Monday, June 13, 2022

Islamofobia

 


Pergaulan  saya lebih banyak dengan orang non Muslim. Pernah satu waktu saya business trip ke Puer lewat jalur darat dari Kunming. Dalam kendaraan saya bersama empat teman, yang semuanya orang China. Pada saat itu bulan ramadhan. Saya tetap puasa.  “ Maaf, B. Kami harus makan depan kamu. Engga ada masalah kan? Kata teman saya.


“ Silahkan. Engga ada masalah. “ Kata saya tersenyum tanpa ada beban apapun. Saya minta izin untuk melakukan sholat Lohor. Pegawai restoran dengan ramah antar saya ke kamarnya.


Walau di China melakukan program kontraterorisme terhadap umat islam Uyghur, umat islam dari suku Hui biasa saja. Bahkan suku Hui tidak pernah membahas soal kebijakan pemerintah itu. Termasuk non muslim China “ Itu masalah penegakan hukum, bukan personal. Biarian aja pemerintah lakukan tugasnya. Ngapain kita bahas” Kata mereka ketika saya tanya sikap mereka.  Zaman Soeharto, walau rezimnya memburu tokoh islam yang agitasi terhadap pemerintah, namun tidak berdampak kepada umat Islam secara personal. Hubungan antar umat berbeda agama baik baik saja.


Munculnya islamopobia itu karena Kampanye kontraterorisme yang dilakukan oleh AS sesuai UU Patriot Act. Singapore dan Malaysia dengan UU Internal Security Act (ISA). Indonesia juga dengan lahirnya UU anti teror. Sebenarnya masalah teroris itu masalah pemerintah, udah ranah hukum. Bukan publik. Namun Kampanye antiteror itu masuk dalam ruang publik pembahasannya. Sama seperti wabah Korona. Semua orang membahasnya. Entah ngerti atau tidak, semua bicara seakan dia sangat ahli dan sangat penduli dengan ancaman teroris. Media massa dan sosial media juga diuntungkan dari kampanye ini. Karena orang semakin kepoan.


Dampaknya? Kebencian dan rasa takut tersebar luas. Apalagi konten sosial media sudah sangat brutal. Antar golongan saling serang dan perang narasi, dan hasilnya semakin mewabah islamofobia. Bulan lalu, Council on American-Islamic Relations (CAIR) melaporkan peningkatan 9% jumlah pengaduan hak-hak sipil yang diterimanya dari Muslim di Amerika Serikat sejak 2020. Kekawatiran islamofobia ini meluas, makanya tanggal 15 Maret  2022 Sidang Umum PBB mengeluarkan resolusi memerangi Islamobofia. Tanggal 15 Maret diperingati sebagai hari international memerangi Islamofobia. Indonesia termasuk negara yang meratifikasi itu.


Makanya kalau semua partai bersepakat untuk menghapus politik identitas, itu sudah jadi komitmen international. “ Kamu hindari mulai sekarang  bahas soal issue yang berkaitan dengan islam di ranah publik, terutama sosial media. Soal rendang daging babi, aparat cepat bertindak dengan menangkap pelakunya, tidak perlu lagi dibahas. Itu sudah masuk ranah hukum. “ Kata teman. 


Besok kalau ada influencer yang masuk bui karena delik ITE, jangan kaget. Pemerintah sudah berkomitmen memerangi islamofobia, setidaknya mari kita lupakan saja issue apa saja tentang islam. Biarkan itu jadi ranah hukum. Ada ribuan personel Densus 88. Ada ribuan personel TNI dan BIN, yang mengawal kita. Percayakan saja kepada pemerintah. Nanti lama lama, issue soal islam itu akan hapus, dan politik identitas engga laku. Ya sama seperti Korona. Sejak orang engga lagi kepoan, korona juga hilang sendiri. Setidaknya rasa takut dan paranoid hilang dalam diri kita, dan kita baik baik saja.


No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...