Thursday, December 22, 2022

Digitalisasi?

 


Saya sangat mendukung rencana reformasi birokrasi berbasis digital itu. Sebenarnya kalau anda pernah baca buku, Digital government principles and best practices. Munculnya Internet sebagai kekuatan teknologi dan sosial utama pada 1990-an memiliki dampak transformatif pada hubungan antara pemerintah dan warga negara. Mengakhiri pemerintahan yang monolitik dan tidak efisien. Karena itu perlu mendefinisikan kembali hubungan antara sektor publik dan pemilih menggunakan teknologi baru ini. Itulah yang disebut reformasi.


Apakah kita serius untuk melakukan reformasi birokrasi menju digitalisasi ? Untuk tahu seriusnya itu maka kita perlu tahu apa saja yang diperlukan untuk digitalisasi itu. Maklum digitalisai itu bukan hanya bicara konten aplikasi tapi juga infrastruktur telekomunikasi. Tanpa backbone internet maka digitalisasi itu hanya omong kosong dan hanya bentuk lain dari penjajahan model baru. Nah mari kita lihat peta ekosistem bisnis saat sekarang yang terkait dengan digitalisasi itu.


Backbone internet itu terbagi tiga Tier ( tingkat ). Tier 1 adalah jaringan utama yang menghubungkan internet ke seluruh dunia.    Siapa yang menguasai ? AT&T, CenturyLink, Cogent Communications, Deutsche Telekom, Global Telecom and Technology (GTT), NTT Communications, Sprint, Tata Communications, Telecom Italia Sparkle, Telia Carrier, dan Verizon. Asing semua. 


Bagaimana Indonesia ? Tier 2 adalah local backbone. Ini penyedia jaringan nasional ( Fiberoptic ) dengan route ke Tier 2. Tier 3, agent yang memberikan akses kepada Tier 2 terhubung dengan Tier 1. Nah Indonesia itu hanya ada pada Tier 2 saja. Dan route ke Tier 1 tidak langsung, tetapi melalui Tier 3. Kalau bicara nation interest ya harus juga bicara tentang infrastruktur internet. Tanpa itu,  Indonesia  tidak punya kedaulatan digital. Apa jadinya kalau sistem digital kementrian keuangan dijebol asing atau mendadak diputus oleh mereka. Macetlah sistem pemerintahan. 


Apakah indonesia mampu?  90% trafic internet sekarang tergantung kepada SeaMeWe-3. Apa itu SeaMeWe-3? adalah kabel optik bawah laut yang menghubungkan internet kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Eropa Barat. Proyek ini dibangun oleh konsorsium France Telecom dan China Telecom, serta diadministrasikan oleh Singtel. Walau Indonesia melalui Telin anak perusahaan PT. Telkom ikut dalam konsorsium Asia-America Gateway namun pemanfaatnya sangat terbatas dan sampai kini belum beroperasi karena kendala teknis.  Keterlibatan Konsorsium hanya sebatas user off taker  dan izin melintasi kabel bawah laut Indonesia.


Visi Indonesia dibidang digital hanya visi receh.  Hanya ojol, pinjol ,  unicorn, game online termasuk judi online dan jualan quota internet. Bukan berorientasi kepada kedaulatan digital yang melindungi kepentingan nasional. Nah apa jadinya kalau reformasi birokrasi berbasis digital yang infrastruktur dikuasai Asing. Itu sama saja kita tempatkan leher di Guillotine untuk dipancung asing. 


Apa solusinya ? 


Saran saya agar pemerintah jadikan PT. Telkom ( bumn) sebagai private company atau perusahaan tertutup, dengan cara buy back saham di bursa lokal maupun New York. Kemudian beri penugasan kepada Pt. Telkom sebagai provider infrastruktur IT dengan skema SWAP saham kepada pihak asing yang gelar Fiberoptik (FO). Dengan demikian negara punya akses mengendalikan provider dan kita berdaulat terhadap sistem digital.


No comments:

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...