun 80an ada tokoh Masyumi yang sangat tidak disukai oleh rezim Soeharto. Dia adalah Muhamad Natsir, mantan Perdana Menteri era Soekarno. Pada tahun 1967, dia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Kemudian di era Soehato, DDII mendirikan Lembaga Mujahid Dakwah yang dipimpin oleh Dosen ITB Ahli Fisika bernama Imaduddin Abdulrahim. Dari Masjid Salman ITB lah asal muasal gerakan agama di kampus yang kemudian melahirkan Lembaga Dakwah Kampus disetiap universitas. Perkembangan yang pesat ini juga karena peran Soeharto yang terus menekan gerakan islam sehingga mendorong lahirnya gerakan kaum terpelajar dari kampus. Sementara pada waktu bersamaan HMI lebih memilih bergandengan dengan rezim Soeharto.


Selema era Soeharto. LDI sengaja menjauh dari segala aksi turun ke jalan menentang Soeharto. Jadi tidak ada mahasiswa LDI yang masuk bui atau diculik oleh rezim Soeharto. Mereka lebih focus melakukan program pendidikan kepemimpinan dan dakwah kepada mahasiswa. Namun tahun 1998 setelah gerakan pro demokrasi Megawati mendapat angin dari rakyat untuk menjatuhkan Soeharto, LDI ambil peluang ditikungan dengan mendirikan KAMMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Selanjutnya KAMMI menggerakan semua kadernya di kampus untuk turun kejalan menuntut reformasi dan jatuhkan Soeharto. Setelah Soeharto jatuh, bulan Juli 1998, para elite KAMMI mendirikan PK atau partai keadilan.


Tapi pada Pemilu 1999, PK hanya dapat suara 1,36% atau 7 kursi di DPR. Maklum ketika itu, rakyat Indonesia sedang euforia kepada PDIP yang dianggap berjasa dan digaris depan menjatuhkan rezim Soeharto. Kekalahan ini menimbulkan faksi di dalam PK. Sehingga elite KAMMI yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin berhasil memegang posisi pimpinan, dan mengganti PK menjadi PKS. Tentu dengan platform baru, beda dengan awal didirikan yang condong kepada Masyumi. PKS mengukuhkan diri sebagai partai kader. Pada Pemilu 2004 PKS berhasil meraup suara 7.34% dari total perolehan suara nasional. Pada Pemilu tahun 2009 PKS menempati urutan ke empat partai besar.


Namun pada Pemilu 2014 suara PKS turun jadi 6,79%.  Yang menggerus suara PKS adalah karena PKS menyatakan sebagai partai terbuka pada tahun 2008. Kekuatan akar rumput yang merupakan ormas menentang keras, termasuk HTI yang aktif menggembosi suara PKS. Turunnya suara PKS tahun 2014,  berdampak pada tergusurnya gerbong faksi yang beraliansi ke IM, yang diaggap gagal mesosialisasikan PKS sebagai partai terbuka.   Kepemimpinan Anis Matta, PKS kembali solid dan focus mengkukuhkan diri sebagai partai terbuka dan terus dipertahankan  oleh penggantinya. Pileg 2019, PKS berhasil menaikan perolehan suaranya jadi 8,21%. 


PKS berpartisipasi di 230 pada Pilkada seretak tahun 2020. PKS menang di 120 daerah. Dalam Pilkada serentak juga berkoalisi dengan beberapa partai, termasuk dengan PDIP. Bahkan PKS juga mendukung calon kepala daerah yang kristen, seperti di Simalungun dan lainnya. Sejak PKS menjadi partai terbuka, saya seperti membayangkan dulu Soekarno pernah menerapkan ide NASAKOM ( Nasionalis, Agama, dan Komunis), yaitu sebuah ide menggabungkan  semua barisan nasional dalam satu gerbong. Namun akhirnya gagal. Karena kelompok islam dan Komunis ogah dipimpin oleh Nasionalis. 


Menurut saya yang paling berjasa mereformasi PKS dari partai berbasis dakwah dan tertutup menjadi partai terbuka adalah Anis Matta, dan itu tentu berkat dukungan ahli dari Soeripto mantan Petinggi BIN. Entah mengapa sejak keluar dari PKS, malah Anis Matta bersama Fahri Hamzah justru membuat partai sendiri yaitu Partai Gelombang Rakyat (Gelora). 


Charta Politika melakukan survei terkait elektabilitas partai. Hasilnya?  PKS masuk lima besar partai atau urutan keempat, menggeser Golkar dan Nasdem. Dalam survey tidak ada peningkatan suara PKS secara significant. Namun karena partai lain melemah, PKS naik kelas. Dari hasil survey ini, tentu jadi peringatan bagi partai Golkar , Nasdem dan PD. Intrik politik untuk menggembosi citra PKS kemungkinan ada saja lewat kasus hukum kadernya. Nanti kita liat saja. Politik itu dinamis

No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...