Setelah pulang dari London, SP santai aja. Orang banyak berspekulasi soal makna pertemuannya dengan Jokowi. Maklum sudah lama mereka tidak bertegur sapa. Hal yang mengejutkan setelah itu adalah PD dengan tegas menyerahkan soal cawapres kepada Anies. Artinya PD tidak ngotot mau dapat jatah Cawapres dalam koalisi. Dengan demikian, PD dan Nasdem masih kurang 4% suara untuk memenuhi presidential threshold. Itu diharapkan dari PKS atau partai lain yang tidak masuk parlemen seperti Perindo dll. Soal PKS mau setuju atau tidak, tidak lagi significant. Karena PKS mau merapat kemana lagi ? .PKS pada akhirnya akan bergabung juga.
Orang lupa SP itu mantan wartawan dan juga pengusaha. Dia jago baca situasi. Dia terbiasa dekat dengan ring kekuasaan dan sekali dia bersikap, itu akan dia perjuangkan. Sebagaimana dari awal sikapnya mengusung Anies sebagai Capres “ Kalau saya sebagai Ketum NasDem ya kasih kesempatan yang seluas-luasnya ya, sebaik-baiknya, kepada kawan-kawan baik itu Demokrat, baik itu PKS atau siapa saja. Ya NasDem tidak mau desak-desak itu, atur saja, mau koalisi boleh. Kurang, nggak koalisi juga tidak apa-apa," kata Surya Paloh kepada wartawan di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/10/2022).
SP pengalaman mendekati penguasa dan pengalaman juga mengakhir kekuasaan. Era Pak Harto dia dekat dengan cendana. Tapi menjelang jatuh Soeharto, dia sempat diperiksa Laksus Jaya. Karena menantang Soeharto. Akhirnya toh dia juga yang menang. Soeharto jatuh. Dia dekat dengan PDIP saat Mega jadi presiden, tapi dia juga yang duluan hengkang ke SBY sebelum akhir kekuasaan Mega. Jatuh juga Mega tahun 2004 dan SBY menang. Tahun 2009 dia duluan ninggalin SBY dan akhirnya dukung Jokowi. Kalah juga capres PS yang didukung SBY.
Nah sebenarnya engga hebat hebat amat SP itu. Dia hanya memanfaatkan peluang dan bandul politik kemana bergerak. Dia engga mau ambil resiko. Play safe aja. Mengapa dia dukung Anis? Kemenangan Jokowi di Pilpres tidak significant. Hanya beda 4% ( 2014) dan 10% ( 2019). Anies icon mereka yang tidak memilih Jokowi dan mereka yang dirugikan oleh kebjakan Jokowi. Yang jelas seperti HTI, FPI, korban Jiwasraya, Bumiputera, Wanartha, MinaPadi, OSO sekuritas, Indonsurya, termasuk petani sawit yang dikorbankan oleh tataniaga, juga rakyat disekitar tambang batubara dan nikel yang blangsat, dan lain lain, pasti mereka alihkan dukungan ke Anies.
SP, pintar. Dia bungkus Anies lewat Nasdem, sehingga terhindar dari bersatunya kaum moderat yang menentang politik identitas. Orang mau tuduh gimanapun, faktanya Anis diusung oleh partai non Islam. Konsultan politik Anies adalah Eep Saifullah yang juga konsultan Jokowi waktu Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2012. Orang yang paham ilmu komunikasi politik, tentu paham bahwa“ Most of the news is negative. And though we hate to admit it, we love it. We crave good stories but devour bad stories twice as fast, and turn bad stories into good images.…” artinya berita kebencian terhadap Anies memang by design. Strategi ini pernah diterapkan di Pilkada dan Pilpres, yang memang efektif melakukan panetrasi pemilih. Itu sudah dibuktikan.
Anies unstoppable kecuali para elite politik dari semua pimpinan partai koalisi pemerintah sepakat menggusur Anies. Tapi kalau lihat terasingnya PDIP dari koalisi soal perubahan sistem pemilu legislatif dari terbuka ke tertutup. itu sudah cukup membuktikan bahwa Elite politik tidak solid seperti maunya PDIP dan Jokowi. Atau ada deal khusus kepada SP, untuk batal calonkan Anies. Itupun deal nya engga murah. Nah apapun deal, SP tetap menang. Mengapa? karena dari awal sejak dia masuk ke arena poltik, dia sudah berpikir sebagai “pemain”, bukan sekedar euforia buta dan cari uang kecil atau sekedar kekuasaan. Di hadapan "pemain" semua orang adalah lawan. Tidak ada teman sejati. Yang ada hanyalah kepentingan.
No comments:
Post a Comment