Monday, February 27, 2023

Amanah Reformasi dikudeta oligarki

 




Sebenarnya sejak di amandemen UUD 45 tahun 2003, kita sudah menerapkan idiologi terbuka dan demokrasi terbuka. Ini semua keinginan dari pejuang reformasi yang berhasil menjatuhkan Soeharto. Tapi tidak banyak orang paham. Bahwa itu bukan sekedar reformasi, tetapi adalah juga revolusi politik. Dari sistem totaliterian ala Orba,  menjadi demokrasi terbuka. Itu sangat drastis perubahannya. Tapi perubahan itu dalam perjalananya dikudeta oleh partai dan elite. Mengapa? mari saya jelaskan secara sederhana.


Pertama, kita tidak punya lagi GBHN. Jadi setiap calon presiden harus punya agenda jangka pendek dan menengah yang bisa dijual kepada publik. Capres harus punya kemampuan menterjemahkan agendanya dalam narasi politik yang bisa dimengerti orang awam. Itu disampaikan setahun sebelum pemilu,  melalui media massa dan sosial media. Nah seharusnya survey Elektabilitas didasarkan pada questionary yang berkaitan dengan agendanya. Jadi ukurannya bukan popularitas tetapi elektabiltas atas dasar kualitas gagasan. Dengan demikian lembaga survey sudah ikut mencerdaskan rakyat. 


Kedua, kita menganut Pemilu langsung. Presiden dipilih langsung. Legitimasi kekuasaan presiden sangat kuat. Termasuk memilih anggota kabinet. Seharusnya dalam menyampaikan gagasannya, capres menyebutkan siapa saja calon anggota kabinetnya. Publik pun dapat menilai gagasan itu secara utuh. Yang dinilai bukan hanya idenya tetapi juga, apakah anggota kabinet yang ditawarkan capres itu qualified atau tidak. Artinya publik bisa menilai antara gagasan dan team yang akan membantu tugas presiden ada korelasinya. Alias nyambung. Nah seharusnya lembaga survey menentukan Elektabilitas atas dasar anggota kabinet dari capres.


Ketiga, kita menganut sistem  proporsional terbuka. Anggota DPR bukan lagi diplih oleh partai tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Pemilih melihat photo caleg ( DPR) dan asal partainya. Seharusnya anggota DPR tidak bisa diberhentikan kecuali oleh pengadilan akibat perbuatan pidana, dan tidak bisa partai menggantikannya dengan kader lain. Dengan demikian ada pertanggungan jawab dan hubungan emosional antara caleg dengan DAPIL nya. Tapi karena UU memungkinkan Partai memberhentikan Anggota DPR, maka setelah caleg terpilih, mereka tidak peduli dengan rakyat memilihnya. Mereka focus melaksanakan agenda partai. Jadi elektabilitas partai tinggi tidak menjamin partai itu hebat. Caleg hebat tidak menjamin caleg itu akan amanah kepada rakyat.


Sistem konvensi.

Seharusnya setiap partai mengadakan konvensi calon Presiden. Pesertanya bukan hanya kader partai tetapi juga umum. Partai bukan saja mencetak kader pemimpin tetapi juga membukan peluang  siapapun anak bangsa bisa menjadi president.  Mereka disaring lewat panitia seleksi. Siapa yang berkualitas, maka dia akan masuk putaran kompetisi lewat konvensi. Disitu publik melihat mereka berdebat di TV dan media massa, media sosial. Nah disini peran lembaga survey menentukan untuk melakukan pooling siapa yang terbaik, akan mendapatkan tingkat elektabilitas tinggi. Yang tertinggi akan diadu dengan capres dari partai lain lewat Pemilu.


Dewan Perwakilan Rakyat dan DPD

Seharusnya Caleg anggota DPR itu sebagian besar berasal dari anggota DPD yang sudah sukses memperjuangkan Daerah yang diwakilinya di tingkat nasional. Jadi apabila mereka jadi anggota DPR, pemahaman tekhnis mereka berkaitan dengan kepentingan lokal sudah mumpuni. Tentu UU yang berkaitan dengan kebijakan nasional dibergai sektor pasti berbasis kepentingan lokal namun berspektrum nasional. Tapi yang terjadi dalam praktek, Caleg DPR dipilih karena popularitasnya. Makanya jangan kaget bila kita punya anggota DPR dan DPD tidak semua berkualitas negarawan. Kemampuan riset mandiri mereka rendah sekali, dan itu karena miskin literasi.


Kesimpulan.

Apa yang terjadi pada sistem demokrasi kita? sebenarnya bukanlah demokrasi dalam arti dari rakyat untuk rakyat. Bukan. Demokrasi kita dikudeta oleh sistem oligarki partai. Mereka membuat aturan dengan simbol demokrasi tetapi esensinya adalah tiran, dalam bentuk group oligarchi atau meminjam kata kata Prof Jeffrey Winters, demokrasi indonesia menjelma menjadi “ untamed ruling oligarchy’ ( oligarki penguasa yang liar’.).” Lucunya rakyat yang tingkat literasinya rendah, mau saja masuk dalam drama yang dicreate oleh untamed ruling oligarchy, yang didukung oleh lembaga survey, influencer, media massa, cukong. Maka jadilah lembaga survey Capres seperti kontes Indonesia idol. Orang banyak dipaksa berkiblat kepada tokoh dan memujanya secara bigot. Hilang akal sehat, pastinya.




Politik menari diatas bara.

 



Politik dari hari ke hari semakin dinamis. PDIP inginkan Sistem pemilu proporsional terbuka. Sementara 8 fraksi tidak mendukung. Bahkan Wakil Presiden dan presiden menyatakan mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Sebenarnya sistem terbuka maupun tertutup, itu sama saja. Sama sama ada kekurangan dan kelebihannya. Namun secara politik ini membuktikan agenda politik PDIP sebagai rulling party tidak sepenuhnya didukung koalisi dan presiden tidak sepenuhnya loyal dengan idiologi PDIP.


Menurut saya, terlepas soal agenda politik dibalik sistem terbuka atau tertutup. Kedua sistem itu bagus dan tidak ada yang salah. Yang salah itu kalau sistem dalam pelaksanaannya tidak dijalankan secara kosisten. Misal cara terbuka. Kita pilih caleg yang kita kenal.  Itu bagus. Ada hubungan emosional antara kita dan caleg. Tapi apakah setelah dia jadi anggota DPR, kita berhak menuntut dia bertanggung jawab atas pilihan kita? Faktanya tidak. Secara UU anggota DPR bertanggung jawab kepada Partai. Buktinya anggota DPR bisa diberhentikan (PAW) kapan saja oleh Partai.


Sistem tertutup juga bagus. Asalkan sistem diterapkan secara konsisten. Seperti misalnya, Partai harus bisa menjaring orang orang berkualitas duduk di DPR. Tidak harus dia kader partai. Bisa saja profesional atau tokoh masyarakat. Yang pasti mereka bukan orang loyal kepada partai tetapi loyal kepada kebenaran. Itu bagus dan ideal untuk sistem tertutup. Masalahnya apa iya partai akan mengutamakan kualitas anggota DPR daripada loyalitas ? Kalau perolehan suara pileg hanya bagi bagi kursi untuk kader partai, ya sama saja boong. Lantas apa gunanya pemilihan langsung dan terbuka, kalau toh pada akhirnya yang menentukan kinerja dia bukan rakyat tetapi partai.


Partai koalisi pemerintah juga main main dengan belum disahkannya Perppu Cipta kerja oleh DPR. Apakah ini hanya sekedar molor agenda rapat Paripurna DPR atau ada sesuatu yang lain?. Menurut saya, setelah Perppu itu diteken presiden, DPR harus segera bersidang untuk mensahkan Perppu itu. Karena semua aspek atas UU Cipta kerja udah dibahas sebelumnya, dan PERPPU itu tidak mengubah ensensi dari UU itu sendiri. Tapi memang ada masalah di Elite. Bukan hanya soal PERPPU Cipta Kerja, ada juga agenda Jokowi untuk  merevisi UU IKN. Ini juga akan jadi bargain bagi elite partai berhadapan dengan Presiden. Kalau tidak ada perubahan UU, sangat sulit bagi Badan Otoritas IKN  deal dengan investor. Karena dibatasi wewenangnya soal ketentuan tanah.


Sepertinya Perppu Cipta kerja dan Revisi UU IKN dijadikan bargain oleh partai koalisi pemerintah dan oposisi. PDIP dan Jokowi saling berhadapan akibat ulah intrik politik. Karena kalau digabung dengan Koalisi perubahan, suara PDIP kalah di DPR. Dampaknya Agenda perubahan Sistem Pileg Terbuka atau tertutup, agenda Perppu Cipta Kerja dan RUU IKN terancam kandas. Ini sangat buruk terhadap reputasi pemerintahan Jokowi, termasuk PDIP yang mengusung Jokowi. Untuk apa mereka bargain? Ya untuk menggolkan capres yang mereka usung. Setidaknya bacapres mereka tidak dikasuskan, Maklum, tidak ada bacapres yang engga terkait kasus hukum. Apalagi dengan kepelesetnya lidah Megawati yang mempertanyakan majelis taqlim ibu ibu. In akan berdampak perseteruan luas antara nasionalis sekular dengan golongan islam. Merugikan PDIP, menguntungkan partai lain, terutama oposisi.


Jadi singkatnya, saat sekarang terjadi negosiasi secara luas lintas koalisi dan partai dan tentu golongan. Apa penyebabnya? inilah dampak dari politik pragmatis. Masing masing partai itu berangkat dari agenda berbeda, tetapi bukan untuk kepentingan nasional. Tetapi kepentingan pragmatis. Lebih buruk lagi kepentingan sahwat soal kekuasaan dan kerakusan. Mungkin perseteruan dan intrik itu kalau tidak bisa berdamai diantara mereka, akan terjadi proses lahirnya invisible hand Tuhan. Maka yang terjadi, terjadilah…


Saturday, February 18, 2023

Devisa Hasil Ekspor (DHE)

 




Kebetulan di kantor sedang diskusi dengan beberapa orang soal cadangan devisa.  Dirut minta saya duduk dalam ruang meeting itu. Ya saya jadi pendengar aja. Sebagian besar mereka bingung. Mengapa sudah ada kebijakan BI 24/18/PBI/2022 tentang insentif  yang diberikan kepada nasabah pemilik valas berupa imbal hasil yang kompetitif dan insentif pajak dari pemerintah. Sementara, insentif yang diberikan kepada perbankan, yakni valas yang diterima oleh perbankan tidak akan diperhitungkan sebagai komponen Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga tidak dihitung sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valas dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). 


Mereka menguraikan berbagai alasan mengapa sehingga tetap saja eksportir tidak mau bawa pulang ke Indonesia. Sehingga tidak mendukung kekuatan cadangan devisa. Padahal kalau devisa kuat, mata uang juga akan kuat. Mengapa tetap aja devisa ngendon di luar negeri. Ini udah berlangsung sejak era SBY. Baru menjadi masalah saat kita surplus neraca perdanganga. 


Bank Indonesia (BI), mengakui di saat ekspor Indonesia surplus berturut-turut selama 32 bulan, namun banyak eksportir yang tidak memarkirkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri. Kalau dilihat data ekspor kita di 2022 itu tinggi sekali US$ 291 miliar dan trade balance kita itu sekitar US$ 55 miliar. Akan tetapi, pada Desember 2022, posisi cadangan devisa (cadev) mencapai 137,2 miliar US$. Bila dibandingkan dengan posisi Januari 2023, cadev hanya sedikit meningkat US$2,2 miliar ke posisi US$139,4 miliar. Bahkan pemerintah terpaksa berhutang untuk tambah Cadev. 


Padahal pengusaha sudah dapat fasilitas sumber daya dari negara berupa kredit longgar,  konsesi bisnis dan lain lain.  Kok bisa kalah sama TKI yang setia kumpulkan devisa. Pada tujuh tahun terakhir, remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) per tahun minimal US$8,69 miliar per tahun. Capaian tertinggi kiriman remitansi TKI pada 2019, mencapai US$11,44 miliar, atau lebih dari Rp160 triliun. Seharusnya pengusaha pengolah SDA itu malu ya.


Ok, mengapa sampai neraca perdagangan surplus tapi devisa tidak masuk ke Indonesia ? 


Pertama alasan kualitatif. Hampir semua pengusaha pengolah SDA itu menerapkan skema counter trade atau ijon. Mereka menarik pinjaman luar negeri untuk eksploitasi tambang, kebun dan lain lain, yang pembayarannya lewat hasil produksi. Jadi wajar saja, setiap ekspor hanya dicatat dalam pembukuan tapi tidak masuk ke dalam negeri. Itu devisa dikuasai oleh lender. 


Mereka kadang menggunakan SPC dengan menunjuk lembaga keuangan keuangan sebagai S/A ( special assignee) di luar negeri sebagai lender dengan skema non arbitrase. Artinya jaminannya hasil tambang itu sendiri. Jadi wajar kalau semua hasil ekspor masuk ke rekening SPC. Pengusaha tambang hanya catat dalam pembukuan.  Bayar pajak.


Pengusaha pengolah SDA itu, sejatinya mereka tidak percaya kepada pemerintah, terutama tidak yakin terhadap stabilitas politik. Jadi skema ini sebagai cara jaga jaga aja. Kalau chaos terjadi, ya mereka tinggal angkat koper terbang ke luar negeri. Di luar negeri mereka sudah sangat kaya dan menikmati hidup dengan damai.


Tentu wajar saja pengusaha bersikap seperti. Jangan pertanyakan soal nasionalisme. Itu hanya konsep imeginer. Terutama dalam era globalisasi, nasionalisme itu omong kosong. Makanya jangan kaget bila China menjaga ketat moneternya, termasuk due diligent sumber dana investasi asing.  Kalau skema investasi itu terindikasi cross settlement dengan account di lender luar negeri. Ya izin  investasi tidak akan didapat. Engga ada modal?  ya sorry aja,  izin engga keluar. Mana bisa jadi pengusaha modal bacot dan elus telor pejabat doang.


Di China, kalau terindikasi perusahaan punya rekening di luar negeri tanpa terafiliasi dengan dalam negeri, maka dianggap korupsi dan hukumannya MATI! Hukum kita yang begini engga ada. Orang hanya diikat dengan semangat pancasila. Percaya sajalah. Terima sajalah. SDA ludes, DHE milik orang asing. Kan bego.


“ Pak Ale, bantu jelaskan gimana alasan kuantitiatif praktis” Kata mereka


“ Ok lah. Pertama, uang itu sudah sama seperti komoditas. Nilainya turun naik atau volatile. Orang kalau punya uang banyak pastilah dia harus kelola uang itu lewat portfilio investasi uang. Mengapa ? pergeseran kurs 1% saja, kalau uang jutaan dollar, besar sekali pengaruhnya. “


“ Ok paham. Tetapi mengapa tidak tempatkan saja valasnya di Indonesia. Karena bisa dikelola dari sini. Perbankan kita kan sudah dapat insentif untuk punya kelonggaran kelola valas”


“ Masalahnya pasar uang di negara kita sempit. Walau kita menganut pasar bebas, tetapi ruangnya tidak longgar. Management likuiditas tidak mendukung. Beda dengan di luar negeri seperti Singapore, Hong Kong atau Eropa. Mereka punya sistem dengan yield yang lebih tinggi dengan volatilitas yang relatif rendah. Mereka juga punya pasar otomatis dan likuiditas juga otomatis. Berapapun kita mau hedging pasti ada. Engga pake nunggu dan ribet. Jadi pemegang valas nyaman, ongkos transaksi juga murah.”


“ Duh ini masalah teknis sekali” kata mereka. “ Bisa beri contoh?


“ Gini contoh sederhana. Pertamina atau PLN mau bayar utang. APa gampang dapatkan valas? engga mudah. Itu artinya pasar hedging terbatas. Bayangin aja, perusahaan sekelas PLN dan Pertamina dengan turnover miliaran dollar setahun, tidak ada jaminan hedging yang solid. Mereka terpaksa dealing dengan shadow banking di singapore untuk amankan kewajiban valasnya. Nah mau engga mau, mereka harus tempatkan valasnya di luar negeri. Begitu juga dengan konglomerat” Kata saya.


“ Kan udah ada jalur swab  billateral. Itu kan bisa digunakan” Kata mereka.


“ SWAP bilalateral dengan China, Singapore dan lain lain, itu engga penting dan engga ngaruh.  Karena ada limitnya. Yang unlimited kan the Fed. Nah kita engga punya otomatis SWAP settlement dengan the Fed. Ini justru membuat tingkat kepercayaan kepada Rupiah jadi rendah. Ya ngapain nempatkan dana ke posisi rekening  bank dalam negeri.”


“Kan kita udah ada REPO Line dengan the Fed “ Kata mereka.


“ Repo line itu di drive oleh BI. Itupun tidak leluasa digunakan BI. Engga otomatis.”


“Duh kenapa begitu ?


“ Rekening Cadev kita tidak terbuka, rekam jejak kebijakan yang  tidak sehat dan stabil. Atribut penting dari cadangan  devisa itu adalah  fundamental ekonomi dan kedalaman instrumen keuangan, kebijakan yang transparan dan dapat diprediksi. Dengan kata lain, stabilitas ekonomi unsur penting untuk diakui pasar. “ 


“ Contohnya pak ” kata mereka


“ Gini ya. Analisis regresi Cadev itu diukur dengan biaya CDS,. Bukan hanya tingkat CDS yang rendah. Tetapi semakin kecil ketergantung kepada Valas. Kemandirian yang terus meningkat dan kepercayaan yang semakin besar. Stabilitas politik yang terjamin. Nah kita kan semua serta rentan. Ketergantungan modal, tekhnogi,  dan jasa  sangat tinggi kepada Asing. Politik multipartai menciptakan ketidak pastian.”


“ Tapi kan pak, kalau dengar cerita pejabat dan menteri, kita kan hebat.” 


“ Pasar engga dengar orang bacot. Pasar itu ditentukan oleh pemain yang tidak melihat retorika tetapi laba rugi. Mereka menghukum pemerintah yang lemah dengan cara pindahkan posisi aset ke negara lain. Kalau tetap mau dapat devisa, ya utang. yang gratis mana ada’


“ Terus dimana nasionalisme ?


“ Duh ini era globalisasi, istilah nasionalisme udah basi.” Kata saya.


Thursday, February 16, 2023

Tikus mati di lumbung padi.



“ Ada dua pabrik pupuk di Aceh yang berhenti beroperasi yaitu PT ASEAN Aceh Festilizer (AAF) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). AAF diketahui sudah diakuisisi oleh pada 2018 lalu. AAF sama PIM berhenti, problemnya apa? Ini sudah sejak 2005," kata Jokowi.


“ Karena masalah suplai gas “ jawab Menteri.


"Saya enggak tau, berpuluh-puluh tahun, bertahun-tahun kita diamkan saja aset sebesar ini. Kalau saya turun ke desa bertemu petani. Selalu yang disampaikan adalah 'Pak pupuk nggak ada, Pak pupuk harga tinggi’. kalau enggak ada, kalau suplainya turun artinya harga pasti naik otomatis. Apalagi yang bersubsidi," Ujar Jokowi.


Tak hanya itu, Jokowi juga meminta Pabrik Amoniak PIM-1 dan PIM-2, bagian dari PIM, bisa segera dijalankan. Jokowi pun meminta Erick membantu kebutuhan gas untuk pabrik-pabrik ini. "Ini kebutuhan dasar yang kami inginkan, kok dibiarin saja," kata dia. “ Inilah masalah besar yang harus kita atasi,” kata Jokowi saat peresmian, Jumat, 10 Februari 2022. “


Anda bisa bayangkan. Pupuk yang berkaitan dengan kebutuhan mayoritas rakyat, bisa dipermainkan pasokan bahan baku. Dan lucunya lagi pabrik yang butuh bahan baku gas itu adalah BUMN. Dan lebih lucunya lagi adalah kita punya gas melimpah dan termasuk salah satu produsen gas terbesar di dunia. Jadi kalau ada yang mempertanyakan negara kalah sama kepetingan bisnis, itu bukan mitos atau hoax.


Mari perhatikan. Kita punya kilang LNG Tangguh. Tapi kita tidak bisa kendalikan pasokan untuk dalam negeri. Mengapa ? karena kilang tangguh itu dibangun oleh konsorsium Asing dengan skema offtake market. Artinya, semua produksi LNG tangguh sudah diijon oleh investor dalam jangka panjang. Kita baru kebagian tahun 2026. Ada lapangan gas Masela tapi dibiarkan mangkrak karena maksa bangun di darat demi rente.


Mengapa ? walau LNG itu dihasilkan dari sumur kita sendiri, namun standar harga LNG kita adalah harga international. Nah Beli dengan harga international jelas engga feasible untuk produksi pupuk. Karena harga kemahalan. Pemerintah memang punya program insentif bagi pabrik pupuk dengan harga diskon. Tetapi faktanya juga engga mudah pabrik pupuk dapankan jatah itu. Mengapa ? Disparitas harga lokal dengan ekspor bedanya jauh sekali. Mending ekspor lah.


Walau pabrik pupuk ada rencana impor LNG, tetapi itu hanya omong doang. Mengapa? kita engga punya pusat logistik LNG. Harus tahu bahwa LNG itu bukan barang tapi gas yang butuh insfrastruktur terminal yang canggih. Kita sibuk bangun jalan dan jembatan, tetapi lupa membangun infrastrutkur bisnis yang fital bagi rakyat banyak dan para menteri sibuk omong doang. Itu udah jadi tabiat sejak era SBY. Engga berubah sampai sekarang. Padahal kebutuhan pupuk di Indonesia mencapai 13,5 juta ton, sedang yang baru bisa dipenuhi baru 3,5 juta ton. Bego engga!


65% Dapen bermasalah.



Belum lama ini, Erick sempat menyampaikan laporan yang dia terima terkait Dana Pensiun BUMN. Berdasarkan laporan yang diterimanya, sebesar 65% dana pensiun di perusahaan pelat merah bermasalah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir, lima Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) terancam gagal membayarkan manfaat pensiun kepada pesertanya. Kelima DPPK yang terancam gagal bayar itu adalah, Dapen Industri Sandang, Dapen Kertas Leces, Dapen Istaka Karya, Dapen Industri Sandang, dan Dapen PTPN II.


Apa modus bancakin Dana Pensiun?


Pertama. Unrealised loss itu bisa saja terindikasi fraud. Mengapa ? Dalam praktek perdagangan di pasar modal. Membentuk harga tinggi itu bisa dilakukan dengan membentuk beberapa nominee rekening efek. Kemudian digerakan antar rekening untuk melakukan perdagangan, seperti wash sales, matching order, Jadi harga saham tinggi by design. istilah ini dikenal dengan Painting the tape. Agar keliatan normal, ya pada saat menjelang penutupan pasar atau istilahnya, marking the close. Ya di Pump-pump dengan cara manipulasi.


Dalam akuntansi unrealized loss biasanya tidak dicatatkan dalam laporan laba rugi namun masuk ke comprehensive income. Sebab, aset saham biasanya masuk ke akun available for sell saat dibeli. Kasus unrealize loss ini juga terjadi pada ASABRI dan Jiwasraya. Baru meledak, setelah tak ada recovery sekian lama.


Kedua. Biasanya portfolio investasi yang masuk unrealized loss itu dibungkus dalam bentuk Rerksadana dengan value akuntasi atau harga perolehan. Ini diatur oleh Perusahaan sekuritas atau manager investasi. Nah reksadana ini ini dikelola oleh Manager invesasi. Namun bisa saja yang terjadi yang ditransaksikan bukannya reksadana tapi underlying ( asset /saham). Aset tersebut ditransaksikan lewat berbagai skema. Kalau exit gagal, ya bisa jadi aset hilang. Namun diakuntasi reksadana tetap tercatat di neraca. Baru akan tahu kalau ada audit forensik terhadap aset tersebut.


Ketiga. Membeli saham pada perusahaan dengan tujuan exit atas dasar kesepakatan bersama. Biasanya dengan exit untung berlipat. Tetapi ternyata dana hasil penjualan saham itu oleh emiten digunakan untuk bayar utang kepada perusahaan afialiasi. Itu sama saja mindahkan dana pensiun ke perusahaan yang tidak terikat akad. Kalau exit gagal, ini bisa memicu agar Dapen keluar uang lagi. 


Focus untuk menggolkan Exit strategy. Baru berhenti skema itu setelah terlalu besar alokasi dana. Modus seperti ini yang terjadi pada Dapen Pertamina, dalam kasus PT. Sugih Energy Tbk  ( SUGi)  oleh PT Millenium Danatama Sekuritas. Seperti ini  juga diterapkan pada PT Elnusa Tbk (ELSA), PT Kresna Graha Investasi Tbk (KREN), serta PT Hanson International Tbk (MYRX).


Keempat. Walau sudah ada aturan OJK tentang strutkur portfolio dana pensiun, yang sebagian besar harus masuk ke posisi yang aman seperti deposito, SBN tapi tidak ada jaminan aman. Mengapa? bisa dimainkan lewat skema hedge fund. Misal lewat credit link note dengan benchmark saham LQ 45. Deposito atau SBN dipinjam lewat SWAP dengan Bond pengusaha.  Kalau strategi investasi sukses, Dapen akan dapatkan dana manfaat berlipat. Kalau gagal, akan jadi potensi loss. 


Mengapa ini bisa terjadi ? karena OJK sebagai pengawas tidak melaksanakan fungsinya dengan baik dan Direktur Dapen tidak amanah dan lack financial knowledge.


Analogi modus bancakin aset DAPEN.

Katakanlah anda punya bisnis bagus. Membangun apartemen. Tanah punya orang. Namun sudah mau menempatkan tanah itu kedalam perusahaan anda sebagai saham. Jadi secara akuntansi dan legal. Anda sudah punya aset. Anda juga sudah punya market yang dijamin oleh reputable marketing agent property. Karena harga jual murah. Soal kontruksi sudah ada kesanggupan dari kontraktor yang dibayar dari unit yang terbangun. Kenapa kontraktor mau. Karena harga yang anda tetapkan murah. Izin sudah ada semua.


Hanya masalahnya anda tidak ada modal awal untuk memulai pembangunan dan marketing.  Katakanlah, modal awal itu diperlukan 10% dari total capex. Karena didukung oleh cash flow penjualan. Kalau laba 10% dari penjualan maka laba atas modal awal mencapai 200%. Mantul kan. Tapi gimana caranya dapatkan modal awal  ?


Anda datangi Dana pensiun. Serahkan proposal proyek dan asset perusahaan. Anda tawarkan skema reksadana penyertaan terbatas atau mutual Fund limited partnership. ( FLP). Itu dibenarkan secara hukum. Tentu anda harus tawarkan bunga atau imbal hasil diatas bunga bank. Kalau margin 200%, pastilah menarik. Gimana caranya Deal dangan dana pensiun ? Ya hubungi Manager investasi yang kelola dana pensiun. Misal, BPJS -TK. Ada 16 Manager investasi sebagai agent. Rata Rata masing masing Manager investasi kelola dana diatas Rp 2 triliun.


Kalau skema itu berhasil, dan dana pensiun happy, maka dari laba itu anda beli tanah dengan harga murah., katakanlah Rp 200 ribu. Kemudian terbitkan reksadana limited offer dengan underlying tanah itu. Tentu tetapkan harga tanah Rp 1 juta. Untung jual tanah. Jangan lupa bagi bagi ke pejabat Dana pensiun.


Selanjutnya anda bisa beli emiten deaduck lewat backdor. Harga murah. Kemudian cemplung kan business plan untuk right issue. Sebelum itu, datangi  dana pensiun. Jual reksadana eksklusif  atau fund as one  Dengan yield dari kenaikan saham saat IPO.


Kalau ternyata skema tidak jalan sesuai yang direncanakan sehingga terjadi gagal bayar atas reksadana itu, gimana ? Selagi terus ada konspirasi, pihak Dana pensiun dan Manager investasi pasti ada solusi? Gimana? . Ya terbitkan lagi reksadana untuk bayar reksadana itu. Kalau kewajiban Rp. 100 miliar, Terbitkan Rp. 150 miliar reksadana baru. Yang 100 untuk bayar yang lama. Sisanya bagi bagi. Jadi posisi still on. Anda aman, dan Pihak Dapen juga aman. Di neraca semua clean.  


Gimana nasip pensiunan dan buruh? biarin aja. Anggap mereka kambing. Yang memang sudah takdirnya dikorbankan. Yang penting anda kaya raya dan berteman dengan politis yang bertugas bobol APBN kalau nanti dana pensiun uangnya habis. Agar bisa dirampok lagi


Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...