Kemarin ( 18/8) Pervez Musharraf , President Pakistan mengundurkan diri sebelum di impeachment oleh Parlemen. Diapun bebas pergi kemana saja dia suka. Maka berakhir sudah kekuasaan selama hampir 10 tahun sejak dia melakukan kudeta tak berdarah atas Nawaz Sharif pada 12 oktober 1999. Semua tahu bahwa Pervez Musharraf mengontrol Pakistan melalui bayang bayang kekuatan militer dan membangun demokrasi procedural untuk kepentingan AS. Bahkan bukan rahasia umum lagi bahwa kesatuan negara Pakistan didukung oleh Angkatan Bersenjata dan Amerika Serikat.
Pakistan memang sekutu penting bagi AS khususnya ketika usai perang dingin. Juga terlibat aktif mendukung pembebasan Afgranistan dari tangan Soviet, tentu semua itu berkat dukungan langsung dari AS. Setelah kasus runtuhnya WTC New York dan membebenarkan AS memburu terorisme jaringan AL Qaeda maka kembali Pakistan dimanfaatkan. Lebih dari USD 10 milliar bantuan militer AS dikucurkan kepada Pakistan selama rezim Musharraf. Juga tak lupa memberikan dukungan politik dan international atas posisi Pakistan terhadap IMF, World Bank. Tak sedikit bantuan datang untuk pembangun Pakistan namun biasanya selalu bantuan yang dikaitkan dengan dukungan AS selalu menciptakan rezim korup dan loyalis AS. Itulah kenyataanya.
Namun bagaimanapun, sejarah mencatat bahwa hubungan antara AS dan Pakistan tidak pernah stabil. AS memerlukan Pakistan untuk kepentingan geostrategisnya menjangkau asia selatan dan tengah, khususnya memotong kemilitanan di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Namun AS juga sadar bahwa di Pakistan ada bermukim kelompok islam garis keras yang tidak pernah mengingingkan kehadiran AS. Apalagi ada ketakutan dari AS bahwa Pakistan yang dipersenjatai dengan Nuklir ,setiap saat dapat diambil alih oleh para militant religius. Sejarah militer Afganistan memang secara sembunyi sembunyi dan sangat rapi selalu memberikan dukungan terhadap Partai Politik keagamaan dan kelompok militant untuk memarjinalisisasi partai parai sekuler. Walau demokrasi telah berlangsung lebih 60 tahun di Pakistan , kelompok Islam tidak pernah berhasil memenangkan Pemilu karena demokrasi culas yang sarat money politik
Kekuatan militant Religius memang bernasip sama dengan Militer atau Petinggi mantan Militer yang tak pernah disukai oleh elite Pakistan , dan tentu selalu gagal ikut pemilu. Antara militer, religius militant dan sekuler democrat selalu berseberangan dalam perpolitikan di Pakistan yang menganut system politik Demokrasi. Memang Demokrasi mungkin bukan merupakan obat mujarab bagi semua permasalahan Pakistan, tetapi wacananya berakar jauh ke dalam dunia politik Pakistan sejak pembentukan negara tersebut. Tidak seperti negara-negara Muslim lain, Pakistan telah menikmati masa-masa yang singkat dari kekuasaan demokratis. Tetapi pemilihan umum tersebut hanya merupakan salah satu komponen demokrasi dan harus didukung oleh lembaga-lembaga yang kuat seperti lembaga peradilan yang bebas, pers bebas dan masyarakat madani yang kuat, elemen-elemen yang tidak ditemukan di Pakistan.
Belakangan ini memang AS tidak lagi mempercayai Musharraf sebagai boneka yang loyal karena kedekatannya kepada kelompok religius militant. Sebetulnya keberadaan Musharraf diperlukan untuk mendukung AS di Afganistan dan kini setelah masalah Afganistan usai maka keberadaan Musharaf tidak perlukan lagi. Makanya AS kembali mendorong perlunya PEMILU. Ini disadari oleh Musharaf bahwa dia akan mengalami kekalahan. Peristiwa ledakan bom di kedutaan besar India di Kabul yang dilakukan oleh kelompok militant adalah bargain positon dari Musharaf terhadap AS agar tetap mendukung posisinya sebagai President. Maklum saja ,bahwa dukungan AS juga adalah dukungan militer Afganistan. Musharaf butuh militer dan AS untuk memukul lawan politiknya yang memenangkan pemilu.
Tapi dinas Intelligent AS mempunyai bukti kuat bahwa dibalik pengemboman kedutaan India di Kabul adalah Dinas intelligent Pakistan (ISI). Walau hal ini tidak diakui oleh Musharaf namun tidak mengurangi kecurigaan AS terhadap Musharaf. Bahwa peran militer berkuasa sudah usai di Pakistan. Bagi AS , tidak ada lagi agenda untuk tampilnya militer dalam perpolitikan Pakistan. Kini saatnya berganti dengan kekuatan sipil. Yang pasti bagi rakyat Pakistan, sipil atau militer sama saja. Sama sama membutukan AS untuk menjadi penguasa. Sipil unggul dalam Pemilu (modal) dan Militer unggul untuk kudeta. Dua cara ini akan selalu digunakan oleh washington untuk menentukan arah bandul politik yang diinginkan. Satu cara neocolonialism yang selalu sama...
Pakistan memang sekutu penting bagi AS khususnya ketika usai perang dingin. Juga terlibat aktif mendukung pembebasan Afgranistan dari tangan Soviet, tentu semua itu berkat dukungan langsung dari AS. Setelah kasus runtuhnya WTC New York dan membebenarkan AS memburu terorisme jaringan AL Qaeda maka kembali Pakistan dimanfaatkan. Lebih dari USD 10 milliar bantuan militer AS dikucurkan kepada Pakistan selama rezim Musharraf. Juga tak lupa memberikan dukungan politik dan international atas posisi Pakistan terhadap IMF, World Bank. Tak sedikit bantuan datang untuk pembangun Pakistan namun biasanya selalu bantuan yang dikaitkan dengan dukungan AS selalu menciptakan rezim korup dan loyalis AS. Itulah kenyataanya.
Namun bagaimanapun, sejarah mencatat bahwa hubungan antara AS dan Pakistan tidak pernah stabil. AS memerlukan Pakistan untuk kepentingan geostrategisnya menjangkau asia selatan dan tengah, khususnya memotong kemilitanan di sepanjang perbatasan Pakistan-Afghanistan. Namun AS juga sadar bahwa di Pakistan ada bermukim kelompok islam garis keras yang tidak pernah mengingingkan kehadiran AS. Apalagi ada ketakutan dari AS bahwa Pakistan yang dipersenjatai dengan Nuklir ,setiap saat dapat diambil alih oleh para militant religius. Sejarah militer Afganistan memang secara sembunyi sembunyi dan sangat rapi selalu memberikan dukungan terhadap Partai Politik keagamaan dan kelompok militant untuk memarjinalisisasi partai parai sekuler. Walau demokrasi telah berlangsung lebih 60 tahun di Pakistan , kelompok Islam tidak pernah berhasil memenangkan Pemilu karena demokrasi culas yang sarat money politik
Kekuatan militant Religius memang bernasip sama dengan Militer atau Petinggi mantan Militer yang tak pernah disukai oleh elite Pakistan , dan tentu selalu gagal ikut pemilu. Antara militer, religius militant dan sekuler democrat selalu berseberangan dalam perpolitikan di Pakistan yang menganut system politik Demokrasi. Memang Demokrasi mungkin bukan merupakan obat mujarab bagi semua permasalahan Pakistan, tetapi wacananya berakar jauh ke dalam dunia politik Pakistan sejak pembentukan negara tersebut. Tidak seperti negara-negara Muslim lain, Pakistan telah menikmati masa-masa yang singkat dari kekuasaan demokratis. Tetapi pemilihan umum tersebut hanya merupakan salah satu komponen demokrasi dan harus didukung oleh lembaga-lembaga yang kuat seperti lembaga peradilan yang bebas, pers bebas dan masyarakat madani yang kuat, elemen-elemen yang tidak ditemukan di Pakistan.
Belakangan ini memang AS tidak lagi mempercayai Musharraf sebagai boneka yang loyal karena kedekatannya kepada kelompok religius militant. Sebetulnya keberadaan Musharraf diperlukan untuk mendukung AS di Afganistan dan kini setelah masalah Afganistan usai maka keberadaan Musharaf tidak perlukan lagi. Makanya AS kembali mendorong perlunya PEMILU. Ini disadari oleh Musharaf bahwa dia akan mengalami kekalahan. Peristiwa ledakan bom di kedutaan besar India di Kabul yang dilakukan oleh kelompok militant adalah bargain positon dari Musharaf terhadap AS agar tetap mendukung posisinya sebagai President. Maklum saja ,bahwa dukungan AS juga adalah dukungan militer Afganistan. Musharaf butuh militer dan AS untuk memukul lawan politiknya yang memenangkan pemilu.
Tapi dinas Intelligent AS mempunyai bukti kuat bahwa dibalik pengemboman kedutaan India di Kabul adalah Dinas intelligent Pakistan (ISI). Walau hal ini tidak diakui oleh Musharaf namun tidak mengurangi kecurigaan AS terhadap Musharaf. Bahwa peran militer berkuasa sudah usai di Pakistan. Bagi AS , tidak ada lagi agenda untuk tampilnya militer dalam perpolitikan Pakistan. Kini saatnya berganti dengan kekuatan sipil. Yang pasti bagi rakyat Pakistan, sipil atau militer sama saja. Sama sama membutukan AS untuk menjadi penguasa. Sipil unggul dalam Pemilu (modal) dan Militer unggul untuk kudeta. Dua cara ini akan selalu digunakan oleh washington untuk menentukan arah bandul politik yang diinginkan. Satu cara neocolonialism yang selalu sama...
No comments:
Post a Comment