Walau semua mata uang regional
melemah terhadap Dollar sebagai akibat rencana kenaikan suku bunga the Fed namun rupiah bukan hanya melemah tapi undervalued. Berdasarkan Real Effective Exchange Rate
(REER) , nilai tukar rupiah termurah diantara sembilan mata uang utama Asia. Bahkan di Hong Kong dan Singapore , obligasi valas Indonesia
menjadi obligasi termurah, dan tidak disentuh oleh Investor. Sementara nilai
ekuitas yang diperdagangkan di bursa ( IHSG) Jakarta , berdasarkan PER merupakan
termahal ketiga di Asia. Nilai rupiah adalah cermin dari kesalahan dalam
management ekonomi dan politik. Proses undervalued rupiah ini bukan datang
mendadak karena adanya sentimen positip terhadap dollar tapi terjadi by
process. Penyebabnya adalah: Pertama, fundamental ekonomi yang lemah karena hanya didukung oleh 10 komoditas eksport yang semuanya berhubungan dengan SDA. Ini akibat kesalahan membuat kebijakan sejak era Pak Hartao samapi dengan sekarang atau ketidak-mampuan mengambil keputusan pada moment yang tepat dengan cara yang tepat dimasa lalu. Kedua,
belanja rutin berupa subsidi BBM impor dan bunga yang bermata uang asing dari tahun ketahun terus meningkat. Ketiga , saat sekarang keadaan politik memanas di DPR sehingga pasar kehilangan sinyal positip bahwa rupiah punya harapan untuk menguat. Apalagi dengan adanya niat DPR meng-interpelasi Presiden atas kenaikan BBM , semakin pasar tidak yakin Jokowi mampu mengeluarkan kebijakan pro pasar.
Selama10 tahun sejak SBY
berkuasa ada keadaan yang terjadi by
process menggiring Indonesia kedalam krisis dan itu dibiarkan begitu saja tanpa
tindakan keras dan cepat. Apa itu? Masalah utang. Total utang terhadap penerimaan pemerintah (pajak dan pendapatan bukan pajak)
selalu lebih tinggi. Misalnya, pada 2007 total penerimaan pemerintah Rp 706
triliun, namun utangnya mencapai Rp 1.389 triliun. Pada 2011 total penerimaan
pemerintah Rp 1.205 triliun, tapi jumlah utang Rp 1.803 triliun. Dan ini terus
berlanjut sampai dengan 2014 dimana utang Indonesia sudah mencapai lebih dari Rp.2.500
Triliun sementara penerimaan maish diatas 1000 triliun. Data ini satu fakta
bahwa design pembangunan memang tidak berorietansi kepada kemandirian. Pemerintah menikmati kenyamanan dengan sektor
real yang mengolah SDA, yang tidak direpotkan dengan biaya riset, tiadk perlu pusing menyediakan insfrastruktur ekonomi karena
pengusaha SDA mampu menyediakan sendiri.Tidak perlu repot melakukan negosiasi
international agar pasar indonesia dibuka. Semua pejabat bisa duduk santai
dikantornya dengan setiap tahun mendapatkan pajak dan bagi hasil dari SDA itu.
Dari penerimaan pajak dan bagi hasil itu, prioritas anggaran adalah untuk
memenuhi belanja pemeritnah dan bayar
bunga serta ciilan hutang,sisanya hanya kurang lebih 10% untuk dirasakan oleh
rakyat terbangunnya sarana umum. Kalau tidak cukup uang lagi untuk memacu
pertumbuhan ekomomi menampung angkatan kerja , maka pemerintah akan hutang
lagi. Cara culas dan malas!
Warisan yagn diterima Jokowi dari
rezim sebelumnya bukan hanya kondisi makro ekonomi yang buruk akibat salah urus
tapi oleh mindset elite politik dan birokrat yang masih percaya dengan keberadaan
SDA sebagai satu satunya sumber penerimaan dan hutang sebagai solusi. Jokowi
harus memperbaiki makro ekonomi dengan kebijakan keras dan berspektrum jangka panjang,dan tidak lagi
bersifat pragmatis yang berjangka pendek. Untuk itu diperlukan akal sehat dan
niat baik. Caranya harus mulai melakukan diversifikasi komoditas eksport
melalui industrialisasi yang berbasis SDA maupun terchnoloy. Indonesia tidak
bisa lagi bergantung dengan 10 komoditas utama seperti batubara,nikel, emas,
Migas, coklat, kopi,lada, CPO, karet, hasi laut tapi harus dalam jangka panjang
bergantung kepada ribuan jenis komoditas. Karenanya pemerintah harus punya
ruang fiskal yang lebar agar bisa melakukan ekpansi yang significant terhadap
pertumbuhan sektor real khususnya pembangunan infrastruktur ekonomi dan skema
pembiayaan yang fleksibel dan murah bagi tumbuhnya UKM. Itu sebabnya sudah
saatnya tidak ada lagi subsidi konsumsi tapi subsidi produksi. Kedepan harus by
design ekonomi untuk produksi.
Itu sebanya Jokowi harus merombak
total RAPBN yang dibuat oleh Pemerintah SBY. Karena RAPBN 2015 itu tidak
mencerminkan visi dan misi JOKOWI-JK.Tidak memenuhi syarat untuk Jokowi mampu
memenui janjinya. Dengan adanya APBN-Perubahan
tahun depan rupiah akan menguat. Apa sebab ? akan tersedia ruang fiskal yang
lebar untuk sektor produksi dan dana ini akan memasok likuiditas perbankan sehingga
bisa menekan suku bunga. Dengan demikian maka investor akan tertarik masuk
kedalam PPP ( Public Private Partnership ) , apalagi diiringi dengan insentip
dan kemudahan perizinan , ini akan memicu terjadinya capital in flow berupa FDI
( foreign direct investment). Dengan adanya kebijakan reformasi tata niaga
migas maka dapat menekan belanja impor BBM dan mendorong tumbuhnya industry
dowstream Migas yang berorientasi ekspor. Kebijakan ketahanan pangan melaui
revitalisasi sarana produksi pertanian dan perikanan akan menekan belanja impor
dan meningkatkan nilai eksport. Jika Pemerintah dan DPR se VISI, ekonomi bisa
tumbuh 7%. Tahun berikutnya naik lagi jadi 9%. Pada tahun ketiga kita bisa
tumbuh dua dijit. Saat itulah Indonesia akan terbang, rakyatnya hidup sejahtera
dan disegani. Tidak butuh lama untuk membuat Indonesia makmur karena kelebihan
Indonesia bukan hanya SDA tapi letak yang strategis serta adanya momentum reoritenasi
kebijakan Amerika yang focus kepada Asia Pasific dimana Indonesia dan China
sebagai main player.
Yang jadi masalah adalah apakah
kebijakan keras yang akan diambil oleh Jokowi yang tercermin dalam RAPBN-P 2015 bisa diterima DPR dan disetujui ? Karena kalau
tetap mengikuti RAPBN 2015 tanpa ada perubahan maka dapat dipastikan dalam kurang
lebih 2 tahun Jokowi bisa jatuh. Apa sebab ? rupiah akan terjun bebas. Mengapa?
Karena tidak tersediannya ruang fiskal yang significant untuk memacu
pertumbuhan, tidak adanya alokasi anggaran untuk stimulus ekonomi,dan semua di
design as usual , yang menjurus kepada krisis dan akhirnya chaos ekonomi. Saya
berharap elite politik Indonesia bisa bersikap seperti eite politik Amerika
ketika Obama sikulit hitam terpilih sebagai Presiden. Mereka tidak bertanya
mengapa sikulit hitam yang harus jadi Presiden? Mengapa bukan Jhon McCain Tentara
pemegang the Silver Star, the Bronze
Star, the Legion of Merit, a Purple Heart and the Distinguished Flying Cross? Ketika
Obama terpilih sebagai Presiden,semua elite politik bergandengan tangan membantu presiden keluar dari krisis. Walau hubungan antara pemerintah
dan DPR acap memanas namun semua satu suara bila berhubungan dengan cara
bagaimana menciptakan sinyal positip kepada publik bahwa ekonomi Amerika akan bangkit dan besok ada HOPE. Semoga elite
politik di DPR dapat dewasa berpolitik karena usia republik ini tidak lagi muda
tapi uzur.Kapan lagi mau dewasa kalau bukan sekarang.
No comments:
Post a Comment