Monday, June 6, 2022

Megawati yang saya kenal.

 





Andaikan bukan Megawti yang jadi ketua umum PDIP, saya yakin paska kemenangan PDIP pada Pemilu tahun 1999 dan Megawati kalah dalam pemilihan Presiden di Parlemen, mungkin kita sudah perang saudara. Karena selama rezeim Soeharto tidak sedikit kader PDIP dikarungi dan hilang tanpa pusara. Dan rakyat pemilih PDIP melihat dengan mata kepala mereka dipecundangi oleh koalisi partai Islam di Parlemen. Semua tahu bahwa Megawati itu putri biologis dan idiologis Soekarno dan elite islam punya dendam terhadap rezim Soekarno.


Megawati setelah usai pemilihan Presdien di parlemen, dengan penuh keibuan dia bicara di podium “ Anak anakku, dengar ibu kalian. Pulanglah ke rumah kalian masing masing dengan tenang. Mari kita bangun negeri ini” Semua kader PDIP yang tadinya siap bergerak membela ibunya. Mereka patuh walau dengan berat hati. 


Saat itu Pilpres tahun 1999, saya sedang di Hotel HIlton bersama teman teman. “ Benarlah, dia putri ayahnya. Saat genting itu dia menunjukan visi Soekarno. Di tidak takut dengan lawan politiknya. Dia bertarung secara konstitusi dengan militan. Tetapi kecintaannya kepada negeri ini membuat dia tegar dan kalahkan dirinya sendiri. Politik memang mengejar kekuasaan, tetapi keutuhan negeri ini adalah segala galanya bagi Megawati. Negeri ini besar karena ada orang berjiwa besar seperti dia.


Tahun 2004 kalau anda berada tidak jauh dari Megawati saat itu, anda akan tahu dia juga ditelingkung oleh lawan politiknya. Yang dia sedihkan orang yang sangat dia percaya dan sangat dekat dengan dia memanfaatkan situasi itu. SBY menang dalam Pilpres 2004. Kembali mengingatkan kadernya untuk diam dan berdamai dengan kenyataan. Setelah itu PDIP menghadapi badai dari internal kadernya. “ Kapal PDI-P bahkan nyaris karam, dan bendera partai sudah miring.” Kata Megawati mengingat masa sulitnya menakhodai Kapal besar PDIP. Tetapi dia tegar dan berhasil melewati masa oposisi selama 10 tahun dan akhirnya 2014 dia menang.


Kemarin istri saya bertanya “ Pah kenapa Uni Puan sampai datang dan selfi lagi dengan Pak Anies “ Itu karena dia lihat video kearaban  Puan dan Anies pada event Formula E.


“ Mah, dalam diri Puan itu ada darah bundo kandung. Neneknya orang minang. Bundo kanduang itu tetaplah bundo kanduang yang mengutamakan keutuhan keluarga. Seberat apapun beban yang ditanggungnya, namun dia akan menjadi perekat semua. Dan dalam darahnya ada Bung Besar Soekarno yang terbukti dalam sejarah mengorbankan hidupnya untuk negeri ini. 


Masalah Anies sudah jadi sumber masalah terjadinya polarisasi di antara anak anak bangsa. Padahal itu hanya politik. Kita semua bersaudara. Puan, secara simbolik mempertunjukan kepada kita semua bahwa sudahilah pertikaian emosional karena politik. Sudahi dendam politik. Mari kita berpolik dengan akal sehat. Utamakan kinerja, bukan retorika. Kalah menang itu biasa. Keutuhan kita sebagai bangsa adalah segala galanya. Paham ya sayang.” Kata saya. Oma tersenyum.


“ Apa mungkin Anies akan berpasangan dengan Puan? Tanya oma. 


“ Megawati itu jangankan menerima Anies, dikalahkan secara tidak fair dan ditelingkung saja dia terima demi NKRI. Bahkan dia siap tidak populer di hadapan golongan Islam demi membela Ahok. Ahok dikalahkan. Dia diam. Dan ketika Ahok keluar dari penjara, dia terima jadi kader. Bagi mega kalah menang itu biasa saja. Demi NKRI resiko apapun dia akan terima. Nah semua kader PDIP paham visi kebangsaan seperti itu. temasuk Jokowi, Ganjar dan lainnya. Jadi sebaiknya tunggu aja keputusan Megawati. Sekarang engga usah spekulasi”

“ Oh gitu ya pah. Kadang kita rakyat biasa engga paham itu. Mudah sekali terprovokasi. Ya udah lah.” Kata oma. 

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...