Saturday, March 23, 2019

One Belt one road, Peran Jokowi.?






Pada 14-15 Mei 2017, Jokowi menghadiri pertemuan "Belt and Road Forum" (BRF) di Beijing, yang  dihadiri oleh 20 negara mitra. Pertemuan BRF yang diselenggarakan oleh Pemerintah China itu bertujuan untuk membahas rencana konsep "One Belt One Road" (OBOR), yakni suatu strategi pembangunan yang diusulkan Presiden Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerjasama antarnegara, terutama antara China dan seluruh negara Eurasia, yang terdiri atas dua komponen utama jalur ekonomi - jalur sutra darat dan jalur sutra maritim.  Pada pertemuan itu, Jokowi tidak menjawab dengan tegas persetujuan atas program OBOR itu. Mengapa ? karena ini menyangkut geostrategis dan geopolitik yang tidak bisa seorang president memutuskan sendiri. Harus ada persetujuan dari DPR serta harus ada kajian hukum yang berkaitan dengan UUD dan UU yang ada. 

Dalam pertemuan tersebut Jokowi dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan maritim khususnya jalur pelayaran yang melintasi wilayah Indonesia terbagi dua. Pertama, pelayaran utama yaitu selat Malaka dan, Kedua,  Alur Laut Kepulauaan Indonesia (ALKI) melalui Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi. Kebijakan Jokowi tidak memberikan hak eklusifitas kepada China saja tetapi kepada negara lain. Itu sesuai dengan UUD dimana politik luar negeri kita adalah non-blok.  Usulan yang membuat China sedikit tersinggung adalah dimana pemerintah akan memberikan ruang ALKI kepada AS. Itu bukan berarti indonesia pro AS tetapi agar tidak berdesakan dengan China di Malaka. Untuk itu Jokowi akan membangun pelabuhan check point di Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung, Banten dan Sulawesi. 

Usulan ini walau dilempar begitu saja oleh Jokowi namun disikapi serius oleh AS. Makanya AS terus melakukan lobi kemana mana terutama ke sekutunya Jepang, Korea agar dibentuk poros Indo Pacific. Indo-Pasifik sendiri adalah sebuah kawasan besar di dunia yang menyusuri pantai timur Afrika, termasuk negara-negara Teluk sebelum mencapai daerah sekitar benua dan mencakup sebagian besar kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan berakhir di Hawai. Namun tanpa peran Indonesia, Indo Pacific akan tidak ada artinya. Jokowi siap terlibat dalam Indo Pacific tetapi peran Indonesia harus diakui sebagai Pemimpin kawasan ASEAN.  Menempatkan ASEAN sebagai aktor central dan netral.  Dengan demikian Indonesia bisa berperan besar meredam kemungkinan terjadinya komplik AS- China di kawasan Laut China Selatan.

Apakah China bisa menerima begitu saja? apalagi China tidak pernah percaya dengan AS. Memang tidak begitu saja China percaya. Bantuan keuangan sebesar USD 62 miliar atau Rp. 800 triliun yang sudah disepakati China, di gantung engga jelas. Bahkan pemerintah China menghentikan bantuan dana yang sudah dijanjikan itu. Apakah Jokowi takut? tidak. Dia focus mengamankan posisi geostrategis dan geopolitik Indonesia sesuai dengan UUD. Pembangunan infrastruktur walau tidak dibantu China, terus berlanjut sesuai agenda Jokowi dimana mempersiapkan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan NTB ( termasuk Bali) untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kerjasama OBOR dan Indo Pacific.

China berusaha melakukan langkah politik untuk menekan Indonesia lewat loby dengan oposisi. Tetapi Jokowi tetap tidak berubah dengan sikapnya. Akhirnya melihat situasi politik dalam negeri yang semakin kencang dukungan kepada Jokowi dan AS yang sudah focus kepada kepentingan bisnis kawasan maka China mau kembali berunding. Syarat yang ditetapkan oleh Indonesia adalah pertama, kerjasama harus berdasarkan B2B. Artinya tidak ada keterlibatan jaminan pemerintah atas resiko investasi. Kedua, tidak ada ekslusifitas design yang ditetapkan oleh China yang sesuai dengan geospolitik China. Artinya semua design harus berdasarkan konsep bisnis, bukan politik. Dan karenanya harus tunduk dengan UU investasi Indonesia termasuk UU pajak. Ketiga, harus punya value added atas setiap investasi China di Indonesia. Termasuk harus lebih banyak tenaga kerja Indonesia.

Nah syarat yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia menjadi standar kepatuhan yang harus di penuhi oleh CHina. Menurut teman saya di China, sikap Indonesia lebih clear. Berbeda dengan di Afganistan, Pakistan Bangladesh dll.  Karena tidak melibatkan politik dan uang tidak mengalir ke kantong pemerintah. Semua dijalankan atas dasar murni Bisnis. Jadi lebih mudah mengembangkan bisnis model yang tepat agar kepentingan China tidak dikorbankan dan Indonesia mendapaktan manfaat ekonomi atas geostrategis dan geopolitiknya. Itu ha yang wajar. CHina tidak bisa hidup sendiri. China butuh mitra dikawasan untuk keperluan pasar dan sumber daya, serta jalur logistik yang efisien.

Bila bulan April tahun ini proyek OBOR ditanda tangani maka ada beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) , akan hidup dan berkembang menjadi kota baru dengan menyerap angkatan kerja puluhan juta orang. Diantaranya yaitu KEK Kuala Tanjung di Sumatera Utara, KEK Pulau Asam Karimun di Kepulauan Riau, KEK Merauke di Papua, KEK Melolo di NTT, KEK Nongsa di Batam, dan Kawasan Pariwisata Pulau Bangka. KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, KEK Sorong, KEK Morotai, KEK Bitung, KEK Palu, KEK Mandalika, KEK Tanjung Lesung, KEK Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Api-Api, KEK Sei Mangkei, dan KEK Arun Lhokseumawe. Mengapa ? semua kawasan itu bersinggungan dengan proyek OBOR dan proyek Indo Pacific.  

KEK yang ada itu bukan hanya rencana dalam bentuk studi tetapi sudah dilaksanakan pembangunannya sejak 4 tahun lalu. Dan setelah penandatangan proyek OBOR maka akan terjadi arus investasi besar besaran dari semua negara yang ingin memanfaatkan adanya geostrategis OBOR dan Indo Pacific.  Sekarang anda mungkin bertanya tanya. Mengapa investasi akan mengalir deras dengan adanya proyek OBOR dan Indo Pacific itu ? Karena proyek itu tidak bisa disahkan dengan kesepakatan ME ( masyarakat Ekonomi ) ASIAN yang sudah efektif. ME-China-ASEAN, ME -Jepang-ASEAN. ME- Korea ASEAN.  Ini juga terhubung dengan kesepakatan indo pacific.

Nah, kesepakatan itu menghilangkan hambatan soal tarif perdagangan dan investasi.  Sehingga, contoh perusahaan saya di KL kalau investasi di Kuala Tanjung- Sumut, perlakuan hukum dan aturan akan sama saja dengan investasi di KL. Samsung Investasi di Korea atau China akan sama saja investasi di Indonesia. Tentu tiap negara punya keunggulan tersendiri yang tidak dimilik oleh negara lain. Untuk industri downstream hasil pertanian, perikanan, pertambangan, mineral indonesia akan jadi tempat relokasi industri dari CHina, Korea, Jepang, Australia, Timur Tengah. Mengapa ? alasan mendekati bahan baku dan efisiensi logistik untuk pasar domestik China yang rencananya jalur darat dan maritim akan dibangun China dalam rangka proyek OBOR. Bila ada kegiatan investasi industri maka otomatis jasa pendukung pariwista juga akan berkembang dengan sendirinya. Pada waktu bersamaan investor Indonesia yang butuh mitra dibidang  IPTEK  dan pasar dapat melakuan investasi di China, atau Korea atau negara di kawasan indo Pacific. Jadi benar benar kemitraan yang berdasarkan WIN WIN dan itu terjadi business as usual. 

Yang kita syukuri adalah Jokowi berhasil memainkan kartu geopolitik dan geostrategis indonesia dengan begitu apik nya. Sehingga indonesia leading di kawasan dan itu tentu lebih memudahkan indonesia menarik manfaat sebesar besarnya atas potensi bisnis dari setiap negara yang ada dikawasan.  Tentu untuk indonesia lebih baik. Tentu harus di dukung kesiapan SDM yang handal. Kalau engga kita hanya akan jadi penonton dan jadi proxy para investor dari negara lain. 




No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...