Sebagai pra-syarat dari tuntutan pro demokrasi kepada rezim reformasi adalah adanya lembaga independent yang bertugas memberantas korupsi. Dari kalimat “ memberantas “ itu terkesan sangat emosional. Seakan kita ingin melahirkan negara suci bersih dari segala korupsi dan pelaku korupsi diganyang ( diberantas). Padahal dalam kehidupan ini, dua hal yang pasti tidak akan bisa diberantas. Apa itu? korupsi dan prostitusi. Makanya negara manapun lembaga semacam KPK disebut Anti Corruption. “Anti “ itu bermakna sikap mental. Jadi lebih kepada pembinaan karakter lewat aturan dan hukum yang berorientasi kepada menghindari perbuatan korupsi dan sistem pengawasan yang ketat.
Mungkin karena ada kalimat pemberantasan makanya dalam perjalanan KPK terkesan bernuansa politik. Walau ia lahir dari konsensus Politik namun seharusnya petugas KPK bekerja profesional sesuai dengan UU dan Hukum yang ada. KPK lahir di era Megawati namun mulai beroperasi penuh era SBY. Di era SBY, KPK seperti wadah arisan elite politik partai koalisi pemerintah. Partai A boleh lakukan itu tapi Partai B kalau melakukan tangkap. Kalau ada partai koalisi yang tidak loyal, tangkap. Kalau ada elite partai penguasa yang terlalu rakus, tangkap. Kalau Ketua KPK ngeyel mau lawan penguasa dan membawa kasus yang berhubungan dengan penguasa, dikrimanalkan lewat rekayasa seperti kasus Antasari.
Sementara elite partai koalisi penguasa semakin merajalela melakukan KKN secara massive seperti terungkapnya kasus Nazaruddin. Begitu massive nya KKN yang dilakukan Nazarudin namun dia hanya di penjara karena satu kasus : wisma atlet. Tapi karena itu, politik stabil dan keamanan terjaga. Tidak ada kampret dan bigot yang teriak. Zero enemy istilah SBY memang telah membuat semua pihak nyaman, dan KPK bekerja atas dasar tebang pilih sesuai arahan dari penguasa. Lihatlah kasus perseteruan antara KPK dan Polisi, Cicak dan buaya. Sampai sampai presiden SBY mengintervensi dengan membentuk team segala. Tanpa disadari KPK sudah menjelma jadi kekuatan Politik.
Di era setelah SBY, situasi KPK berbeda. Kalau tadinya KPK terseret dalam arus politik kepentingan penguasa, namun di era Jokowi lambat namun pasti KPK terseret dalam kepentingan politik idiologi. Sifatnya tidak lagi senyap namun gaduh. Orientasinya membangun citra distrust terhadap semua pejabat dan lembaga negara. Narasi ini dibangun lewat operasi OTT. Ketua MK masuk bui. Ketua DPR masuk bui. Ketua DPD masuk bui. Kantor MA dan DPR digeledah. Gubernur, Bupati, Walikota, Jaksa, Hakim ditangkap. Maka jadilah KPK sebagai lembaga hero dan super suci. Orang ramai bertepuk tangan. Marwah lembaga negara hancur. Sementara fungsi KPK dalam hal pencegahan tidak dilaksanakan secara efektif.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa jamin semua yang dikerjakan KPK itu benar. Kan ada pengadilan?. Semua terbukti kasus yang dibawa KPK ke pengadilan dimenangkan KPK. itu juga benar. Tapi mengapa uang yang bisa dikembalikan kepada negara rendah. ? KPK tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi. KPK hanya mengusut kasus-kasus kecil. Sedangkan, pengusutan kasus-kasus besar dinilai hanya menyentuh pada level pelaku minor. Hak istimewa yang dimiliki KPK tidak sepadan dengan uang negara yang bisa diselematkan. Mengapa ? karena tidak ada lembaga yang boleh mempertanyakan prestasi KPK. Tidak boleh meragukan otoritas KPK yang begitu besar. KPK lembaga superbody yang mengawasi dirinya sendiri tanpa ada hak lembaga lain mengawasinya.
Di era Jokowi, KPK sudah menjadi lembaga Politik. Menurut FH, ada faksi di KPK. Faksi islam dan Pancasila. Antar faksi ini terjadi perseteruan dalam senyap. Sampai akhirnya penyidik KPK melaporkan kepada DPR tentang kebobrokan KPK, dan ini memicu DPR mengeluarkan hak angket. Namun kandas akibat tekanan LSM. Ini kalau diteruskan, KPK akan jadi pemicu meruntuhkan negara secara sistematis. Mengapa ? Apabila rakyat sudah distrust kepada penyelenggara negara maka ekonomi akan oleng. Lambat laun program pembangunan akan mandek. Arus investasi akan drop. Mata uang akan runtuh. Keadaan ini akan memaksa orang akan menengok kepada yang lain. Apa solusinya : Khilafah. Bubarkan Pancasila. Karena hanya menghasilkan rezim brengsek. Tidak ada lagi pemilu. Tidak ada lagi demokrasi. Solusinya ? Sistem khilafah. Yang berkuasa kadal gurun. Mau.?
Itu sebabnya UU KPK harus direvisi, dan itu hak presiden bersama DPR. Karena mereka dipilih langsung oleh Rakyat. Itu sebabnya ketua KPK yang baru berasal dari POLRI agar bisa membersihkan faksi yang ada di KPK dan sekaligus membawa KPK sesuai dengan amanah UU. Harus ada Dewan Pengawas agar ada lembaga independent yang mengawasi kinerja KPK dan menilai prestasinya. Karyawan KPK dan Komisioner KPK bukan orang istimewa. Mereka hanya orang gajian. Tidak ada hak mempertanyakan kebijakan Politik Presiden. Kalau engga percaya dengan presiden, silahkan keluar dan jangan terima gaji lagi. Kalau engga percaya dengan sistem, minggat dari negeri ini. Setelah itu silahkan teriak sesukanya. Sederhana kan.
***
***
Kasus ditangani KPK
Sofian Basir dirut PLN dijadikan tersangka. Kasusnya diduga mendapatkan janji komisi dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Bersama Sofian juga kena Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Bayangkan dirut PLN, Anggota DPR, Menteri, dan Pengusaha digelandang ke penjara berjaket orange. Hancurlah mereka.
Mungkin anda semua menduga bahwa kasus ini menyangkut kerugian negara yang besar. Sebetulnya tidak ada uang APBN yang dimakan. Tidak ada uang PLN yang keluar untuk proyek ini. Pembiayaan proyek Listrik ini semua berasal dari Swasta. PLN bahkan dapat saham dalam proyek ini walau tidak setor modal cash ( Share loan). Kalau proyek ini terlaksana maka, akan menambah portfolio PLN dan sumber income serta sumber daya bagi PLN. Kalau perusahaan ini untung, negara akan dapat pajak.
Lantas mengapa ini jadi kasus? karena persaingan bisnis. Pemrakarsa proyek ( Blackgold Natural Resources Limited) berusaha dapatkan izin konsesi pembangun listrik dimulut tambang batubara. Yang inginkan proyek ini bukan hanya Blackgold tetapi ada juga pihak lain yang berminat. Disinilah pertarungan mendapatkan peluang. Lobi kepada DPR tidak bisa dihindari. Karena DPR punya akses kepada BUMN dan Menteri untuk meloloskan pemrakarsa proyek yang didukungannya. Tentu ada uang yang ditebar dan ada pula janji fee. Secara hukum anggota DPR jelas salah. Karena menerima suap. Dirut PLN juga salah, karena dapat janji fee.
Saya tidak mempermasalahkan hukum atas suap dan janji fee. Saya mempermasalahkan mengapa yang jelas merugikan APBN seperti 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak sejak 2007 lalu dengan total mencapai 627,8 Megawatt (MW), sampai sekarang saya belum dengar ada pihak yang kena tangkap KPK karena proyek mangkrak itu. Sehingga tidak ada kerugian negara yang bisa diselamatkan. Sementara proyek yang engga ada uang negara dirugikan, cepat sekali tangkapnya. Apakah karena pesanan dari kompetitor bisnis yang kalah bersaing?
Kalau dibuat daftar lebih panjang. Akan nampak hal yang patut dipertanyakan keseriusan KPK memberantas Korupsi. Ada 18 kasus besar yang digantung engga jelas. Nilainya ratusan triliun kerugian negara. Contoh sederhana kasus kerugian negara terhadap Petral ( Trading arm Pertamina untuk Minyak ). Yang dijadikan tersangka hanya Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013 yang juga mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral). Padahal publik semua tahu bahwa Petral itu dikuasai oleh Mafia Migas yang melibatkan elite politik dan pengusaha rente. Saya yakin dari Bambang Irianto, KPK tidak akan dapat recovery asset atas mega skandal migas yang merugikan negara puluhan triliun. Karena Bambang Irianto hanya boneka dan bukan real player yang kaya raya dari adanya Petral.
Sepertinya sama dengan kasus Nazaruddin yang mengangkangi begitu banyak proyek dan menguntungkan banyak pihak tetapi Nazaruddin hanya kena kasus Wisma Atlet. Tidak banyak uang negara yang bisa diselamatkan dari kasus Nazaruddin itu. Begitu juga kasus pelanggaran Freeport sesuai laporan pemeriksaan BPK nomor 6/LHP/XVII/2017 tanggal 21 April 2017 periode 2009-2015. KPK tidak bergerak. Padahal kerugian negara sangat besar. Menurut KPK kasus besar itu tidak gampang mengusutnya. Yang gampang itu duduk santai depan komputer sadap orang telp, kemudian tangkap. Panggil media TV untuk meliput. Citra didapat, pahlawan kebenaran disematkan.
Pencegahan korupsi
Tahun 2004 saya bertemu pejabat PU china di kantornya. Dia menunjukan maket jalan kereta. Dia bilang ini akan jadi mega proyek. Tapi tahukah kamu, selama proyek ini berlangsung akan banyak kader partai yang akan masuk penjara dan kena hukuman mati. Mengapa ? Mereka terjaring team Anti korupsi. Saat itu KPK china memang sedang santer melakukan penangkapan pejabat yang terlibat korupsi. Setiap OTT bukan hanya pejabat yang kena jerat tetapi juga banyak pengusaha yang ikut ditangkap. Maklum setiap tindak korupsi pasti melibatkan pengusaha. Lambat laun keadaan semakin mencekam bagi kalangan pejabat dan pengusaha. Expansi negara dalam belanja melambat. Tingkat realisasi APBN terus menurun. Ini sangat mengkawatirkan elite partai komunis yang berkuasa.
Ancaman stuck pertumbuhan berkelanjutan akan terjadi hanya karena gerakan anti korupsi. Belum lagi didaerah KPK kerjasama dengan kader partai yang mau membayar untuk menghabisi saingannya. Maklum motif bersaing sesama kader partai kadang menggunakan KPK untuk merekayasa OTT. Ini tidak bisa dihindari, sama seperti waktu revolusi kebudayaan. Antar kader saling fitnah untuk menghabis teman sendiri demi karir bisa melesat naik. Karena itulah dibentuk Dewan Pengawas yang langsung dibawah presiden. Sementara KPK dibawah PM. Apa yang terjadi? Korupsi tetap tidak berkurang. Bahwa antara KPK dan pengawas saling intai untuk menyerang. Wakil walikota Beijing di hukum mati karena OTT. Padahal karier nya sangat cemerlang dan bersih.
Tahun 2008, china masuk dalam perang terhadap korupsi secara menyeluruh lewar sistem pencegahan. Saat itu E-goverment china sudah terintegrasi. Lewat e-goverment, semua aplikasi belanja dan perizinan terhubung dengan KPK china. KPK China juga melengkapi setiap kementerian, instansi , BUMN, dengan aplikasi Good governanf risk management compliance. Sehingga sebelum orang atau Instasi melakukan korupsi sudah ada peringatan dini dalam bentuk suspection report secara online ke KPK. Ini otomatis menghentikan semua rencana untuk korupsi. Jadi rencana saja sudah terdeteksi, apalagi berbuat. Tanpa disadari KPK china telah berfungsi melaksanakan reformasi birokrasi secara luas. Itu memungkinkan karena kekuasan KPK sangat luas dan langsung dibawah presiden. Otomatis birokrasi jadi bersih.
Apakah cukup ? Belum. KPK China mengeluarkan surat kepada seluruh Pemda bahwa tempat hiburan malam dan restoran mewah dilarang dikunjungi oleh pejabat pemerintah ( sipil maupun militer ). Semua tempat hiburan dipasang CCTV. Cukup? Belum. KPK china juga menetapkan transaksi diatas 10.000 yuan , pedagang wajib meminta konsumen melampirkan KTP. Kebayang kan, kalau PNS belanja, pasti masuk file suspect kalau gajinya engga memadai untuk belanja. Semua rekening bank PNS di monitor oleh KPK china. Apabila kena sistem Good Governant compliance langsung di suspect. Hanya masalah waktu akan dipanggil oleh KPK. Apalagi sekarang lebih 50% transksi telah menggunakan aplikasi E-money, akan semakin mudah memonitor rekening dan lalulintas uang antar orang.
Dengan sistem pencegahan itu, korupsi massive dapat dicegah. KPK china juga menggunakan aksi Shock terapi dengan hukuman mati bagi koruptor dan ditayangkan langsung TV. Para keluarga dimiskinkan. Cukup ? Belum. Pendidikan Anti korupsi diberikan sejak bangku SD. Film propaganda tentang bahaya korupsi ditayangkan berseri oleh TV dan dikemas dalam seni hiburan namun mendidik. Pencegahan korupsi bukan hanya soal memerangi korupsi tetapi membangun mental anti korupsi. Di Indonesia, 17 tahun KPK hanya buang waktu yang berharga dan hampir harapan reformasi pupus. Itu karena KPK berpolitik, tidak profesional. Padahal amanah UU sangat ideal kepada KPK. Kekuasannya sangat besar tapi hasil minimal. Revisi UU seharunya menguatkan Fungsi KPK namun juga memaksa KPK profesional dalam sistem check and balance.:
***
Check and Balance.
Kekuatan demokrasi itu adalah pada sistem check and balance. Mengapa ? Karena tidak ada manusia yang sempurna. Tidak boleh ada orang menganggap dirinya suci. Semua orang berpotensi jahat, dan juga berpotensi baik. Nah dengan adanya check and balance maka semua orang diawasi dengan ketat. Bukan mengungkung kebebasan sebagai inti dari demokrasi tetapi memberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Ini harus dipahami. Karenanya kita engga perlu risau bila presiden, kepala darah, DPR/D di kritik dengan keras. Kita juga tidak boleh alergi bila polisi, jaksa , hakim di anggap tidak becus. Itu bagian dari check and balance.
Bagaimana check and balance itu dibangun? ya melalui hukum. Hukum itu dalam bentuk UU dan peraturan yang ada. Semua orang dan institusi berbaiat dan patuh kepada UUD dan UU. Jadi kekuasan tertinggi itu ada pada UUD dan UU. Siapa yang create UUD dan UU itu. Ya rakyat melalui perwakilan di DPR. Loh kan DPR engga bisa dipercaya. Itu boleh saja anda bersikap, terutama kelompok khilafah yang memang anti demokrasi. Tetapi anggota DPR itu dipilih langsung oleh Rakyat lewat Pemilu. Mungkin anda tidak memilih karena golput seperti HTI, tetapi orang lain memilih. Dari mereka yang terpilih itulah lahir konsesus dalam bentuk UUD Dan UU.
Karenanya setiap lembaga, termasuk perusahaan ada Dewan Pengawas. Ini untuk memisahkan yang operasional dengan fungsional. Yang pegang duit dengan yang catat pengeluaran. Agar masing masing berfungsi sesuai dengan tugasnya, dan tidak saling intervensi. Lantas siapa yang mengawasi Dewan Pengawas? Kalau dalam lembaga pemerintah atau negara, pengawasnya adalah rakyat, dan ini diwakili oleh Presiden dan DPR. Kalau di perusahaan ya pemegang saham. Kalau terjadi penyipangan operasional , yang pertama disalahkan pemegang saham adalah Dewan pengawas ( komisaris).
Saya pernah bertanya kepada Teman di Hong Kong. Bagaimana Hong kong dari negara paling korup di dunia bisa dalam 10 tahun bersih dari korupsi ? Menurutnya,
" Hong Kong punya lembaga anti korupsi, namun kehebatan pemberantasan korupsi itu karena sistem check and balance nya sangat kuat. Kita sadar semua pejabat itu brengsek. Termasuk juga petugas Anti Korupsi. Karena mereka lahir dari konsesus politik yang normal. Tetapi kita tidak bisa terus menerus menghakimi pejabat itu sehinga timbul stigma bhawa semua brengsek, sehingga menimbulkan distrust terhadap negara. Kalau ini terjadi maka kita bukan sedang membangun budaya anti korupsi tetapi sedang menggali kuburan untuk negara yang kita cintai. Makanya sistem check and balance itu lah yang harus dibangun."
" Hong Kong punya lembaga anti korupsi, namun kehebatan pemberantasan korupsi itu karena sistem check and balance nya sangat kuat. Kita sadar semua pejabat itu brengsek. Termasuk juga petugas Anti Korupsi. Karena mereka lahir dari konsesus politik yang normal. Tetapi kita tidak bisa terus menerus menghakimi pejabat itu sehinga timbul stigma bhawa semua brengsek, sehingga menimbulkan distrust terhadap negara. Kalau ini terjadi maka kita bukan sedang membangun budaya anti korupsi tetapi sedang menggali kuburan untuk negara yang kita cintai. Makanya sistem check and balance itu lah yang harus dibangun."
Menurut saya polemik sekitar Revisi UU KPK , terutama dari pro KPK atau anti revisi UU KPK, sengaja membangun citra distrust terhadap penyelenggara negara. Kalaulah mereka memang punya niat baik membangun sistem yang kuat untuk pencegahan dalam konteks pemberantasan korupsi, tidak seharusnya mereka alergi dengan sistem check and balance. Kecuali mereka memang anti demokrasi, seperti kelompok HTI, yang menginginkan kekuasaan absolut, mengangap diri suci dan tersuci. Protes langsung dapat cap kafir anti Al Quran.
***
Ketua KPK Baru.
Menurut Presidium Indonesia Police Watch (IPW), yang paling ditakutkan oleh oknum KPK, ada dua, dan dua duannya dari Polri, yakni Antam dan Firli. Antam sudah gugur dalam proses seleksi. Namun Firli dapat serangan luar biasa dari KPK. Dalam konferensi pers, KPK menyatakan Firli diduga melakukan dugaan pelanggaran berat. Kesimpulan itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK merampungkan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018. Otomatis informasi itu tersebar keseluruh publik . Menjadi amunisi para hater Jokowi untuk menyalahkan Jokowi. Ada yang bilang Jokowi ikut melemahkan KPK.
Pada waktu bersamaan terjadi pembunuhan karakter dan harkat martabat Firli. Pertanyaannya adalah benarkah pernyataan KPK itu? Hasil temuan Pansel membuktikan itu. Pertama, tidak ada keputusan dewan Pengawasan Internal KPK tentang pelanggaran etik berat bagi Firli. Kedua, tidak ada Pengaduan Masyarakat (PIPM) formil yang mengindikasikan Firli melakukan pelanggaran berat etik. Dengan dua bukti itu maka jelas tidak ada alasan bagi Pansel untuk tidan meloloskan Firli. KPK paksa agar pansel menmperhatikan rekam jejak Firli, Rekam jejak apa ? Semua lembaga terkait seperti BIN dan lainnya memberikan record clean kepada Firli. Sementara KPK hanya memberikan cerita saja. Gimana mau diperhatikan, kalau tanpa bukti dan fakta hukum.
KPK beralasan Firli semasa menjabat deputi penindakan KPK melakukan pertemuan dengan TGB. Salahkah ? Ketika pertemuan itu terjadi status TGB belum tersangka dan sampai kini tidak pernah jadi tersangka. Tidak ada larangan petugas KPK bertemu dengan seseorang yang belum dikeluarkan surat penyidikan ( Sprindik ). Dan lagi pertemuan itu diruang terbuka, lapangan tenis disaat Firli sedang main tenis dengan Danrem, yang kebetulan ada TGB. Secara logika tidak ada yang bisa dibicarakan secara khusus ditempat terbuka itu dimana banyak orang menjadi saksi.
Sikap pimpinan KPK yang demontratif menyerahkan surat mandat kepada Presiden adalah sekedar menegaskan mental mereka selama ini. Bahwa mereka bukan profesional. Mereka tak ubahnya politisi yang berani melakukan manuver untuk meningkatkan tensi politik semakin keras kepada Presiden. Ya tak ubah seperti politik “ganti presiden”. Apapun salah Jokowi kalau tujuan politik tidak tercapai.
Kepada Pak Firli, selamat bekerja. Pada akhirnya apapun itu, anda harus buktikan bahwa anda tidak seperti yang dituduhkan oleh oknum KPK. Dan itu harus dengan kinerja lebih baik. Anda harus membuktikan bahwa Perwira Polri tidak seburuk cerita orang. Anda harus buktikan itu. Selagi anda benar, rakyat akan mendukung anda dalam doa selalu. Perang terhadap korupsi harus di menangkan Pak. Itu sama seperti perang terhadap teroris.
***
***
Saya percaya Jokowi.
Saya tidak dalam memihak kepada yang Pro maupun yang kontra mengenai KPK. Saya tetap konsisten membela keberadaan KPK. Karena sampai saat ini saya percaya bahwa perlu ada lembaga yang kuat untuk memberantas korupsi. Apalagi amanah UU KPK dimana penanggung Jawab pemberantasan Korupsi itu adalah Presiden. Kebetulan saya pendukung Jokowi. Tentu saya berkeingian presiden yang saya pilih dapat sukses melaksanakan tugasnya. Saya percaya bahwa secara pribadi, Jokowi berniat baik dan tidak terindikasi melakukan konspirasi politik untuk memperkaya diri.
Saya mengamati perjalanan KPK selama ini, dan kaitannya dengan posisi Jokowi sebagai presiden. Juga dapat informasi dari teman teman yang pernah berurusan dengan KPK. Bahwa ibarat bandul , selama ini posisi KPK seperti berayun ayun ke kiri dan kanan. Sulit berada ditengah tengah. Mengapa ? karena kekuasaanya yang maha besar dan tak tersentuh oleh lembaga manapun, maka tekanan politik kepada Jokowi sangat besar kalau ada pejabat kena kasus korupsi dan menjadi target KPK.
Elite partai akan berusaha menekan Jokowi dengan segala cara agar kasus dihentikan. KPK memang nampak garang kepada kader partai yang jadi pejabat dan sudah masuk daftar kick out elite partai. Pejabat itu mudah sekali kena OTT. Tetapi elite partai yang sangat berpengaruh, kasusnya sulit diungkapkan. Jokowi tidak bisa menghidari permainan politik tingkat tinggi yang memanfaatkan KPK sebagai mesin penggilas lawan politik atau sebagai senjata kompromi politik. Mengapa ? Karena Jokowi ada ditengah tengah pusaran sistem itu sendiri. Ini berbahaya. PDIP sangat memahami ini.
Hal maksimal yang dilakukan Jokowi adalah dengan tidak melakukan intervensi KPK dan membiarkan sistem bekerja walau dia tahu sistem itu sangat lemah. Gagalnya eKTP menjadi sistem terintegrasi egovernment—karena proyeknya dibancakin—, adalah satu contoh ada elite partai yang bermain agar sistem pengawasan melekat secara IT tidak diterapkan. KPK seharusnya menjadikan EKTP dan Egoverment sebagai agenda dan tool utamanya dalam tugas supervisi dan monitoring anti korupsi. Tapi KPK hanya sibuk mengurus tersangka kasus korupsi EkTP. Tidak ada suara KPK menekan pemerintah agar pengelolaan Egovernment menyatu dengan sistem IT lainnya yang berhubungan dengan perbankan dan perdagangan. KPK hanya sibuk urus penindakan korupsi dan lemah soal pencegahan.
Dengan adanya Dewan Pengawas KPK yang anggotanya bukan partisan, dan bukan PNS. Maka secara tidak langsung Jokowi sebagai penanggung jawab pemberantasan korupsi dapat asisten yang kuat, untuk memastikan KPK bandulnya tetap berada ditengah tengah. Tidak ke kiri atau ke kanan. Dengan demikian, Jokowi tetap bisa melaksanakan tanggung jawabnya secara konstitusi dalam memerangi korupsi. Sebetulnya ini exit smart PDIP agar Jokowi terhindar dari jebakan badman. Bisa bayangkan kalau KPK terlalu kuat tanpa pengawas, dan akhirnya kalah dalam beberapa pra peradilan, maka bukan tidak mungkin bisa mengarah ke pintu pemasgulan Jokowi sebagai penanggung jawab utama perang terhadap korupsi.
PDIP sangat paham arah politik ini. Karena begitu banyak pihak yang ingin menjatuhkan Jokowi. Makanya revisi adalah bagian dari politik itu sendiri. Kalau Revisi UU KPK selesai dibuat maka pansel Dewan Pengawas KPK akan ditetapkan. Proses rekruitmen akan menjadi pertarungan yang tidak mudah di Senayan. Tapi itu terjadi di DPR tahun 2019-2024 dimana PDIP punya koalisi besar. Itupun tidak menjamin akan mulus prosesnya. Namun bagaimanapun Presiden yang berhak menetapkan Pansel. Bandul perang melawan korupsi ada pada Jokowi, dan itu akan dimanfaatkan maksimal oleh Jokowi. Saya percaya!.
5 comments:
Belajar dr kasus Antasari, Abraham Samad yg gagal cawapres dan isu kpk taliban kenapa *Timing Seleksi Capim KPK dilakukan pada ujung masa jabatan Presiden dan DPR ?*
Kenapa tidak dilakukan pada awal masa jabatan anggota dpr dan presiden ?
Hal ini utk menghindari godaan negatif ke KPK jika terjadi perubahan konstelasi di DPR dan pergantian Presiden.
💪🇮🇩
Mantap
Mantap
Mantap
Post a Comment