Friday, February 28, 2014

Strategy...?

Tahukah kamu kata teman waktu ketemu kemarin sehabis acara presentasi proyek infrastruktur, bahwa dulu era Soeharto semua kekuatan hanya bertumpu ditangan President. Lembaga President menjadi lembaga tak tertandingi. Inilah kesaktian kekuasaan yang berdasarkan UUD 45. Hanya dikawal oleh 500.000 personel tentara namun dia dapat berkuasa selama 32 tahun dalam kondisi yang sangat stabil mengendalikan lebih dari 150 juta rakyat. Program yang dikenal ketika itu adalah stabilitas politik , stabilitis ekonomi dan stabilitas keamanan. Ketiga hal ini yang dijaganya dengan all at cost. Soeharto tidak merasa berdosa bila karena itu harus membunuh orang tanpa diadili (Petrus), tidak merasa melanggar HAM bila menangkap lawan poltik  dan diadili dengan sesukanya atau mencekal lawan politik tanpa ada pengadilan. Namun dari stabilitas itulah strategy nya bekerja untuk membangun SD diseluruh desa untuk mengurangi angka buta hurup. Membangun Puskesmas  diseluruh Desa untuk memastikan pelayanan kesehatan terjangkau bagi semua rakyat. Membangun basis ekonomi rakyat lewat koperasi. Membangun irigasi, bendungan dan mencetak sawah baru, untuk mencapai swasembada pangan.Membangun jalan trans sumatera, trans kalimantan dan tran sulawesi untuk membuka wilayah dan mengembangkan potensi wilayah. Dan banyak lagi program berjalan dengan terencana dengan tujuan yang jelas.

Bagaimana Soeharto bisa menggerakan kekuatannya dengan sangat efektif dalam keadaan demokrasi dipasung dibawah dokrin pancasila? Itulah pertanyaan saya kepada teman ini.Dia mengatakan bahwa pada era Soeharto kekuatan itu sebetulnya berasal dari elemen masyarakat  namun semua elemen masyarakat itu ditempatkan dalam satu kata yang disebut ‘tentara”. Tentara itu dalam bahasa Yunani adalah srategois dan stratos atau strategy yang artinya adalah pelaksana atau pihak yang menjalankan. Makanya diera Soeharto tentara itu disebut Angkatan. Ada angkatan yang dipersenjatai atau disebut dengan ABRI, dan ada juga angkatan yang tidak dipersenjatai ( aparatur negara termasuk direktur BUMN dan rakyat). Kedua angkatan ini bekerja sesuai bidang keahliannya masing masing untuk mencapai tujuan nasional. Mereka  tidak melakukan politik tapi hanya pelaksana dari politik yang tertuang dalam GBHN.Tugas mereka menterjemahkan GNHN itu dalam bentuk kegiatan ekonomi,sosial dan budaya. Sementara Politik tetap ada pada President. Hanya presiden yang boleh berpikir dan bersikap tentang politik. Makanya barisan semua kekuatan nasional selalu rapat dan lurus. Gerakan barisan tidak pernah berkelok atau bergeser dari tujuan nasional. Kekuatan seperti ini tidak bisa dimasuki oleh kekuatan asing yang ingin memecah belah dan menguasai dengan cara neokolonial.

Meski cara kepemimpinan Soeharto tidak lepas dari kritik para aktivis atau lawan-lawan politiknya, namun Soeharto menjadi berkah bagi rakyat kecil. Bagi rakyat kecil , era Soeharto merupakan era terbaik karena sembilan kebutuhan pokok yang mereka butuhkan sangat terjangkau. Harga beras murah, minyak tanah juga, bahkan harga cabai tak sampai semahal sekarang. Keamanan buat mereka pun terjamin, yang paling membanggakan lagi, di era Soeharto, Indonesia menjadi negara yang paling berpengaruh dan disegani di Asia Tenggara. Tak ada negara ASEAN yang berani menyinggung Indonesia seperti yang dilakukan oleh Malaysia sekarang. Perkembangan GDP perkapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya US$70 dan pada tahun 1996 telah mencapai lebih dariUS$1.000, sukses transmigrasi, sukses KB, sukses memerangi buta huruf, pengangguran minimum, sukses Gerakan Wajib Belajar, sukses Gerakan Orang Tua Asuh, sukses keamanan dalam negeri, investor asing mau menanamkan modal di Indonesia, dan sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri. Setiap lima tahun program pembangunannya selalu terjadi perubahan yang significant. Janjinya selalu dipenuhinya. Ini bukan hanya retorika tapi memang dirasakan oleh rakyat.

Lambat laun lawan politiknya menjadi kehilangan alasan untuk berseberangan dengan Soeharto. Puncaknya adalah ketika masuknya barisan kekuatan intelektual Islam ( ICMI) dalam lingkaran kekuasaan Soeharto. Inilah yang sangat mengkawatirkan Barat/AS yang punya prinsip apapun kekuatan islam harus dihabisi.  Soeharto tidak lagi dianggap good boy di Asia Tenggara sejak dia menunaikan rukun Islam ke Lima. Kembali cara lama dipakai oleh Barat/AS yaitu menggunakan  tokoh tokoh  islam yang dibina dan didik  oleh agent demokrasi Amerika untuk menjadi agent perubahan di Indonesia.Menjadi pressure group terhadap kekuasaan Soeharto.Issue yang dipakai adalah KKN. Gelombang tuntutan reformasi walau sayup namun telah mengakibat berderaknya kesatuan kekuatan angkatan dalam Tentara. Karenanya hanya dengan sedikit sapuan gelombang hedge fund dari George Soros telah membuat ekonomi Indonesia limbung dan politikpun ikut limbung. Seoharto nampak menua yang lelah menghadapi tekanan dari segala sudut agar dia mundur. Soeharto jatuh dan Elite reformasi yang dimotori oleh tokoh islam seperti Amin Rais ( Muhammadiah), Abdul Rahman Wahid ( NU), Nurcolis Madjid ( Cendikiawan Islam) tampil menjadi pahlawan.  Melalui mereka reformasi di design. Tidak di design sesuai syariat islam tapi sesuai  design dari USAID. UUD 45 di amandement menjadi UUD 2002 yang menempatkan Indonesia menjadi negara demokrasi liberal. Terjadi perubahan dari single power menjadi group power yang flexible yang tak mudah dirubuhkan karena ia lentur seperti ular.

Sebagian orang menganggap system demokrasi adalah system yang paling baik untuk mendistribusikan kebaikan, kebenaran dan keadilan. Kata saya. Teman itu mengatakan bahwa dia tidak mempermasalahkan demokrasi. Tapi yang harus diketaui bahwa system demokrasi bukanlah seperti nilai nilai demokrasi yang bicara tentang kedamaian, kebebasan, dan kesetaraan. Demokrasi adalah alat untuk lahirnya tiran baru. Rezim yang ingin menguasai dunia dalam satu genggaman. Merupakan bagian dari program neoliberal yang memungkinkan dunia terintegrasi menjadi wilayah private. Tak ada lagi idiologi sebagai perekat rakyat dalam barisan teratur. Kecuali semua mengarah kepada kepentingan kapitalisme global. Pada waktu bersamaan meminggirkan semangat nasionalisme, semangat kebersamaan, semangat kasih sayang. Yang ada hanyalah individualisme. You win you take all. Sebagai sebuah system politik maka konsep neoliberal menjauhkan tanggung jawab social dan ekonomi negara kepada rakyat. Artinya hal yang berkaitan dengan social dan ekonomi harus dipisahkan dari struktur pemerintahan.  Karenanya jangan kaget banyak negara tak berdaya terhadap tuntutan neoliberal. Seakan tangan pemerintah dirantai untuk bebas melindungi rakyat yang lemah akibat persaingan kapitalis. Demokrasi yang kita kenal hanya ada dalam konsep yang melangit namun tak pernah membumi. Ia hannya menjadi sekedar sebuah procedural dan pemerintah hasil pemilu menjelma menjadi pemerintahan oligarhis atau plutokratis. Yang ada kini demokrasi bukannya seperti konsep idealnya dimana dari rakyat , oleh rakyat tapi dari pasar, oleh pasar dan untuk pasar. Asing (AS/Barat) melalui para bedebahnya dapat dengan  mudah menjatuhkan Tentara Soeharto untuk menguasai Indonesia dan terjajahlah sudah ...

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...