Sunday, January 19, 2020

Dibalik Proposal kerjasama UEA-Indonesia


Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) menyepakati puluhan kerja sama strategis untuk meningkatkan hubungan bilateral antar kedua negara. Jokowi juga mengusulkan agar Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ), CEO SoftBank Masayoshi Son, Perdana Menteri Inggris periode 1997-2007 Tony Blair sebagai Dewan Pengarah Pembangunan Ibukota Baru. Soal penunjukan mereka sebagai dewan pengarah proyek Ibukota Baru itu tidak ada masalah. Itu hanya penghargaan, dan bukan posisi yang mengikat dan ikut menentukan. Itu hal biasa untuk proyek raksasa. Saya ingin membahas skema pembiayaan dibalik kerjasama Ekonomi tersebut. 

Dalam kunjungan Jokowi ke Abu Dhabi, UEA, Putra Mahkota UEA, MBZ mengusulkan pembentukan Indonesia Sovereign Wealth Fund. Bukan hanya sebuah proposal tetapi MBZ minta agar program SWF antara Indonesia dan UEA dibahas secara serius dan intensif. Jokowi menyambut dengan baik. Dibalik deal itu ada dua raksasa pemain hedge fund kelas dunia yang membayangi, yaitu Masayoshi Son, Boss SoftBank dan Adam Boehler, sang boss dari International Development Finance Corporation (IDFC). Disamping tentunya adalah Mohammed bin Zayed (MBZ). Mereka  inilah otak dibalik skema pembiayaan kerjasama antara UEA dan Indonesia. Sebelum saya jelaskan soal skema, baiknya kita buka dulu profile dari mereka.

Masayoshi Son
Mungkin anda semua tahu Alibaba dengan CEO nya Jack Ma. Tetapi tahukah anda bahwa boss sebenarnya dan yang membuat mimpi Jack Ma menjadi kenyataan adalah Masayoshi Son, pria warga negara Jepang yang kini berusia 61 tahun. Bukan hanya Alibaba tetapi juga Uber, Grab, Yahoo, Google lahir dari sentuhan tangan dinginnya. Kalau anda kini bisa menggunakan dan menikmati internet maka ketahuilah bahwa gateway internet global itu menggunakan satelit sprint, dimana perusahaan Masayoshi son sebagai pengendali saham utama.

Masayoshi Son, mengawali bisnis dengan mendirikan softbank di Tokio tahun 1981, bergerak di bidang Telekomunikasi. Kemudian lahir Anak usaha SoftBank Mobile (sebelumnya bernama Vodafone Japan),  adalah operator jaringan seluler 3G terbesar ketiga di Jepang. Terus berkembang dengan menguasai saham terbesar Yahoo! Japan. Berkembang terus dengan lahirnya unit bisnis IDC Frontier (pusat data), SoftBank BB (ADSL), GungHo (game), dan SBI Group (keuangan). Tetapi sumber income terbesar Masayoshi Son ada pada bisnis broadband dan sprint. 60% pendapatan globalnya masih bersumber dari bisnisnya di Amerika Serikat.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah melakukan belanja besar-besaran, membeli banyak perusahaan kecil dan mendorongnya menjadi raksaa. SoftBank juga membeli pabrikan chip kebanggaan Inggris, ARM, seharga £ 24 miliar,. Membeli Boston Dynamics, pengembang robot Big Dog yang ikonik, dan kemudian membeli Schaft, pakaian robot. Diperkirakan softbank dengan vision Fund telah belanja lebih dari USD 500 miliar. Itu sama dengan setengah GNP kita. Dahsyat.

Adam Boehler.
Ia adalah Chairman dari IDFC. Apa itu IDFC? IDFC adalah Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional  yang dimiliki AS. Tapi ia lembaga independent dari Pemerintah AS. Tugasnya menyediakan pembiayaan untuk proyek pembangunan dengan skema B2B. Dasar hukum keberadaan IDFC  adalah UU tahun 2018 AS tentang Better Utilization of Investments Leading to Development (BUILD), yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Donald Trump pada tanggal 5 Oktober 2018. Sebetulnya IDFC merupakan gabungan dari tiga lembaga keuangan international yang sudah established yaitu Overseas Private Investment Corporation (OPIC), Development Credit Authority (DCA) dari United States Agency for International Development (USAID). Memang raksasaa keuangan dunia. Apalagi pemerintah AS meningkatkan dua kali lipat permodalannya

Sebagai bank pembangunan Amerika, IDFC membantu pembangunan bisnis ke pasar negara berkembang. Bukan hanya memberikan bantuan dana tetapi juga memberikan solusi pembiayaan yang kreatif kepada negara berkembang. Lantas apa tujuannya? tentu untuk kepentingan dalam negeri AS, khususnya untuk kepentingan geopolitik dan geostrategis AS di kawasan dan international. IDFC juga terlibat dalam pembiayaan negara ASEAN dalam memanfaatkan geostrategis Laut China Selatan. Terutama memberikan bantuan kepada Philipina, Thailand dan Malaysia, Indonesia.

Mohammed bin Zayed (MBZ).
Ia adalah Boss dari Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). ADIA pengelola SWFs (Sovereign Wealth Funds/Dana Abadi) dibawah Uni Emirat Arab. Dana SWFS ini dikumpulkan dari kelebihan pendapatan ekspor MIGAS UEA. Saat sekarang SWFs yang mereka kelola mencapai $ 875 miliar atau sama dengan GNP Indonesia. Kehebatan Masayoshi Son dalam bisnis venture sebetulnya karena dukungan besar dari Mubadala Investment Co pada Softbank. Sumber dana Mubadala Investment Co dari SWFS dibawah Abu Dhabi Investment Authority. 

Bila awalnya Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) terlibat dalam bisnis Masayosi Son lewat Soft bank, namun secara lambat namun pasti Mubadala Investment Co akan mengurangi kepemilikan sahamnya pada Softbank. Namun akan focus pada Softbank Vision Fund. Softbank Vision Fund mengelola dana bukan hanya berasal dari ADIA tetapi juga SWFs dari Arab Saudi, dan dana pensiun perusahaan-perusahaan teknologi Apple, Foxconn, Qualcomm dan Sharp, CIC ( China investment Corporation). Tetapi dibalik skema Softbank Vision Fund tidak terlepas dukungan dari IDFC secara politik membujuk para konglomerat AS semacam Apple, Google, Microsoft dan lain lain untuk bergabung. Jadi memang raksasa keuangan dunia.

Proposal Bisnis kepada Jokowi.
Kerja sama ekonomi antara Indonesia-UEA mencakup lima bidang kerja sama antar pemerintah di bidang agama, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan kontra-terorisme. Selain itu, ada juga 11 perjanjian bisnis termasuk di bidang energi, minyak dan gas, petrokimia, pelabuhan, telekomunikasi, dan penelitian dengan total nilai investasi diperkirakan $ 22,89 miliar atau lebih dari Rp. 300 Triliun. Dari mana sumber dananya? Ya keliatannya itu bagian dari strategi global dari IDFC menggunakan Softbank Vision Fund dalam menjalin aliansi dunia dalam satu gengaman financial power. 

Agar Indonesia menjadi bagian dari sumber pembiayaan raksasa tersebut maka Indonesia disarankan untuk membentuk dana abadi ( Sovereign Wealth Funds). Jokowi sudah menyanggupi. Bulan depan Pangeran Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ), Masayoshi Son dari Softbank dan Adam Bohler dari IDFC akan bertemu lagi untuk pembicaraan finalisasi SWF dengan menteri BUMN dan Menteri keuangan. Apabila SWF ini lolos di DPR maka Skema SWF akan berfungsi sebagai ekuitas swasta milik pemerintah yang dapat digunakan sebagai investasi, terutama untuk pembangunan infrastruktur, termasuk juga bisa digunakan untuk membangun ibu kota baru.

Sovereign Wealth Funds: Usul dan saran.
Pemerintah akan menyelesaikan peraturan terkait dana kekayaan berdaulat ( Sovereign Wealth Funds) dengan Uni Emirat Arab (UEA), Softbank Jepang dan Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional (IDFC) bulan depan. Ini bermaksud untuk menetapkan dasar hukum dan undang-undang proyek SWF lebih jelas dan ramah bagi investor. Nah bagi saya, ide dan skema SWF ini bagus. Sangat luar biasa cara kita menjadi bagian dunia dalam ekonomi. Walau AS dan China berseteru dalam politik, namun lewat SWFs mereka adalah satu aliansi yang solid. Namun tetap saja kita harus hati hati dalam membuat UU soal SWFs ini. Mengapa ? agar nasip kita tidak terjebak seperti Malaysia dengan skema 1MDB nya, yang akhirnya dalam 10 tahun era Najib, Malaysia masuk posisi debt trap dengan rasio debt to GNP mencapai hampir 70%.

Apa itu Sovereign Wealth Funds (SWF)?  adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh Negara yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset–aset yang luas dan beragam. Fungsinya adalah untuk stabilisasi-stabilisasi ekonomi terutama-, investasi dan tabungan. Singkatnya,  SWF ini adalah tabungan negara, jadi kelebihan dana yang dimiliki negara yang diinvestasikan dengan tujuan untuk return yang lebih besar lagi. Sumber dana SWFs itu ada dua. Yang pertama berasal dari hasil sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (minyak dan gas) dan yang kedua berasal dari  aset keuangan seperti: saham, obligasi, properti, logam mulia, dan instrumen keuangan.

Sumber dana yang pertama, keliatannya engga mungkin. Karena kita sekarang net importir MIgas. Engga ada kelebihan dana dari MIGAS. Namun sumber dana yang kedua sangat mungkin ada. Mengapa ? karena sumber kedua ini bukan hanya uang tetapi aset keuangan. Ini lebih bersifat surat berharga.  Nah ada tiga  hal yang harus diperhatikan pemerintah dan DPR dalam hal sumber dana kedua ini. Pertama. Cadangan Sumber daya alam disekuritisasi dalam bentuk instrument keuangan. Melalui Sovereign Wealth Funds (SWF) akan mudah dijadikan uang kontan untuk pembiayaan pembangunan. Apalagi di backup oleh Softbank Vision Fund dan IDFC. Tapi ingat, secara tidak langsung kita sudah menggadaikan SDA kita dan masadepan anak cucu kita terancam. Ini harus dibuat aturan yang ketat yang tidak mengikat secara arbitrase atas cadangan SDA kita. 

Yang kedua, menggunakan dana cadangan devisa milik negara dan menempatkannya ke dalam SWFs. Ini juga harus hati hati. Karena bagaimanapun investasi SWFs itu dalam kuridor B2B. Kalau sampai gagal bisnisnya , bisa membuat renta kekuatan devisa kita. Apalagi karena itu sampai kita tergantung kepada devisa yang dimiliki oleh Swasta. Akan sangat sulit bagi kita mengendalikan moneter bila devisa kita 100% milik swasta dan ini bisa berimbas kepada sulitnya kita melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif. Yang ketiga, mengsekuritisasi saham negara di BUMN untuk dijadikan Obligasi sebagai portfolio dari SWFs. Ini harus hati hati walau memang sangat mudah mendapatkan sumber dana. Namun sumber dana hedge fund itu pasti beresiko dan tidan konservatif.

Saran saya kepada DPR dan Presiden. Apapun kebijakan soal SWFs dalam konteks kerjasama antara UEA dan IDFC harus tetap berdasarkan UUD 45 dan UU mengenai Perbendaharaan Negara. Bahwa “apapun” yang menyangkut resiko atas aset negara harus melalui APBN dan disetujui oleh DPR. Yang dimaksud dengan “ apapun “ itu adalah resiko langsung maupun tidak langsung. Ini demi transfaransi APBN. Mengapa ? skema pembiayaan SWFs sangat sulit diketahui secara cepat bila terjadi kejahatan korporasi. Itu baru disadari setelah proyek atau portfolio SWFs menyusut akibat value investasi  jatuh di pasar.  Ingat kasus tahun lalu. Masayosi Son yang gagal mencetak laba Uber dan WeWork. Itu berdampak merosotnya nilai saham Softbank mencapai 30% di Bursa. Padahal dana Softbank itu berasal dari dana Abadi milik Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Kan konyol. Bagaimanapun itu uang rakyat. Padahal sebelum nya Masayosi Son menjadi kebanggaran UEA dalam mengelola dana abadi.

Kami akan kawal aturan mengenai Dana Abadi ( Sovereign Wealth Funds ). Saya akan suarakan paling kencang kalau ada indikasi merugikan negara dalam jangka panjang.

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...