Apa itu literasi ? Pengertian literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, menambah pengetahuan dan keterampilan, berpikir kritis dalam memecahkan sebuah masalah, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif yang bisa mengembangkan potensi serta partisipasi dalam masyarakat. Literasi merupakan hal yang sangat penting karena dengan literasi pikiran kita akan terbuka untuk menemukan solusi dari hal-hal yang terjadi di sekitar kita sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan darimana pun sumbernya. Bahkan pengetahuan diluar diri kita. Dengan literasi kita tidak gampang ditipu oleh hoaks, sehingga kita lebih selektif dalam menerima informasi.
Kalau anda sarjana tekhnik tapi tidak tertarik mempelajari di luar aspek tekhnik maka anda masih disebut dengan kemiskinan Literasi. Mengapa ? Walau anda banyak baca buku teknik tetapi persepsi anda terkooptasi dengan aspek tekhnik, nah cara anda menyampaikan pikiran anda lewat tulisan atau kata kata, tetap saja sulit dimengerti oleh mereka yang tidak paham teknik. Sebaliknya kalau ada orang yang menulis atau bicara di luar aspek teknik , anda pasti tidak berminat mendengar atau tidak paham. Artinya dengan kemiskinan literasi itu membuat anda tidak menjadi bagian dari asset komunitas. Karena berpikir sempit engga open minded. Hanya pada bidang yang anda minati saja.
Dunia komunikasi mempelajari behavior audience. Dengsn mengetahui audience lemah literasi maka itu sangat mudah menggiring audience menjadi bigot. Caranya ? Memberikan janji kemudahan atau to Good to be true. Karena orang bigot adalah orang yang melihat dunia ini seperti kerajaan utopia. Karena daya kritis rendah akibat miskin literasi, mereka sangat mudah menjadi korban ponzy, hoax, ilusi dan provokasi.
***
Mengapa kita tidak bisa mengeskalasi pertumbuhan Industri? Mengapa kita tidak bisa meningkatkan pertumbuhan UMKM menjadi kelas atas sehingga tax ratio kita bisa meningkat. Mengapa kita terjebak utang akibat APBN terus defisit dan kini mencatat rekor hutang terbesar sepanjang sejarah. Mengapa daya saing kita di Asia Pacific di peringkat tiga terbawah dari total 14 negara di kawasan. Mengapa ? Demikian tanya teman.
Saya katakan, membangun negara itu adalah membangun bangsa. Prestasi pemerintah itu bukan dari bangunan phisik. Tetapi adalah manusia. Artinya pembangunan phisik itu terjadi karena kapabilitas manusianya, bukan karena utang. Lebih vulgar lagi adalah pembangunan terjadi karena surplus APBN atau adanya tabungan dari penerimaan pajak dan bagi hasil dari SDA atau dari sumber daya negara yang punya value trust mendatangkan FDI. Sejak era Soeharto sampai Jokowi hal ini tidak dipahami.
Kunci pembangunan manusia adalah pendidikan. Sistem Pendikan yang bagus, adalah metode belajar mengajar yang mendidik orang jadi gemar membaca dan kritis. Walau tidak sampai Sarjana tetapi itu bisa jadi modal orang untuk survival. Orang bisa membaca perubahan dan meliat peluang dari setiap kebijakan pemerintah. Orang bisa kreatif terhadap hambatan yang datang. Orang akan sulit jadi follower buta, apalagi jadi korban investasi ponzy. Karena daya kritis yang didasarkan kepada kekayaan literasi membuat mereka hidup mengandalkan akalnya dan punya daya lentur dalam bertarung dengan realitas yang penuh ketidakpastian
Yang jadi masalah bagi bangsa Indonesia adalah kita mewarisi sistem pendidikan yang tidak mendidik orang jadi pembaharu dan visioner. Soekarno seorang visioner hebat. Tetapi dia kehabisan kata kata membuat rakyat bersabar dalam berproses. Maklum para pembantunya lahir dari sistem pendidikan kolonial yang feodalism. Soekarno jatuh dan digantikan Soeharto. Semua menteri dan jenderal era Soeharto adalah mereka yang mengenyam pendidikan era kolonial. Mindset sentralistik dalam nuansa feodal masih melekat dan ajaran dogma sangat kental. Berikutnya lahir generasi bigot.
Dari Era Seoharto sampai era Jokowi tidak terjadi transformasi ekonomi. Itu akibat buah warisan sistem pendidikan yang ada, presiden dan menterinya tidak punya kekayaan literasi. Mereka masih mengandalkan SDA untuk ongkosi APBN. Kita tidak paham tentang hilirisasi dan supply chain, value chain. Membedakan upstream, midstream dan downstream saja salah. Makanya era Soeharto hutan habis, hasilnya kita terjebak hutang. Era reformasi dari eksportir migas menjadi importir migas. Itu karena sains dibelakangi, terbukti Gross Expenditure on Research and Development (GERD) terendah di Asia Tenggara. Akibat miskin literasi itu maka miskin juga konsepsi berpikir. Yang terjadi adalah tumpukan utang akibat kesalahan membuat keputusan.
Kalaupun era jokowi pembangunan infrastruktur B2B meluas, itu bukan karena mindset business as usual, tetapi karena adanya jaminan IRR dari pemerintah dan termasuk jaminan terhadap pembebasan tanah. Sehingga solusi membangun infrastruktur seharusnya B2B bergeser menjadi APBN undertaking. Lagi lagi tidak memahami konsep KPBU atau PPP. itu karena miskin literasi sehingga tidak bisa membedakan jalan Tol sebagai business model dengan Jalan umum sebagai layanan publik yang ditanggung APBN.
Sejak zaman Harto sampai era Jokowi, untuk meningkatkan daya beli rakyat dilakukan kebijakan melalui pemberian beragam subsidi, termasuk BLT. Padahal kalaulah mereka punya kekayaan literasi, mereka seharusnya tahu bahwa daya beli itu bukan dari subsidi tetapi dari creating job dan karena nya sektor industri dan perdagangan harus dipacu. Dipacunya bukan dari insentif dan fasilitas kredit perbankan, tetapi dari perbaikan tata niaga yang berkeadilan untuk semua. Hapus rente bernuansa KKN dan oligarchi bisnis. Perbesar anggaran R&D.
Kegagalan Harto sampai dengan Jokowi sama. Yaitu gagal mereformasi pendidikan secara mendasar. Tapi pada era harto sampai SBY, sumber daya yang dikorban tidak sebesar Jokowi. Seharusnya Jokowi lebih peduli pada pendidikan. Mengingat anggaran sangat besar ditanganya sebagai effect kemudahan berhutang. Tapi dia menunjuk menteri pendidikan yang bukan berasal dari pendidik. Kalau berharap kejeniusan Nadiem Makarim sebagai pendiri unicorn yang sukses, itu tidak nampak dari aplikasinya. Mari lihat data.
Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menyampaikan bahwa peringkat Indonesia naik 5-6 posisi dibanding PISA 2018. Untuk literasi membaca, peringkat Indonesia di PISA 2022 naik 5 posisi dibanding sebelumnya. Untuk literasi matematika, peringkat Indonesia di PISA 2022 juga naik 5 posisi, sedangkan untuk literasi sains naik 6 posisi. Tapi dari sisi kemampuan orang indonesia terhadap Matemika, Membaca, dan Sains terus menurun.
Pada subjek kemampuan membaca, Indonesia catatkan skor rata-rata 359, terpaut 117 poin dari skor rata-rata global di angka 476, dan turun 12 poin dari edisi sebelumnya. Selain itu, penurunan skor pada subjek ini juga jadi yang paling signifikan dalam 5 edisi terakhir. Selanjutnya pada subjek kemampuan matematika, yang menjadi topik utama pada PISA 2022, skor rata-rata Indonesia turun 13 poin menjadi 366, dari skor di edisi sebelumnya yang sebesar 379. Angka ini pun terpaut 106 poin dari skor rata-rata global. Penurunan skor rata-rata sebesar 13 poin juga dicatatkan pada subjek kemampuan sains.
Pada PISA 2022, Indonesia memperoleh skor rata-rata 383 di subjek ini, terpaut 102 poin dari skor rata-rata global. Hasil ini kembali menyamai torehan skor pada PISA 2009. Apa artinya? dari tahun 2009 sampai sekarang tidak ada perubahan sebagaimana perubahan hebat pada proyek phisik. Makanya jangan kaget bila ekonomi tumbuh tetapi melahirkan paradox terhadap kemakmuran.
Kalau ini tidak segera diubah dan diperbaiki maka dalam jangka panjang proyek phisik itu akan hancur lagi karena generasi 2009 -2023 lemah matematika, literasi dan sains. Mereka mudah jadi bigot dan dibohongi oleh politisi populis, seperti makan siang gratis, STNK gratis, BPJS gratis, dan tis tis. Karena mereka tidak punya literasi cukup untuk menilai yang gratis itu memperbodoh dan melemahkan daya kamandirian berkonsumsi. Membiarkan produk gagal dan terus melanjutkannya, itu akan melahirkan bencana. Camkan itu saat di bilik suara Pilpres 2024.
No comments:
Post a Comment