Sunday, October 6, 2019

Di balik rusuh RUU KUHP


Kalau saya perhatikan ada 11 RUU KUHP yang dianggap kontoversial, seperti pasal Penghinaan Presiden, Pasal Aborsi, Pasal Pidana untuk Seluruh Persetubuhan di Luar Nikah, Pasal Pencabulan Sesama Jenis, Pasal Kecerobohan Memelihara Hewan, Pasal Pidana Perilaku Kumpul Kebo, Pasal Hukum Adat, Pasal Pengenaan Denda untuk Gelandangan. Tapi karena begitu hebatnya provokasi, sehingga pasal pasal tersebut hanya dilihat dari sisi Hukum Pidana. Padahal proses untuk menetapkan seseorang itu terkena pasal dimaksud harus melalui Hukum Acara Pidana. Apa itu hukum Acara pidana? adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan Hukum Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan. 
Nah, semua berita dan opini berkaitan dengan Pasal dimaksud, tidak pernah dijelaskan bagaimana proses Acara Pidana. Opini dikembangkan untuk menimbulkan rasa takut dan paranoia terhadap niat negara mempunyai KUHP sendiri, buah karya anak bangsa. Karena selama ini kita menggunakan KUHP Belanda ( Wetboek van Stafrecht). Bagaimana penerapan Hukum Acara Pidana? Untuk lebih jelasnya, saya analogikan sebagai berikut. Misal Pasal 417 ayat 1 berbunyi: Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II. Tapi, kan untuk bisa kena pasal tersebut harus melewai hukum Acara Pidana. Artinya harus ada pembuktian materil. Apa bukti materil ? Barang bukti, Saksi, pengakuan terdakwa. Misal, apa barang bukti yang menguatkan ada perzinahan. Siapa saksi yang melihat perzinahan itu? Andai barang bukti dan saksi didapat dengan jalan penggrebekan. Pengacara bisa menggunakan UU lain untuk membela terdakwa. Misal UU soal hak privasi dan HAM. Sehingga terdakwa bisa bebas. Kan engga mudah menetapkan pasal itu.
Begitupula dengan pasal pasal lainnya di dalam RUU KUHP yang dianggap kontroversial, yang mana harus melewati Hukum Acara Pidana. Proses hukum Acara Pidana juga harus memperhatikan UU lainnya yang terkait dengan kasus tersebut. Lantas apa sih sebenarnya bikin ribut itu? Sebetulnya ini berkaitan dengan pasal 190 dalam RUU KUHP tentang peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila. Isinya sebagai berikut: ayat ( 1) Setiap Orang yang menyatakan keinginannya di muka umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Tapi hukuman akan lebih besar lagi, apabila dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan: 1) terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; 2). terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau 3) terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Hebatnya , pasal ini tidak mengemuka dalam setiap demo. Karena pihak mastermind demo tidak mau ketahuan aksi demo ini ditunggani mereka. Dengan narasi seperti pasal kontroversial diatas, tentu akan mudah memancing publik awam terutama anak muda untuk bangkit memprotes agar RUU KUHP ini batalkan. Saya yakin RUU KUHP ini tetap akan disyahkan setelah Jokowi dilantik. Sekarang hanya ditunda saja. RUU KUHP ini penting. Dalam sejarah republik, baru sekarang kita berani punya KUHP sendiri. Kalau engga sekarang kapan lagi. Apa perlu pecah dulu negeri ini baru dibuat UU KUHP?

No comments:

Cara China mengelola BUMN.

  Tahun 80an China melakukan reformasi ekonomi. Tantangan yang dihadapi China adalah terbatasnya sumber daya manusia yang terpelajar. Anggar...