Sunday, June 23, 2013

Negeri jajahan...

Kemarin saya bertemu dengan teman yang bekerja sebagai professional di Strategic Consulting di Singapore. Saya suka teman ini karena wawasannya yang luas. Sebagai periset dibidang strategic business , saya bisa mendapatkan banyak informasi yang kadang merubah sudut pandang saya terhadap data dan informasi yang saya dapat lewat media riset. Indonesia menuju open source bagi siapa saja. Katanya. Tidak ada istilah asing atau local. Dihadapan UU semua punya hak memanfaatkan semua resource yang ada di Indonesia. Negara hanya sebagai arranger yang mendapatkan fee ( pajak) dari kegiatan modal. Menurut data API bahwa 100 % distribusi barang dikuasai oleh asing. Benarkah?  Bukankah Carrefour sudah diambil oleh CT melalui Trans Retail Indonesia. Teman ini hanya tersenyum. Menurutnya CT hanyalah settlor dari skema penguasaan asing terhadap bisnis strategis. Maklum sebelumnya  Carrefour digugat oleh pegiat UKM di KPPU dan karena itu perlunya status kepemilikan saham dari asing menjadi local. Cara ini memang berhasil menghentikan proses gugatan pegiat UKM di mahkamah KPPU. Saya tertegun. Menurutnya bukan hanya CT tapi beberapa nama beken pengusaha nasional seperti HT,Hashim, ARB juga bertindak sebagai settlor asing, khususnya dalam pengambil alihan Media TV. Saat sekarang asing telah menguasai  saham  media TV baik secara langsung maupun tidak langsung ( melalui pasar modal) diatas 50%.

Bisa dimaklumi karena Asing menguasai modal. Kata saya.  Menurutnya bahwa asing tidak pernah investasi menggunakan uangnya sendiri. Mereka hanya menciptakan skema untuk menarik financial resource dari dalam negeri Indonesia sendiri. Sumber itu berasal dari lembaga Asuransi, perbankan dan Pasar Modal. Anda mungkin tidak percaya bahwa 52 % pangsa pasar asuransi dan reinsurance dikuasai oleh hanya 6 perusahaan asuransi Asing, yaitu Prudential, Manulife, AXA Mandiri, Allianz Life Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, serta PT AIA Financial. Ini melibatkan turnover sales sebesar USD 6 miliar atau Rp. 56 triliun. Dari Rp. 189 Triliun dana yang ditempatkan didalam Reksadana melalui menejer investasi , Rp. 112 Trilun atau 60% dikuasai hanya oleh tiga perusahaan sekuritas Asing yaitu PT Schroder Investment Management, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dan PT BNP Paribas Investment Partners.  Bila tahun 2008, Perbankan nasional hanya 48% dikuasai asing namun kini tahun 2013 asing telah menguasai diatas 50%. Artinya lebih Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Akan bertambah lebih besar lagi bila proses pengambil alihan Danamon oleh DBS Holding (Singapura) dan Bank Mestika oleh RHB Capital asal Malaysia selesai.

Dengan penguasaan financial resource dalam negeri maka tentu memudahkan asing mengakses sophisticated fund diwilayah offshore untuk membiayai project strategis yang berhubungan dengan sumber daya alam.  Era Soeharto , Pertamina mengendalikan semua resource minyak namun kini berkat liberalisasi bisnis Migas, pertamina harus menerima kalah dari asing. Lebih dari 70% SDA migas dikuasai asing dan sisanya nasional.  ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen Indonesia. Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen. Sisanya perusahaan swasta nasional yang tidak ada kaitannya dengan konglmerasi bisnis minyak , hanya menguasai cadangan minyak 12 persen dan gas 5 persen. Hanya soal waktu ,kekuatan pertamina dibidang retail SPBU akan dikalahkan oleh asing. Tambang emas dan perak , 90% dikuasai asing dan itu hanya dua perusahaan yaitu Freeport dan Newmont, sisanya atau 10% PT. Aneka Tambang. Dari penguasaan Tambang baik minyak, gas, emas, perak , pengolahannya 80% dilakukan di luar negeri. Artinya Indonesia hanya dimanfaatkan sumber dayanya saja tanpa ada nilai tambah apapun.

Dibidang telekomunikasi dan IT , Asing menguasai secara langsung maupun tidak langsung saham sekitar 59 %, sedangkan Indonesia hanya mengendalikan sekitar 41 % saja. Dari jumlah itu , kepemilikan Pemerintah  26%, dan public melalui pasar modal  berkisar 15%. Jumlah ini Asing akan terus bertambah. Investor asing yang menguasai saham telekomunikasi adalah The Bank Of New York AS ( pada PT. Telkom), Axiata Group Berhad ( pada XL), Qatar Telkom Asia dan Skagen AS ( Pada Indosat), Saudi Telcom Company dan Maxis Communications Berhad ( pada AXIS), Hutchison Whampoa dan Charoen Pokphand ( Pada 3). Bagaimana dengan consumer goods? Kalau anda suka kecap ABC maka itu sekitar 65 persen sahamnya dimiliki Hj Heinz (AS). Seluruh saham teh milik PT Sari Wangi sudah berpindah ke Unilever, juga kecap Cap Bango dan makanan ringan merek Taro. Begitu pula produk air minum kemasan merek Aqua dan Ades yang masing-masing sahamnya sebesar 74 persen dan 100 persen sudah dikuasai Danone (Perancis) dan Coca Cola (AS). Sampoerna diambil alih oleh Philip Morris (AS). Itu sebabnya waralaba retail consumer goods asing seperti 7eleven,Kmart, Circle, berdatangan untuk ambil peluang dari rakyat yang gemar konsumsi. Ini tambang emas karena menyangkut konsumsi ratusan juta penduduk Indonesia.

Dengan diberlakukannya UU Jaminan Sosia Nasional dimana pemerintah menanggung biaya berobat maka yang pasti akan mendapat keuntungan terbesar adalah industry pharmasi. Dari 280 Industri  Pharmasi, hanya 20 milik asing namun mereka menguasai 80 % supply akan obat obatan secara nasional. Dan lagi seluruh bahan baku maupun barang modal industry Pharmasi  berasal dari Import. Transaksi dibidang pharmasi ini pertahunnya mencapai Rp. 25 triliun pertahun. Diperkirakan margin laba mencapai 60%. Hitunglah betapa dahsyatnya laba dari business ini. Indonesia benar benar tambang emas bagi asing. Kata teman saya itu sambil tersenyum.  Rakyat yang lemah dan bodoh tentu tidak bisa perkasa melawan asing namun BUMN tentu bisa. Kata saya. Teman saya itu tertawa. Dia tidak lagi tersenyum. Apakah ada yang lucu.? Justru BUMN yang lebih dulu keok dengan asing. Tegasnya. Kini dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60%. Itu belum lagi penguasaa asing melalui pasar modal yang mencapai 60-70% dari semua saham emiten yang listing di bursa efek. Sebagian besar emiten didominasi usaha Jasa Penerbangan, Perkebunan, Perhotelan , media massa, automotive dll. Jadi neoliberal menuju neocolonialism, bukan hanya mitos tapi sudah terjadi pada diri kita ,dirumah kita. Inilah warisan untuk generasi setelah kita: sebuah negeri jajahan...

1 comment:

Hadi Komara Purkoni said...

Anda benar tentang neokolonialisme, solusinya adalah pemberdayaan ekonomi rakyat yang berdikari dan tentunya berbarengan dengan revolusi pendidikan; ibarat seleksi pasukan thalut yang menyebrangi sungai untuk menghadapi jalut: untuk tidak rakus minum air kecuali sekedarnya memenuhi rasa dahaga (kebutuhan tubuh). Terbukti mereka yang rakus karena kekenyangan minum air (makan minum dari imperialis) niscaya mereka ngomong : "kami tidak sanggup untuk menghadapai jalut dan pasukannya".

Tata niaga pertanian.

  Pengantar. Saya tidak bisa membayangkan kalau bangsa Indonesia seperti Jepang atau Singapore yang miskin SDA. Mungkin kita sudah mati kela...