Wednesday, March 3, 2021

Bisnis Miras dan Legalitas

 


Sebagai kelanjutan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menetapkan industri minuman keras (miras) sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Industri tersebut sebelumnya masuk kategori bidang usaha tertutup. Namun bukan bearti terbuka atau bebas dimana saja. Itu hanya berlaku di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Bagi UMKM dan Koperasi bisa mendapatkan izin usaha Miras. Kecuali untuk Asing harus dengan  investasi diatas Rp. 10 miliar.


Saya tidak meliat ada masalah dari adanya Perpres 10/2021 itu. Dasar hukumnya jelas yaitu UU Cipta kerja. Tugas Presiden harus melaksanakan amanah UU. Sikap Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menyayangkan lahirnya kebijakan Pemerintah yang memperbolehkan industri minuman keras (miras) dijual secara terbuka di Indonesia. Itu sangat lucu dan melucukan. Itu juga membuktikan kompetesi dia sebagai dewan memang low class. Mengapa ? bagaimana mungkin seorang anggota MPR dan juga pimpinan  MPR engga paham amanah UU, yang sudah disahkan DPR. Tepok jidat dah.


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis menegaskan melegalkan investasi minuman keras (miras) itu sama saja mendukung beredarnya miras sehingga hukumnya haram. Sikap MUI jelas melawan Hukum dan UU NKRI.  Soal haram itu berkaitan dengan Fikih yang hanya berlaku bagi umat islam. Soal penerapan UU tidak ada istilah haram. Negeri ini bukan negara islam dan dihuni bukan hanya oleh umat islam. MUI harus bisa menempatkan diri pada tempatnya dan tidak seyogia melewati batas itu.  Tugas MUI adalah mendidik umat islam agar mereka patuhi syariah islam dengan keimanan.


Hal hal yang mengkawatirkan soal dampak miras terutama dari segi kesehatan, itu kesimpulan yang tidak 100% benar. Porsi wajar dari minuman keras, terutama bir dan anggur merah (red wine), dapat menurunkan risiko penyakit jantung hingga 40 persen. Temuan ini dilaporkan oleh sebuah studi tinjauan yang mengamati lebih dari 100 penelitian milik Harvard School of Public Health, dilansir dari Live Strong. Para peneliti dari Mediterranean Neurological, membuktikan, miras selain bagus untuk kesehatan jantung, minum anggur merah juga diketahui dapat membantu menurunkan berat badan, mengurangi pikun, meningkatkan sistem imun tubuh, dan mencegah pengeroposan tulang.


Kalau alasan penyakit sosial terjadi akibat Miras itu terlau melambung argumennya. Penyakit sosial tidak 100% karena miras. Penyebabnya luas sekali, dan namun sumber masalah ada pada sistem yang tidak berkeadilan terutama karena miskin cinta. Terlepas dari semua argumen menolak Perpres 10/2021, jelas arahnya adalah politik. Tujuannya mendapatkan simpati umat islam garis keras. Berharap bisa melontarkan suara Partai di pemilu 2024 dan menang dengan cara mudah.  Tapi khusus Anies engga boleh disalahkan walau janjinya melepas saham Miras milik Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk gagal, bahkan penguasaan saham ditambah.


***

Babo mengapa sih terus berdebat soal haramnya Miras? kata nitizen. Saya tidak mau berdebat soal itu. Pasti tidak akan  ada ujungnya. Dan akhirnya bertengkar. Apapun itu, bahkan soal agama kalau kita bertengkar, yang kita dapat bukan pahala tapi dosa. Padahal tidak ada yang 100% benar. Tidak juga ada yang salah. Di Islam itu pemahaman agama itu berdasarkan Mahzab.  Fatwa Syekh Yusuf Qardhawi tentang minuman berenergi yang mengeluarkan fermentasi 0,5 persen boleh diminum. Dia bermazab Hanafi.


Kalau tidak memabukkan, ya engga apa-apa. Kecuali sesuatu yang sudah qoth'i (sesuatu yang sudah pasti hukumnya dalam Al quran dan hadist). Bahkan Hanafi, bilang, bir dan arak itu bisa untuk bersuci (wudhu atau mandi junub). Mau bungkam mulut Syekh Yusuf Qardhaw? ya engga bisa. Dia menganut mahzab Hanafi. Anda yang syafii, itu terserah anda juga. 


Muslim di China umumnya suku Hui bermahzab Hanafi. Di restoran muslim. Mereka jual bir.  Itu yang saya suka kalau resto muslim di China. Anda mungkin berpikir, kok enak saja orang bermahzab Hanafi. Soal khilafiah memang longgar. Enak ? Engga juga. Perhatikan urusan zakat. Hanafi sangat ketat. Semua hasil bumi termasuk bayam harus dizakati. Tapi  bagi syafii, oh engga begitu. Yang dizakati itu hanya makanan pokok aja. Enak ya Syafii. Engga enak Hanafi.


Bahkan zakat maal, Hanafi sangat ketat. Setiap pendapatan harus dizakati langsung. Kalau anda mendapatkan rezeki Rp 10 juta saat itu harus keluar zakatnya. Syafii, oh engga begitu.  Bayar zakatnya tunggu setahun. Di China suku Hui tidak ada yang miskin. Karena berkat sistem zakat itu distribusi modal terjadi efektif. Akibatnya orang pada makmur semua. Bahkan mereka bingung sekarang. Cari orang yang mau dizakati engga ada. Kebalik dengan yang bermahzab Syafii.


Jadi gimana menyikapinya ? Engga usah dipikirin soal perbedaan itu. Masalah fatwa masalah khilafiyah. Itu biasa saja. Suka tidak suka, itu soal pilihan. Mau diberdebatkan, monggo. Tapi jangan ngotot maksain anda paling benar. Pemaksaan itu justru anti Al Quran.


***

Presiden sudah keluarkan pernyataan. Bahwa lampiran Perpres No. 10/2021 dicabut. Dengan demikian ketentuan UU Cipta kerja bahwa Miras terbuka untuk investasi atau dikeluarkan dari negatif investasi tidak ada lagi pengecualian hanya untuk daerah tertentu saja. Bisa dimana saja. Dengan demikian pengaturan ulang distribusi perdagangan miras tidak perlu ada lagi.  Dengan demikian kembali seperti sebelumnya. Bebas bisnis miras. 


Saya akan membuat penilaian dari sisi bisnis.  Bisa benar bisa salah. Tapi cukup liat otak bisnis saya aja. Engga usah serius amat. Katakanlah saya sebagai disributor dan importir Miras. Selama ini saya dapat kemudahan impor dan tentu bisa main mata sama aparat. Impor 1000 botol, masuknya 10.000. Bisa dong. Apa lagi perbedaan harga impor dengan harga market beda jauh.


Contoh saja. Wine itu harga impor hanya Rp, 50.000 ( dibawah 1 tahun). Per botol. Pajak dan cukai 75%. Pajak Pemda 75%. Totalnya jadi Rp. 225.000. Saya jual diatas Rp. 500.000 perbotol. Cuan diatas 100%.  Itu baru wine, belum lagi Miras kelas Wisky, engga tanggung tanggung untungnya. Perbedaan harga impor dengan haga lokal bisa 4 kali lipat. 


Market ? engga usah repot. Kalau anda dapat izim impor miras dan distributor. Para agent setor uang didepan sebelum barang sampai. Jadi anda engga keluar modal sama sekali. Jadi keluarnya apa ? ya  lobi ..lobi semua pihak. Caranya? nonton aja film mafia.. Gimana mereka bayar semua pihak yang terlibat. Engga bayar? ya digrebek oleh aparat. Sudah banyak contoh aparat musnahkan miras impor. 


Kok begitu? Karena selagi bisnis diatur, ya peluang rente terbuka untuk semua pihak. Beda kalau bisnis engga diatur. Persaingan akan terbentuk. Rente makan bakiak.  Terus gede engga cuan bisnis mabok ini? gede banget. Bayangin aja pajak resmi tahun 2019 diterima pemerintah sebesar Rp. 7,4 triliun. Itu yang resmi. Yang engga resmi? Lebih gede lagi. Mungkin 10 kali lipat.


Makanya jangan kaget RUU Larangan Minuman Beralkohol   (LMB) tidak dapat respon meriah dari semua pihak termasuk Ormas dan MUI. Padahal kalau benar benar mau jalankan ajaran islam, cobalah perjuangkan untuk golkan RUU LMB. Mau engga ? Faktanya sejak diusulkan pada 2015 sampai kini tertunda pemabahasanya. Pembatalan Lampiran Perpres 10/2021, itu artinya bisnis miras tetap cuan dan tetap pesta..Engga ada yang usik. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan berbisnis di Indonesia.


***

Saya ingin memperjelas duduk persoalan mengenai pembatalan Perpres 10/2021.  Tujuannya agar kita bijak bersikap. Apakah sudah benar langkah kita menolak atau sudah benar perpres itu. 


Pertama. Perpres 10/2021 itu diterbitkan berdasarkan UU Cipta Kerja. Pada Pasal 12 ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan, semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Nah Perpres itu adalah turunan dari UU Cipta kerja yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Dalam hal ini Jokowi tdak salah. Sangat berniat baik.


Kedua. Apakah bijak bila Lampiran Perpres 10/2021di bagian ketiga nomor 31,32,33 itu dicabut. Artinya tidak adalagi izin investasi miras khusus kepada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Tetapi bisa dilakukan dimana saja. Berdasarkan aturan yang lama aja sudah ada 109 izin untuk minuman beralkohol di 13 provinsi. Apalagi tidak ada aturan pada perpres. Ya akan makin rame investasi miras.


Ketiga. Dengan tidak adanya Kepres 10/2021 maka Pasal 12 ayat (1) tidak ada pembatasan atau pengaturan pemerintah pusat.  untuk bidang investasi Miras. Memang hak bupati dan Gubernur ikut terlibat dalam proses perizinan. Apa jaminannya mereka tidak akan meloloskan izin tersebut. Ormas atau LSM? apa jaminannya tidak terpengaruh lobi pengusaha yang mau bangun pabrik Miras.


Keempat. Berkaitan miras ini ada dua hal, yaitu produksi dan perdagangan. Kalau produksi dilarang. Bagaimana dengan perdagangan? Selama ini perdagangan miras marak. Pedagang dapatkan miras dari Impor. Dasar hukumnya kuat. Yaitu perpres Perpres Nomor 74 Tahun 2013 yang ditandatangani oleh SBY tanggal 6 Desember 2013. 


Dengan empat hal  tersebut diatas, maka soal sikap ormas islam yang menolak perpres 10/2021,  ini blessing in disguise bagi pengusaha miras dan tentu Pemerintah. Jalan toll tecipta bagi investasi miras dan lainnya. Terimakasih Ustad dan Ulama. Kalian sangat bijak kepada pengusaha miras dan Pemerintah. Sehat selalu ya…

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...