Tuesday, December 31, 2024

OCCRP, Jokowi nominasi pemimpin terkorup di dunia.

 



OCCRP merupakan organisasi yang dibentuk oleh 24 pusat investigasi nirlaba. Lembaga ini tersebar di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. OCCRP didirikan oleh Drew Sullivan dan Paul Radu. Kalau anda terbiasa menganalisa financial global market baik pasar uang, modal atau surat utang negara atau corporat. Nama OCCRP tentu tidak asing. Hanya saja untuk dapatkan laporan lengkap anda harus bayar.


Dalam konteks laporan OCCRP dimana Jokowi bersama 4 pemimpin negara lain masuk radar atau nominasi dalam survey atau pooling. Nominasi Itu bukan berarti Jokowi pemimpin terkorup. Itu bagian dari tahapan dalam metodelogi OCCRP menentukan siapa yang memenuhi syarat pantas disebut pemimpin terkorup.  Ada dua tahap, yaitu,


Tahap Pertama, OCCRP lakukan pooling untuk mendapatkan nominasi. pooling bukan kepada public tetapi kepada member mereka sendiri, yang semua adalah jurnalis independent.  Nominasi itu bisa jadi bias. Ya namanya survey walau cara menghitungnya menggunakan standar akademis, namun kan dimana mana tidak rasional jawaban responden. Sama saja dengan survey Kompas yang mengatakan tingkat kepuasaan kepada pemerintahan Jokowi diatas 70%. Sama saja dengan survey pemilu. Biasa saja. 


Tahap kedua, setelah dapat nominasi, OCCRP punya panel hakim untuk menilai. Penilaian itu bukan atas dasar suka atau tidak. Tetapi atas dasar data dan informasi yang mereka dapat dari hasil investigasi jurnalistik. Pahami investigasi jurnalistik bukanlah fakta hukum. Tapi berdasarkan indicator ICOR, index korupsi, index Democrasi, HAM dan lain lain, yang semua kajian dasarnya akademis. 


Nah hasil Analisa team panel, terbukti walau dalam pooling Jokowi masuk nominasi namun tidak terpilih sebagai pemimpin terkorup. Yang terpilih adalah presiden Suriah Bashaar Al Asaad. Jadi, nominasi berdasarkan pooling bukanlah keputusan OCCRP. Itu hanya survey. Penentuannya tetap pada team panel atau hakim.  Jadi pahami. Laporan dari OCCRP tidak perlu disikapi berlebihan. Maklumi saja. Mengapa ?


Karena itu inline dengan hasil temuan dari Transparency International. Index CPI kita 34 sama dengan 10 tahun lalu.  Tingginya suku bunga SBN dbandingkan negara ASEAN itu sudah indikasi bahwa index CPI itu berkorelasi dengan trust market. Semua tahu bahwa ICOR kita sangat tinggi sebagai bukti tingginya korupsi belanja APBN. Dan itu diakui sendiri oleh Prabowo dan SMI. Terjadi deindustrialisasi sehingga 9 juta kelas menengah jatuh miskin. Itu fakta.


Reputasi OCCRP tidak perlu diragukan. Sebelum skandal Money laundry Credit Suissie terbongkar secara hukum. OCCRP sudah melaporan lebih dulu. Dari laporan ini salah satu eksekutif CSB meninggal. Menurut cerita rumor, sumber informasi  OCCRP datang dari eksekutif itu. OCCRP juga kali pertama membongkar kasus goreng saham Adani Group yang sampai mengguncang pasar modal india. OCCRP pernah terlibat dalam peliputan spyware Pegasus serta kebocoran data Panama Papers. 


Selama beroperasi, OCCRP telah membuat lebih dari 702 pejabat dunia mengundurkan diri atau diskors dari jabatan. Laporan-laporan lembaga ini telah menghasilkan lebih dari 620 dakwaan, berbagai vonis hukuman, hingga lebih dari 100 aksi korporasi. Setidaknya secara tidak langsung tentu laporan OCCRP ini mempengaruhi credit rating Indonesia. Tapi tanpa laporan OCCRP credit rating kita memang sudah rendah. Itu bisa dilihat dari bunga dan Yield SBN dan rendahnya animo investor asing masuk ke IKN.


Laporan OCCRP engga perlu disikapi seolah olah itu ulah AS. Walau USAID salah satu donator dari OCCRP. Bukan berarti AS ada dibalik OCCRP. Banyak pejabat kita dapat beasiswa dari USAID. Kan engga bisa kita katakan pejabat itu agent dari AS. Ini tidak ada kaitannya dengan Jokowi secara personal. Secara pribadi, Jokowi mengomentari dengan bijak.” Korupsi apa? Ya buktikan saja.” 


Nah, cara terbaik bagi pemerintah mengklarifikasi ini adalah dengan mengubah  UU KPK. KPK yang ada sekarang dibubarkan. Kembalikan ke KPK saat awal dilahirkan tahun 2002.  Ini soal NKRI, dan trust di mata international. Ini soal bagaimana system dibangun agar tercipta good governance. Jadikan saja laporan OCCRP ini sebagai momentum untuk kita berbenah agar index CPI dan Index Demokrasi bisa diperbaiki.



Thursday, December 26, 2024

Jebakan hutang membuat kita bego





Politik Global dulu jelas. Seperti adanya block barat dan timur dalam perang dingin. Arab-israel dalam konflik regional di timur tengah. Dimana jelas musuh dan teman. Kalau kita menerapkan non block, sebenarnya juga adalah bagian dari block, yang mudah dibaca juga dimana anti barat. Tapi sekarang? Konstelasi politik global jadi rumit. Engga mudah memahaminya.


Rusia jelas menyerang Ukraina. Jelas diembargo ekonominya oleh AS dan Eropa ( NATO). Namun yang tekor justru Eropa dan AS. Keuntungan geopolik justru di nikmati oleh China. Karena China dapatkan sumber daya Rusia dengan murah dan mudah. Turki  yang berada di teras Rusia, juga menikmati konflik itu berkat bantuan dana militer dari AS dan bukan tidak mungkin tidak semua dipakai untuk militer tapi untuk perbaikan ekonominya.


Negara teluk mulai melirik Israel sebagai teman karena motive ekonomi. Tidak lagi musuh idiologi. Tapi konflik Iran dan Israel, Israel -Libanon dan jatuh nya Bashaar di Suriah menyeret AS bertindak langsung untuk mengontrol Suriah. China yang tidak ingin pipa gas nya dari Iran ke Kumning terancam. Mulai melakukan manuver politik. Arab yang punya kepentingan ekonomi lebih besar ke China, mulai mengubah sikapnya terhadap Israel.


Utara- Selatan, yang tadinya merupakan Kerjasama strategis dalam kuridor G20, kini berubah ke BRICS. Dari BRICS berkumpul negara Selatan yang punya kepentingan melawan hegemoni AS terhadap mata uang. Tapi dalam perkembangan terbarunya, India, China dan Rusia mulai berebut pengaruh menjadi boss negara selatan. Pada waktu bersamaan Global Selatan disikapi oleh Trumps dengan ancaman tarif yang lebih besar kepada negara mitra BRICS.  Ya rumit kan.


AS mulai menggunakan kebijakan moneter nya untuk kepentingan geopolitik. Perang mata uang terjadi. Negara emerging market berdarah darah menahan kejatuhan kurs mata uang. Eh Eropa juga kena imbas. Bahkan lebih buruk dari negeri emerging market. Udah kena kebijakan proteksionisme dagang AS, kena juga akibat kurs USD menguat, sebelumnya udah babak belur akibat embargo gas dari Rusia. 


Pada waktu bersamaan China sebagai kekuatan ekonomi nomor dua dunia, mendevaluasi mata uangnya. Yang korban hampir semua negara mitranya yang tergabung dengan BRI ( bell road initiative ). Utang mereka jadi bertambah dalam mata uang yuan. Produk mereka semakin tidak kompetitif masuk ke China. Harga barang supply chain China semakin mahal.  Ini akan menekan permintaan ekspor dan impor negara mitra china, termasuk Indonesia.


Nah dengan keadaan tersebut. Engga bisa lagi politik luar negeri kita dikelola dengan cara jadul. Semua perjanjian yang terkait dengan globalisasi, free trade dan lain sebagainya udah jadi sampah. Jadi bagaimana dengan Indonesia? Memang ekonomi kita hanya 20% bergantung kepada ekspor. Lebih 50% ditopang konsumsi rumah tangga. Seharus nya sejak 5 tahun lalu, kita focus ke inward looking policy dengan mengurangi hutang luar negeri.


Tapi yang jadi masalah, justru pemerintah terus meningkatkan hutang luar negeri terutama BI. Akibatnya   sector jasa kita 90% tergantung luar negeri, terutama modal. Selalu dibayangi ketakutan akibat fenomena global. Kita seperti babi kena trap pemburu. Lari kesana kemari engga jelas. Tetap tidak beranjak kemana mana. Ya debt trap itu kutukan, memang membuat kita jadi lemah dan bego. 


Contoh, dalam kaitan DHE atau devisa hasi ekspor, pemerintah keluarkan aturan. Bagi eksportir yang menyimpan valas nya di dalam negeri dapat insentif pajak. Caranya penyimpananya pada term deposit ( SRBI) atau deposito setelah dikonversi ke Rupiah.


1. Tarif sebesar 0%, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan.

2. Tarif sebesar 2,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan.

3. Tarif sebesar 7,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan, atau

4. Tarif sebesar l0% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.


Perhatikan. Segitunya pemerintah ngemis valas kepada pengusaha. Sampai sampai tax ratio dikorbankan demi valas. Sementara pajak tidak langsung (PPN) dinaikan untuk menutupi defisit anggaran.


Pengusaha happy saja. ASALKAN, selisih Bunga real dalam negeri dengan luar negeri tidak negative, tetapi positif. Artnya harus lebih tinggi income bunga di Indonesia daripada luar negeri, setelah dikurangi inflasi real juga.


Terus apakah valas pengusaha terkunci dengan berganti cash jadi instrument? Ya engga. Oleh pengusaha, Instrument itu di linked dengan surat utang untuk dapatkan valas di luar negeri . Dia dapat valas lagi dan parker di luar negeri sebagai motive berjaga jaga. Apa artinya? itu sama saja BI utang ke luar negeri.


Udah muter muter dan pakai rapat KSSK untuk lahirnya solusi aturan soal DHE agar IDR menguat dan valas masuk, Eh ternyata walau duitnya dari eksportir dalam negeri, namun tetap aja skema nya utang luar negeri. Sementara Pengusaha udah dapat diskon PPH. Apa akar masalahnya ? Rakus!.


***

Target penerimaan pajak tahun 2024 kemungkinan tidak tercapai. Mengapa ? hingga 31 Oktober penerimaan pajak baru mencapai 76,3% dari target. Sementara, waktu yang tersisa untuk mengejar target pajak 2024 itu tinggal 2 bulan lagi. Maksimum tercapai 90% dari target.


Mari kita lihat data.


Realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan hingga Oktober 2024 adalah Rp262,67 triliun. Namun, penerimaan ini mengalami kontraksi sebesar 26,3%. Apa artinya? Dunia usaha memang tidak baik baik saja. Itu fakta. Penyebabnya karena harga ekspor khusus komoditas utama kita jatuh di pasar dunia. Daya beli domestic drop. Itu bisa dilihat PPN domestic sampai dengan septermber minus pertumbuhannya. Baru tumbuh tipis sekitar 4 % pada oktober.


Realisasi  pajak tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya. Nah pertanyaannya adalah apa mungkin tahun depan ( 2025)  bisa capai diatas target 2024?  Padahal total APBN meningkat dari tahun sebelumnya? Mungkin saja bisa. Caranya ada dua. 


Pertama, kurangi defisit anggaran dengan memotong APBN sampai 30%. Tapi itu sulit dilakukan. Akan sangat beresiko secara politik bagi Pemerintah.


Kedua, naikan PPN. Itu logis disaat potensi penerimaan PPH turun akibat ketidak stabilitan ekonomi. Tapi kenaikan 1% PPN, masih kurang untuk tutupi defisit. Cara lain, kurangi dana transfer ke daerah dengan menaikan tarif pajak daerah seperti pajak kendaraan dan penetapan asuransi wajib untuk kendaraan. Masih kurang? Ya naikan cukai rokok lewat peningkatan harga eceran rokok.


Tapi masih kurang. Makanya perlu tambah hutang. Nah agar likuiditas bisa menyerap SBN, ya tarif BPSJ Kesehatan dinaikan. Aturan dana pension direpatriasi agar dana BPJS tenaga kerja bisa menyerap SBN lebih banyak. Memberlakukan iuran Tapera. Biar tambah likuid SBN. Dengan cara tersebut diatas, diharapkan target APBN tahun 2025 bisa dicapai. Memang caranya masih tradisional pengelolaan ekonomi negara, masih berkutat seperti era colonial yaitu iuran, cukai, pajak dan kalau kurang ya utang lagi. Tidak transformative dan terkesan dungu.

Saturday, December 14, 2024

Bukan sistem yang salah tapi moral.

 



Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pemilu. Bahkan dikenal sebagai Pemilu paling jujur dan paling tinggi partisipasi publik. Mengapa? Karena memang proses demokrasi dalam Pemilu tidak mahal. Semua dibiayai sendiri oleh masyarakat secara gotong royong. Dalam konteks demokrasi lebih luas, sebenarnya juga tidak perlu ongkos mahal. Karena adanya keterlibatan atau emansipasi public dalam menyelesaikan masalah keseharian.


Nah menjadi mahal demokrasi itu, kalau ada kepentingan ingin berkuasa dengan cara tidak jujur. Atau rakus kekuasaan. Sehingga menghalalkan segala cara. Tentu partisipasi public bukan kesadaran demokratif tetapi kesadaran kapitalistik. Ada uang kita mendengar dan memilih.  Ada uang kita kerja. Saya dapat apa,  kamu dapat apa. Jadi kekuasaan itu sudah seperti komoditas. Transaksional sekali. Makanya seperti kata Prabowo. Kalau orang mau calonkan gubernur. Yang pertama dia tanya adalah ada uang engga. Kalau engga ada uang. Pintar gimanapun engga laku.


Kalau ingin mengubah system pemilihan gubernur atau  kepala daerah secara tidak langsung, yaitu lewat DPRD. Maka yang patut dipertanyakan, apakah itu solusi mengurangi ongkos politik? Kan kekuasaan tend corrupt. Segelintir orang di DPRD akan melahirkan kartel dan dagang sapi. Lagi lagi money politik bermain. Sama saja mahalnya. Hanya bedanya. Demokrasi langsung, ongkos terdistribusi ke  rakyat banyak atau pemilih. Sementara demokrasi tidak langsung berbagi hanya diantara anggota DPRD/dan partai tentunya.


Jadi esensinya bukan pada system politik pemilu langsung atau tidak langsung. Demokrasi atau totalitarian. Tetapi ini soal moral elite politik. Elite politik harus menyadari bahwa kekuasaan itu amanah yang harus dipertanggung jawab secara moral di hadapan rakyat dan dipertanggung jawabkan secara keimanan kepada Tuhan. Maka kekuasaan dan jabatan itu akan mensejahterakan.  Dan proses politik dalam pemilu pun jadi murah. Peran publik lewat akar rumput masing masing partai  akan terlibat langsung bergotong royong mengatasi biaya. Pemilu akan benar benar jadi pesta rakyat.


Sekali lagi saya tegaskan. Bahwa sistem itu hanya metodelogi mencapai tujuan. Bukan esensi. Esensinya adalah moral dan etika para Elite politik. Nigeria di Afrika dan Venezuela di Amerika Selatan adalah negara kaya SDA minyak dan gas. Keduanya Negara demokrasi. Kalah dengan Arab Saudi dan Emirat Arab yang kaya minyak menganut monarki absolut. China tidak menerapkan demokrasi langsung tetapi sosialis komunis. Partai tunggal. China menjadi kekuatan ekonomi kedua di dunia setelah AS.  Tentu ada juga contoh buruk system totalitarian seperti Kurea Utara. Negara demokrasi yang makmur tentu lebih banyak daripada yang gagal. 


Daripada berwacana soal perubahan system politik. Lebih baik focus kepada perbaikan mental dan mindset para elite. Karena apa engga lelah, sejak merdeka kita gonta ganti system terus. Sementara SDA kita semakin menipis dan dimasa kini kita terjebak hutang. Lucunya kita masih anggap solusi ada pada perubahan system.  





Tuesday, December 3, 2024

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

 



Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun  2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (2022), kemudian naik lagi menjadi 12,10 miliar dollar AS (2023), lalu kembali turun menjadi 4,5 miliar dollar AS (2024).  Rasio anggaran riset selama 10 tahun terakhir juga masih sangat rendah, yaitu antara 0,2 persen-0,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini kalah jauh dibandingkan China (2,08 persen), Singapura (1,98 persen) ataupun Malaysia (1,15 persen) (World Bank, 2023).


Hampir semua akademisi dan politisi sangat paham bahwa prasyarat untuk jadi negara maju ada pada  Riset dan pengembangan ( R&D). Tahun 2004, IMF Working Paper yang berjudul “ R&D, Innovation, and Economic Growth: An Empirical Analysis,” memaparkan sejumlah penelitian yang membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan produktifitas terkait erat dengan R&D. Tentu pertumbuhan inklusif yang dimaksud. Bukan sekedar pertumbuhan untuk segelintir orang.


Pertanyaan sederhana adalah mengapa para birokrat dan politisi Indonesia tidak punya pollical will mengalokasikan anggaran R&D minimal sebesar 1% dari PDB. Sementara untuk anggaran yang dibakar setiap hari, yaitu subsidi BBM dari tahun 2011-2022 mencapai rata rata 2,4% dari PDB. Padahal  kata kunci kemajuan ada pada R&D. Jawaban awam sebagai berikut. 


Pertama. Struktur bangun politik kita itu feodalisme. Ini juga harus dimaklumi karena kita negara ex jajahan. Walau kita sudah merdeka namun belum bisa lepas dari feodalisme. Feodalisme memang enggan membuka mata, telinga dan pikiran rakyat awam akan pengetahuan atau sains. Maklum masyarakat yang melek sains, tidak pernah menghormati feodalisme. Masyarakat yang terbelakang sains, selalu memuja penguasa dan sampai mati tidak pernah mandiri di hadapan politik.


Kedua. Struktur bangun ekonomi kita juga feodalisme. Akses kepada sumber daya ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Makanya peningkatan SDM bagi dunia usaha tidak begitu menjadi perhatian. Tidak ada kompetisi kreatifitas berdasarkan sains ditingkat lokal apalagi global. Kompetisi dunia usaha terfocus kepada perebutan sumber daya ekonomi yang dikuasai negara. Dan itu ditentukan sejauh mana mereka bisa mengakses kekuasaan. Jangan kaget bila segelintir korporat yang menyumbang 80% pajak pada APBN bersifat rente.


Ketiga. Ditataran elite terjadi kompetisi antara akademisi dan penguasa. Keduanya saling berebut pengaruh. Ini konflik feodalismes yang dari dulu kala selalu terjadi. Kalau akademisi kalah, yang menang penguasa. Maka yang jadi korban adalah Lembaga Pendidikan. Metode Pendidikan tidak dirancang untuk lahirnya masyarakat egeliter yang peduli kepada sains. Tetapi dirancang sebagai pekerja yang tingkat kreatifitas dan produktifitasnya rendah. 


Keempat. Karena feodalisme itulah makanya arsitektur kelembagaan R&D yang terdiri dari Riset Dasar, Riset terapan dan Riset Pengembangan tidak terbangun secara terintegrasi. Apalagi kolaborasi R&D dengan pihak dunia usaha sector industry hampir hampri tidak ada. Karena tidak ada insentif pajak terhadap pelaku industry yang melakukan R&D. 


Empat hal itulah jawabanya. Menjawab pertanyaan ini jauh lebih penting daripada membahas alasan pemerintah atas rendahnya anggaran R&D. Intinya negara ini tidak di-design menjadi negara modern. Tetapi negara puritan yang masyarakatnya masih tunduk kepada feodalisme dan patronisme. Kalau ingin berubah dan bercita cita jadi negara maju, ya ubahlah paradigma politik. Yaitu berubah dari feodalisme menjadi egaliter.  Awalilah dengan sikap, jangan apriori dengan kritik dan dialektika. Stop money politik! 


***

Kita percuma biayai riset di kampus hasilnya hanya kertas dan tumpukan paper ( jurnal ilmiah). Kata teman pejabat. 


“ Kamu tahu ini” Kata saya perlihatkan hape saya. Dia mengngaguk. “ Tadinya hape ini hanya alat bicara tapi belakangan bisa jadi smartphone. Itu karena ditemukan microchip yang bisa menyimpan dan mengolah data. Sudah seperti computer. Tanpa riset dasar Fisika, tidak akan ditemukan materi keempat yang bernama plasma. Sampai hari ini kita masih pakai hape jadul “ Kata saya.


“ OK. “ Teman mengangguk. “ Apa plasma itu dan untuk apa ?'


“ Materi yang bermuatan listrik. Digunakan untuk membuat struktur kecil pada wafer silikon pada proses produksi mikrocip. Itu akan meningkatkan kinerja microchip walau processor menimbulkan efek termal. Sehingga Hape bisa bertahan lama. “ Kata saya. 


Saya mengerutkan kening. Betapa tidak. Seorang politisi sampai berpikir seperti itu. Saya prihatin kalau itu dijadikan alasan rendahnya anggaran riset nasional. Sedih kalau karena itu BPPT dibubarkan dan turun tahta jadi Lembaga semacam BRIN. Apalagi kini menjadi bagian dari kementrian. Mengapa ?


BPPT itu menggabungkan riset dasar, dan terapan. Itu menjadi Lembaga terintegrasi dalam bangun besar visi negara menguasai IPTAK. Visi Pak Harto adalah  IPTAK ( Ilmu Pengetahuan  tekhnologi dan akhlak.). Makanya Peran LIPI lebih berfocus kepada riset tentang social, ekonomi  dan budaya. Ini menjadi sumbangan penting dalam kebijakan negara merumuskan setiap rencana penguasaan tekhnologi. Agar tidak menimbulkan paradox.


Dalam penerapan tekhnologi, Pak Harto tahu tidak mungkin swasta berani ambil resiko. Karena proses penguasaan tekhnologi butuh waktu Panjang dan dana besar. Makanya pak Harto bentuk 9 Industri strategis ( BUMN), bidang high tech ( IPTN),  Elektro ( LEN), Telekomunikasi (PT. Telkom). Persenjataan ( PINDAD dan Dahana), Baja ( KS) dan Permesinan ( Barata dan BBI), Perkereta apian (PT, KAI), Perkapalan ( PAL). Ya negara lead menghala perubahan menuju masyarakat yang ber-IPTAK. Pada waktu bersamaan BPPT mengirim banyak mahasiswa Indonesia ke luar negeri.


Anda mungkin tidak percaya. Karena visi riset itulah. Tahun 90 kita sudah menguasai 1% pangsa ekspor dunia. Bayangkan, India dulu hanya 0,3% dan China 0,8%. Di Asia kita lead dalam manufaktur elektro.  Bahkan China belajar dari Indonesia bagaimana membangun jalan tol dan Kawasan Industri Batam. Begitu hebatnya visi pak Harto dalam hal riset.


Menjelang krisis, pak Harto undang IMF mengatasinya. Karena kita salah satu pemegang saham IMF. Pak Harto marah besar dalam sidang cabinet. LOI IMF mensyaratkan, menghapus program IPTAK. Alasannya pemborosan. Para Menteri yang mayoritas Golkar maksa Pak Harto patuhi LOI IMF itu. Bahkan sebelum pak harto teken. Para Menteri tidak mau datang di panggil. Itu sudah pembangkangan. Akhirnya pak Harto menyerah. Teken LOI IMF, namun setelah itu diapun tidak ngotot pertahankan kekuasaan. Inilah takdir bangsa Indonesia.


Setelah reformasi, kita sudah tertinggal jauh dari India dan China dalam hal ekspor non migas. Apalagi soal infrastrtruktur. Dalam hal IPTEK dengan Malaysia saja kita kalah. Peran BAPPENAS tidak lagi strategis. Kalah dengan Menko serba bisa. Program hanya bersifat pragramatis dan tidak holistic. Tidak berspektrum jauh kedepan. Dana riset terendah di antara anggota G20. Pak Harto jatuh, visi IPTEK juga terhalau. Dan anehnya masih aja percaya mimpi Indonesia emas. Orang dungu memang doyan onani.


OCCRP, Jokowi nominasi pemimpin terkorup di dunia.

  OCCRP merupakan organisasi yang dibentuk oleh 24 pusat investigasi nirlaba. Lembaga ini tersebar di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Ameri...