Sunday, June 23, 2013

Negeri jajahan...

Kemarin saya bertemu dengan teman yang bekerja sebagai professional di Strategic Consulting di Singapore. Saya suka teman ini karena wawasannya yang luas. Sebagai periset dibidang strategic business , saya bisa mendapatkan banyak informasi yang kadang merubah sudut pandang saya terhadap data dan informasi yang saya dapat lewat media riset. Indonesia menuju open source bagi siapa saja. Katanya. Tidak ada istilah asing atau local. Dihadapan UU semua punya hak memanfaatkan semua resource yang ada di Indonesia. Negara hanya sebagai arranger yang mendapatkan fee ( pajak) dari kegiatan modal. Menurut data API bahwa 100 % distribusi barang dikuasai oleh asing. Benarkah?  Bukankah Carrefour sudah diambil oleh CT melalui Trans Retail Indonesia. Teman ini hanya tersenyum. Menurutnya CT hanyalah settlor dari skema penguasaan asing terhadap bisnis strategis. Maklum sebelumnya  Carrefour digugat oleh pegiat UKM di KPPU dan karena itu perlunya status kepemilikan saham dari asing menjadi local. Cara ini memang berhasil menghentikan proses gugatan pegiat UKM di mahkamah KPPU. Saya tertegun. Menurutnya bukan hanya CT tapi beberapa nama beken pengusaha nasional seperti HT,Hashim, ARB juga bertindak sebagai settlor asing, khususnya dalam pengambil alihan Media TV. Saat sekarang asing telah menguasai  saham  media TV baik secara langsung maupun tidak langsung ( melalui pasar modal) diatas 50%.

Bisa dimaklumi karena Asing menguasai modal. Kata saya.  Menurutnya bahwa asing tidak pernah investasi menggunakan uangnya sendiri. Mereka hanya menciptakan skema untuk menarik financial resource dari dalam negeri Indonesia sendiri. Sumber itu berasal dari lembaga Asuransi, perbankan dan Pasar Modal. Anda mungkin tidak percaya bahwa 52 % pangsa pasar asuransi dan reinsurance dikuasai oleh hanya 6 perusahaan asuransi Asing, yaitu Prudential, Manulife, AXA Mandiri, Allianz Life Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, serta PT AIA Financial. Ini melibatkan turnover sales sebesar USD 6 miliar atau Rp. 56 triliun. Dari Rp. 189 Triliun dana yang ditempatkan didalam Reksadana melalui menejer investasi , Rp. 112 Trilun atau 60% dikuasai hanya oleh tiga perusahaan sekuritas Asing yaitu PT Schroder Investment Management, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dan PT BNP Paribas Investment Partners.  Bila tahun 2008, Perbankan nasional hanya 48% dikuasai asing namun kini tahun 2013 asing telah menguasai diatas 50%. Artinya lebih Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Akan bertambah lebih besar lagi bila proses pengambil alihan Danamon oleh DBS Holding (Singapura) dan Bank Mestika oleh RHB Capital asal Malaysia selesai.

Dengan penguasaan financial resource dalam negeri maka tentu memudahkan asing mengakses sophisticated fund diwilayah offshore untuk membiayai project strategis yang berhubungan dengan sumber daya alam.  Era Soeharto , Pertamina mengendalikan semua resource minyak namun kini berkat liberalisasi bisnis Migas, pertamina harus menerima kalah dari asing. Lebih dari 70% SDA migas dikuasai asing dan sisanya nasional.  ExxonMobile, Total Fina Elf, BP Amoco Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen Indonesia. Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen. Sisanya perusahaan swasta nasional yang tidak ada kaitannya dengan konglmerasi bisnis minyak , hanya menguasai cadangan minyak 12 persen dan gas 5 persen. Hanya soal waktu ,kekuatan pertamina dibidang retail SPBU akan dikalahkan oleh asing. Tambang emas dan perak , 90% dikuasai asing dan itu hanya dua perusahaan yaitu Freeport dan Newmont, sisanya atau 10% PT. Aneka Tambang. Dari penguasaan Tambang baik minyak, gas, emas, perak , pengolahannya 80% dilakukan di luar negeri. Artinya Indonesia hanya dimanfaatkan sumber dayanya saja tanpa ada nilai tambah apapun.

Dibidang telekomunikasi dan IT , Asing menguasai secara langsung maupun tidak langsung saham sekitar 59 %, sedangkan Indonesia hanya mengendalikan sekitar 41 % saja. Dari jumlah itu , kepemilikan Pemerintah  26%, dan public melalui pasar modal  berkisar 15%. Jumlah ini Asing akan terus bertambah. Investor asing yang menguasai saham telekomunikasi adalah The Bank Of New York AS ( pada PT. Telkom), Axiata Group Berhad ( pada XL), Qatar Telkom Asia dan Skagen AS ( Pada Indosat), Saudi Telcom Company dan Maxis Communications Berhad ( pada AXIS), Hutchison Whampoa dan Charoen Pokphand ( Pada 3). Bagaimana dengan consumer goods? Kalau anda suka kecap ABC maka itu sekitar 65 persen sahamnya dimiliki Hj Heinz (AS). Seluruh saham teh milik PT Sari Wangi sudah berpindah ke Unilever, juga kecap Cap Bango dan makanan ringan merek Taro. Begitu pula produk air minum kemasan merek Aqua dan Ades yang masing-masing sahamnya sebesar 74 persen dan 100 persen sudah dikuasai Danone (Perancis) dan Coca Cola (AS). Sampoerna diambil alih oleh Philip Morris (AS). Itu sebabnya waralaba retail consumer goods asing seperti 7eleven,Kmart, Circle, berdatangan untuk ambil peluang dari rakyat yang gemar konsumsi. Ini tambang emas karena menyangkut konsumsi ratusan juta penduduk Indonesia.

Dengan diberlakukannya UU Jaminan Sosia Nasional dimana pemerintah menanggung biaya berobat maka yang pasti akan mendapat keuntungan terbesar adalah industry pharmasi. Dari 280 Industri  Pharmasi, hanya 20 milik asing namun mereka menguasai 80 % supply akan obat obatan secara nasional. Dan lagi seluruh bahan baku maupun barang modal industry Pharmasi  berasal dari Import. Transaksi dibidang pharmasi ini pertahunnya mencapai Rp. 25 triliun pertahun. Diperkirakan margin laba mencapai 60%. Hitunglah betapa dahsyatnya laba dari business ini. Indonesia benar benar tambang emas bagi asing. Kata teman saya itu sambil tersenyum.  Rakyat yang lemah dan bodoh tentu tidak bisa perkasa melawan asing namun BUMN tentu bisa. Kata saya. Teman saya itu tertawa. Dia tidak lagi tersenyum. Apakah ada yang lucu.? Justru BUMN yang lebih dulu keok dengan asing. Tegasnya. Kini dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60%. Itu belum lagi penguasaa asing melalui pasar modal yang mencapai 60-70% dari semua saham emiten yang listing di bursa efek. Sebagian besar emiten didominasi usaha Jasa Penerbangan, Perkebunan, Perhotelan , media massa, automotive dll. Jadi neoliberal menuju neocolonialism, bukan hanya mitos tapi sudah terjadi pada diri kita ,dirumah kita. Inilah warisan untuk generasi setelah kita: sebuah negeri jajahan...

Friday, June 21, 2013

Indonesia, setelah pengumuman the FED.

MInggu lalu Zhiwei Zhang Kepala Ekonom Nomura  mengatakan bahwa Negara berkembang menghadapi risiko lebih besar jika the Fed akhirnya menghentikan stimulus moneter. Hal itu akan membuat arus modal keluar dari wilayah daratan China. China sudah sejak dua tahun lalu bersikap menjaga kemungkinan itu datang. Pembicaraan dikalangan trader didominasi masalah rencana the FED mengurangai stimulus ekonomi. Sinyal akan ada sikap resmi the FED sudah nampak ketika pertemuan rutin dewa Gubernur the FED pada Rabu minggu lalu. Teman di Hong Kong mengatakan kepada saya bahwa ini week end terberat bagi semua trader. Benarlah, kemarin the FED sudah mengumunkan bahwa AS akan mengurangi stimulus ekonomi  secara bertahap dan berakhir tahun 2014. Setelah itu diharapkan ekonomi AS sudah mengarah kepada jalur menuju positif. Ini news berkaitan dengan data fundamental. Pasar langsung bereaksi cepat karena data fundamental ikut mempengaruhi kebijakan arah investasi bagi trader. Mereka harus memberikan advice kepada clientsnya  agar bertindak cepat untuk mengamankan portfollionya. Benarlah, Index Dow Jones dan bursa regional jatuh dan yang terburuk adalah IHSG Jakarta. Hari sebelumnya Candlestick IHSG membentuk dark cloud cover setelah mengalami teknikal rebound diikuti naiknya aksi jual asing. Kedepan adalah bayangan sulit.

Stimulus ekonomi AS bukan berasal dana tabungan AS tapi melalui program QE atau cetak uang. Sebetulnya by design tidak ada rencana AS untuk membanjiri likuiditas pasar uang atas QE itu kecuali memberikan darah segar kepada perbankan untuk terpacu melakukan ekspansi kredit agar dunia usaha bergerak dan angkatan kerja kembali tertampung setelah sebelumnya terkena PHK akibat global crisis. Namun dampak kebijakan QE itu tidak sepenuhnya sesuai dengan grand strategy AS dalam upaya recovery ekonomi. QE justru berakibat banjirnya likuiditas dipasar uang dan modal , dan pada waktu bersamaan pertumbuhan kredit bagi dunia usaha tetap rendah. Mengapa ? QE memang cara smart yang beresiko untuk mencetak uang dan mensuplay nya kepasar lewat pembelian obligasi. Pemerintah AS menerbitkan obligasi dan the FED menjadikan itu sebagai underlying untuk mencetak uang memenuhi kebutuhan APBN Amerika untuk belanja expansi fiscal. Perbankan atau lembaga Keuangan menerbitkan Obligasi lewat sekuritisasi asset atas pinjaman yang diberikannya kepada dunia usaha dan the FED menjadikan itu sebagai underlying untuk membelinya melalui pencetakan uang. Yang jadi masalah adalah ketika uang diterima oleh Lembaga Keuangan, uang itu tidak digunakan untuk ekspansi credit sector riel tapi digunakan untuk  ekspasi kredit derivative.

Hal tersebut terjadi karena  dua hal , pertama, sektor riil masih beresiko besar untuk diberikan pinjaman. Karena over supply dan melemahnya permintaanm pasar serta tingginya ongkos produksi akibat naiknya upah buruh. Hal ini terindikasi jatuhnya index manufacture AS dan China.  Kedua, Dana yang diterima oleh lembaga keuangan dari QE itu bukanlah dana gratis. Ini bukan dana bail out atas NPL perbankan tapi sebetulnya adalah skema pinjaman yang harus ditanggung oleh pasar. Karena dua hal itulah yang akhirnya memaksa perbankan AS untuk mencari saluran investasi yang aman dan menguntungkan. Hukum uang berlaku dimana selalu mencari tingkat  yield ( imbal hasil ) yang tinggi. Targetnya adalah Negara emerging market yang dinilai paling tinggi Yield investasi dipasar obligasi maupun pasar modal, dan Indonesia adalah salah satu Negara emerging market itu. Sejak diluncurkan program stimulus ekonomi AS , uang mengalir deras ke Negara Negara emerging market dan berperan besar meningkatnya index. Para pemimpin Indonesia meng claim bahwa index menguat akibat mekanisme pasar. Rupiah menguat akibat mekanisme pasar. Semua karena kepercayaan pasar akan fundamental ekonomi Indonesia. Ini bohong belaka. ini ketololan Indonesia dijadikan saluran onani perbankan AS terhadap program perbaikan ekonomi yang ilusi itu.

Terbuktilah kini bahwa fundamental ekonomi Indonesia tidak sehebat apa yang dikatakan oleh Statistic. Sejak tahun lalu ,seorang teman yang memegang posisi Dirut Aset manajemen salah satu BUMN mengatakan bahwa pihak otoritas menoter sudah nampak kawatir akan situasi ekonomi Indonesia. Tahun 2012 bulan september , World bank telah merealese laporan jatuhnya index kompetitif Indonesia atau jatuh lima tingkat ratingnyal. Parameter index ini ada beberapa diantaranya system birokrasi, ketersediaan infrastruktur dll. Namun yang paling utama adalah tingkat produktifitas. Dalam laporan ini index produksi jatuh. Apa penyebabnya ? jatuhnya harga komoditas utama yang berbasis SDA, seperti Batu bara, Kopi, Coklat, Karet, CPO. Memang terbukti sepanjang tahun 2012 Rupiah tertekan karena pasar sudah membaca fundamental ekonomi ikut terimbas akibat melemahnya index manufacture AS dan China yang merupakan konsumen utama komoditas Indonesia. Tahun 2013 kwartal pertama , penerimaan pajak meleset dari rencana APBN dan inflasi mulai bergerak seiring semakin tertekannya rupiah dipasar uang. Disamping itu gaung akan ada kebijakan the FED mengurangi dan akhirnya menghentikan stimulus ekonomi semakin membuat ekonomi Indonesia terancam karena akan terjadi capital outflow. Apa solusinya?Tidak ada.! Kecuali patuh akan nasehat  Fund Provider bahwa pemerintah harus focus terhadap komitmen hutang pada APBN dengan cara mengurangi pos subsidi secara significant.

Apakah dengan pengurangan subsidi lantas ekonomi Indonesia akan selamat?  Hari hari kedepan bagi Indonesia tidak akan seindah dulu ketika likuiditas banjir dan daya beli komoditas tinggi. Mekanisme pasar akan menghukum Indonesia dalam jeratan masalah yang menyakitkan, seperti Eropa dan AS. Akibatnya Indonesia dalam kondisi No Alternative To Objection untuk mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh kapitalisme. Segala beban sosial dalam APBN harus dikurangi termasuk subsidi dan dialihkan kepada pembangunan insfrastruktur ekonomi agar modal dapat optimal menghasilkan laba. Jangan lagi bicara negara pengurus. Itu sudah lewat. Itu hanya mimpi kemerdekaan. Kenyataan kini negara harus memastikan rakyat mampu membayar hutang lewat harga yang melambung, SDA yang semakin bebas dikuasai asing, upah yang murah. Inilah era neoliberal untuk melegitimasi neocolonialism bahwa modal yang berkuasa dan pasar mendikte harga agar laba tercipta. Soal rakyat tak mampu membeli, itu bukan urusan Negara. Free entry free fall. Pasar punya cara tersendiri menempatkan rakyat yang gagal bersaing. Mereka tidak tersingkir namun juga tidak sejahtera. Mereka sama seperti hewan, Pagi bangun, bekerja dan mati tanpa makna.

Thursday, June 13, 2013

PKS VS SBY

PKS dan Partai Demokrat tidak mungkin bisa bersatu. Ini ibarat Air dengan Minyak.Seberapa hebatnya usaha untuk bersatu namun secara chemistry tetap tidak mungkin bisa bersatu. Namun PKS dapat bersatu dengan SBY. Demikian kata teman saya kemarin waktu bertemu di Bandara.  Mengapa demikian? PKS adalah partai idiologi. Dimana kekuatannya ada pada platform politik itu sendiri. Sementara Partai Demokrat adalah SBY.  Sehebat apapun elite democrat berkelit tentang ini, faktanya semua tahu bahwa hanya SBY yang bisa menjatuhkan Anas yang terpilih secara demokratis lewat munas.  Itu artinya Partai Demokrat adalah SBY. Titik.  Bagaimana visi misi Partai Demokrat maka lihatlah pribadi SBY, yang kelak akan turun kepada keluarganya. Semua kader democrat adalah petualang sejati yang hanya sekedar mencari kesempatan pribadi masing masing. Bila Partai democrat tidak lagi memberikan kesempatan maka para kader itu akan pergi dengan begitu saja. Tidak akan  ada airmata sesal dari mereka bila harus menyebrang ke Partai lain. Berbeda dengan PKS dimana membangun Partai adalah membina kader. Membina kader adalah merperkuat visi dan misi partai sebagai alat perjuangan demi tegaknya keadilan dan tercapainya kesejahteraan bagi semua.

Mungkin karena Partai Demokrat adalah SBY maka tidak begitu sulit bagi Demokrat awalnya untuk menarik PKS dalam koalisi. Karena secara pribadi memang tidak ada yang salah dengan SBY. Track record nya di militer dan di Kabinet semasa GusDur, Megawati, sangat baik. Bahkan SBY dikenal sebagai militer intelektual yang berhasil menanamkan reformasi ditubuh TNI. Artinya darah SBY adalah Pancasila dan ini tidak bertentangan dengan Islam. Itu sebabnya PKS lebih enjoy berkoalisi dengan SBY dibandingkan dengan Megawati ( PDIP) sebagai oposisi. Lantas mengapa setelah koalisi terbentuk, PKS tidak pernah seiring sejalan dengan SBY ? Inilah yang orang kebanyakan lupa tentang tipikal Partai idiologi bahwa mereka sudah punya system alert yang bisa dengan cepat membuat mereka bersikap. Contohnya ketika 2009 SBY menunjuk Boediono sebagai Wapres. PKS langsung bereaksi dengan menentang. Walau akhirnya tidak bisa menahan namun bukan berarti Boediono bebas. Terbukti Mei 2010 Bersama Golkar dan PPP, PKS mendukung pengusutan penjaminan Bank Century dalam rapat paripurna DPR. Publik tahu bahwa masalah Century berhubungan dengan posisi Boediono.

Para Menteri yang juga adalah kader PKS, seperti di MekomInfo dan Pertanian, termasuk pos yang sangat strategis namun oleh UKP4 dianggap tidak beprestasi. Raportnya merah. Benarkah ? teman saya dengan tegas mengatakan bahwa ini bukan soal prestasi kerja tapi loyalitas kepada President. Kedua menteri itu selalu menjalankan agenda Partainya , bukan agenda Presiden. Disamping itu team PKS yang ada di DPR walau masuk dalam koalisi pemeritah namun menjadi pendukung setia para Menteri tersebut dan sama sama berjuang melancarkan agenda Partainya. Itulah sebabnya banyak keluhan dari dunia usaha pengejar rente yang merasa dirugikan oleh kader PKS yang ada dikabinet. Ini tentu berdampak tidak mulusnya agenda SBY pada kedua pos Kementrian itu, yang juga berimplikasi kedua kementrian itu tidak bisa bekerja optimal.  SBY memang geram dan berusaha menekan PKS dengan segala cara. Apakah PKS diam? Tidak ! Desember 2010 ,PKS mengancam membuat poros baru menyempal dari koalisi bersama PKS, PKB, PAN, dan PPP. Keadaan ini membuat suasana memanas dan akhirnya redam begitu saja. Namun kembali PKS berulah, Februari 2011, mendukung hak angket DPR untuk mengusut mafia pajak. PKS langsung berhadapan dengan Partai Demokrat yang dengan gigih membuat hak angket itu kandas di Rapat Paripurna DPR.

Sebetulnya apa yang membuat PKS selalu berseberangan dengan Partai Demokrat? Tanya saya dengan kebingungan. Menurutnya PKS itu anti Neoliberal. Idiologi PKS sebetulnya adalah keadilan social atau sosialis kanan, yang pasti berseberangan dengan neolib yang pro kapitalis. Paranoid  politik ? Tidak,kata teman itu dengan tegas.  Bahwa PKS punya map perjuangan yang konkrit. Para Kader PKS disamping yang visible tapi juga banyak yang invisible. Mereka ada disemua elemen masyarakat. Informasi dari mereka inilah yang dijadikan acuan oleh PKS dalam bersikap dan berjuang. Itu sebabnya mereka menentang Pak Boediono karena Neolib. Itu sebabnya mereka tidak bisa menerima program liberalisasi Pertanian karena kawatir petani , nelayan, peternak tidak mampu bersaing dengan asing. Menolak liberalisasi penuh Telekomunikasi karena ingin memastikan operator telekomunikasi tetap dibawah kendali lokal. Itu sebabnya mereka memaksa hak angket pajak karena sebetulnya mereka tahu bahwa semua TNC minyak dan Tambang itu memanipulasi pajak. Itu sebabnya mereka ikut dalam hak angket Century karena ingin merubah system moneter yang terlalu liberal sehingga mengurangi otoritas Negara mengendalikannya. Itu sebabnya mereka menentang kebijakan pengurangan subsidi Minyak karena mereka tahu pasti bahwa ini akibat pro neoliberal yang lambat namun pasti mengurangi fungsi social APBN. 

Kalau begitu SBY neolib ? Benarkah ? Tanya saya. Siapapun tidak pernah menyadari dia akan masuk perangkap Neolib. Itu datang dengan sendirinya ketika orang punya kekuasaan dan dia harus berhadapan dengan banyak pilihan platform dalam mengambil keputusan. SBY , sadar atau tidak sadar baginya Neolib adalah cara yang mudah dan aman untuk menjalankan kekuasaanya. Inilah konsekwensi dari system demokrasi yang pragmatisme. Berbeda dengan kader partai idiologi seperti PKS , mereka tidak akan terjebak dengan idiologi lain. Walau mereka ditempatkan di dalam kabinet namun mindset mereka tidak akan berubah dan tetap istiqamah dengan agenda idiologinya. Kalau begitu,kata saya, bahwa keliatannya tidak ada pilihan bagi SBY kecuali harus pecah kongsi dengan PKS. Karena kalau dipertahankan akan semakin menyulitkan bagi SBY. Teman saya itu tersenyum. Tidak mungkin SBY berani mendepak PKS secara kasar. Karena bila PKS keluar dari koalisi maka bargain position Golkar akan semakin kuat didalam koalisi. Bagi SBY jauh lebih baik bertikai dengan PKS ketimbang bertikai dengan Golkar. Situasi inilah yang selalu membuat SBY tidak pernah tegas terhadap PKS,  dan membuat PKS tidak pernah melangkah surut walau dihantam dengan berbagai peluru kendali...Mungkin saja PKS tersingkir dari koalisi dan saat itulah pro-neolib akan mengontrol kekuasaan. SBY hanya sebagai endorsement. 

Monday, June 10, 2013

Riba...

Kamu tahu ucapan  Keynes yang terkenal itu, kata teman saya kemarin waktu makan malam, bahwa yang pasti dimasa depan kita semua akan mati. Hidup dan sejarah, menurut Keynes, terdiri dari proses jangka pendek, short runs. Jadi yang bicara tentang jangka panjang adalah orang yang tidak pernah baca sejarah. Manusia tidak ada yang hidup layak lebih dari 60 tahun kecuali menjadi beban orang lain.  Karenanya adalah lucu bagi generasi kapitalis bila harus berakit rakit kehulu berenang ketepian, bersakit sakit dahulu, senang kemudian. Kalau bisa ke hulu atau ketepian naik speed boat kenapa harus pakai rakit atau berenang. Walau karena itu ongkos naik speed boat harus berhutang.  Bagaimana membayarnya setelah sampai dihulu atau ditepian? Tanya saya. Jangan kamu pikirkan soal nanti, pikirkan saja hari ini. Besok itu semua orang akan mati. Yang harus kamu lakukan hari ini bahwa kamu tidak harus berlelah menaik rakit menuju kehulu dan tak berlelah berenang sampai ketepian. Pahamkan! Kalau kamu tetap berpikir  lebih baik bercermin bangkai daripada hidup berhutang, lebih baik berkalang tanah daripada kaya berhutang, maka sebetulnya kamu tidak lagi hidup dalam realitas. Mengapa ? Hutang RI sekarang sebesar Rp1.903,21 triliun. Itu artinya setiap penduduk Indonesia berhutang sebesar Rp. 7,600.000, temasuk bayi yang ada dalam perut ibu.

Saya hanya diam saja. Karena saya tahu bahwa teman ini sedang larut dengan emosi lewat analogi. Kamu bisa saja berkata bahwa kamu tidak pernah teken akad hutang sehingga kamu tidak bisa dimasukin dalam katagori berhutang. Tapi tanpa kamu sadari bahwa kamu telah meneken akad hutang itu ketika kamu masuk kedalam system demokrasi. Ini bukan system tiran yang mengancam dengan pedang atau pestol bagi penentang. Kamu bebas. Free entry free out.  Kamu mengendorsed system yang diajukan oleh segelintir orang  dan kemudian dengan suka rela kamu memilih orang orang untuk duduk di Legislative dan executive. Bagaimana kamu bisa berkelit bahwa kamu tidak mengakui berhutang? Memang setelah itu kamu tidak merasa membayar hutang itu dari kantong sendiri. Negara punya cara hebat memastikan hutang terbayar dari kantong kamu. Caranya ? barang barang akan naik secara lambat tapi pasti. Kenaikan harga itu bukanlah karena factor demand and supply dimana barang sedikit namun permintaan banyak. Bukan !. Kenaikan itu terjadi by design lewat system. Negara terus berhutang untuk hari ini dan karenanya nilai uang tergerus. Para industriawan berhitung harga pokok produksi dengan menghitung nilai uang yang tergerus. Para pedagang berhitung harga pokok penjualan dengan menghitung nilai uang yang tergerus. Para buruh menuntut gaji naik  dengan menghitung nilai uang yang tergerus.

Disamping itu , by system tidak ada satupun kegiatan yang bisa tumbuh dan berkembang tanpa hutang.  Socialis maupun kapitalis , sama saja. Industriawan butuh hutang untuk memicu produksi. Pedagang perlu hutang untuk menjaga stok barang dan menjamin supply.  Karyawan butuh hutang untuk kebebasan berkonsumsi mendapatkan rumah dan kendaraan. Kalau sudah begitu bagaimana kamu bisa berkelit lagi bahwa kamu tidak berhutang. Duniamu, lingkunganmu semua terjerat dalam system berhutang itu. Setiap kamu beli barang atau jasa, itu tandanya kamu sedang mengansur hutan Negara, hutang industriawan, hutang pedagang. Ingat itu!. Apakah kehidupan seperti ini sehat? Tanya saya. Dia hanya terdiam namun wajahnya terkesan mencibir sikap saya. Firman Allah “Maka jika kamu tidak meninggalkan riba maka ketahuilah bahawa Allah dan rasulNya menyatakan perang terhadap kalian. (Surah al-Baqarah: Ayat 279). Mohon kamu pahami apa kata Allah itu, kata saya. Hutang dan berhutang lewat system rente itu adalah Riba, dan Allah menyatakan perang kepada kita.  Apakah kita sanggup berperang dengan Allah, sang Maha Pencipta , Berkuasa diatas Segala galanya itu? Amerika dan Eropa kurang hebat apa? Nyatanya jatuh tersungkur karena Riba.

Ada sebuah kritik yang datang dari Friedrich von Hayek, guru besar asal Austria yang mengajar di London School of Economics. Hayek menyaksikan bagaimana Negara yang gagal mengatur  dana Riba itu, dari inflasi terkendali menjadi tak terkendali. Kekayaan menciut habis. Pabrik kehilangan permintaan. Buruh kehilangan pekerjaan. Pedagang dililit hutang karena stok tak terjual. Orang kebingungan seperti orang gila (QS. Al-Baqarah 275 ). Biasanya tidak tahu lagi siapa yang harus disalahkan. Ini kehendak pasar,kata mereka. Tapi itulah buah  dari berperang dengan Allah. Semua yang terlibat adalah musuh Allah. Rasulullah S.A.W. telah melaknat pemakan riba, orang yang memberikan riba, orang yang menjadi penulisnya dan saksi-saksinya. Kemudian Rasulullah S.A.W. mengatakan: Mereka semua adalah sama. (Riwayat Muslim, Nasai, Abu Daud, Tarmizi dan Ibnu Hibban). Usai makan malam kami berpisah. Saya puas dengan keyakinan saya walau saya tidak berdaya merubahnya, namun setidaknya seumur hidup saya tidak pernah berhutang lewat system Riba , juga tidak punya deposito di bank. Kepada Allah saya berserah diri atas kelemahan dan kebodohan saya berada didalam system “orang gila”.

Wednesday, June 5, 2013

Hapus Subsidi atau Korupsi?

Lagi lagi soal BBM menjadikan suhu politik memanas. Pemerintah, berencana menerapkan kebijakan yakni menaikkan harga BBM bersubsidi pada premium yang sebelumnya Rp4.500 menjadi Rp6.500 dan solar sebelumnya Rp4.500 menjadi Rp5.500. Kebijakan pemerintah yang dilakukan ini adalah untuk mengurangi subsidi BBM yang sangat besar, dan membebani anggaran. Kemarin waktu bertemu dengan teman yang juga pengusaha minyak mengatakan bahwa seharusnya memang tidak ada lagi subsidi. Mengapa ? karena sejak Indonesia menjadi net importer minyak maka sejak itulah subsidi BBM sudah tidak rasional lagi. Dulu zaman Soeharto , subsidi diberikan karena Indonesia surplus minyak dan disamping itu kebijakan subsidi BBM berhubungan dengan siasat pemerintah mengendalikan harga dipasar agar terjankau oleh pendapatan rakyat yang sebagian besar masih miskin. Namun berjalannya waktu, apalagi dalam era pasar bebas maka subsidi justru menjadi racun bagi masyarakat. Mereka menjadi manja dan tidak peduli dengan perlunya efisiensi. Demikian teman saya. Jadi memang tidak ada pilihan bahwa subsidi BBM harus dikurangi atau bahkan dihapuskan untuk selanjutnya dialihkan untuk program pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur ekonomi. 

Teman yang bekerja sebagai consultant mengatakan kepada saya bahwa tidak seratus persen benar kalau tujuan pemerintah mengurangi subsidi adalah untuk penghematan APBN. Apalagi dikoversi untuk pembangunan infrastruktur. Itu tidak significant!. Dan lagi anehnya pos subsidi pada APBN perubahan justru semakin meningkat. Jadi apanya penghematan? Itu hanya bahasa politik untuk pengalihan dari tujuan yang sebenarnya.  Apakah itu? Kebijakan ini berulang selalu menjelang pemilu. Setiap kenaikan BBM akan diikuti kebijakan memberikan bantuan tunai kepada rakyat miskin. Engga percaya ? Mari berhitung kata teman saya, bahwa andaikan kebijakan ini dilaksanakan maka hanya sebesar 5 juta kiloliter penghematan pada pos APBN. Bila dikali Rp.3.500 maka totalnya setara Rp.17,5 Triliun. Dana ini tidak cukup untuk membangun trans java atau membiayai revitalisasi lima pelabuhan strategis di Indonesia , atau tidak cukup untuk membangun perluasan Bandara Soeta. Mengapa ? Dari Rp. 17,5 triliun , sebesar Rp. 11,6 triliun habis dibuang untuk konsumsi BLSM ( Bantuan Langsung Sementara Masyarakat). Jadi memang focusnya kepada BLSM. Program suap kepada rakyat miskin yang bodoh dan lemah. Agar rezim culas tetap exist. Padahal seharusnya distribusi pendapatan itu lewat system yang memungkinkan setiap orang mudah mendapatkan kesejahteraan, dan salah satunya adalah tersedianya infrastruktur ekonomi secara luas

Ada pos APBN yang jumlahnya hampir sama dengan pos subsidi BBM yaitu kewajiban atas beban hutang. Hingga April 2012, total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp1.903,21 triliun. Terjadi kenaikan Rp99,72 triliun dari posisi akhir 2011 yang nilainya Rp1.803,49 triliun. Dibanding Maret 2012 sejumlah Rp1.859,43 triliun, utang pemerintah naik Rp 43,78 triliun. Pos anggaran untuk membayar bunga dan cicilan pada APBN 2013 : pagu pembayaran cicilan pokok luar negeri dialokasikan sebesar Rp58,4 triliun dan pagu pembayaran bunga utang mencapai Rp113,2 triliun. Jadi total bunga dan cicilan sebesar Rp. 171,6 Triliun. Jumlah ini setiap tahunnya terus meningkat. Negara sudah masuk dalam jebakan hutang yang membuat fungsi social APBN menjadi lemah. Seorang pejabat World bank yang saya temui dalam salah satu seminar international pernah mengatakan bahwa program pengurangan dan penghapusan subsidi adalah bagian dari standard compliance Negara debitur untuk mendapatkan pinjaman termasuk program penjaminan hutang dari lembaga multilateral. Selagi Negara tergantung kepada utang selama itupula Negara harus mengikuti aturan neoliberal. 

Apakah mungkin Negara bisa lepas dari jebakan hutang ini? Tanya saya. Teman itu mengatakan caranya banyak sekali. Yang utama adalah kemauan politik untuk merestruktur APBN secara mendasar dan meluas khususnya bagaimana menekan anggaran belanja rutin se efisien mungkin dan dialihkan kepada belanja barang dan modal. Perluasan infrastutkur ekonomi sangat penting untuk memacu produksi dalam negeri yang berbasis SDA untuk meningkatkan pendapatan rakyat yang berujung kepada pendapatan pajak Negara. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana membrantas korupsi agar APBN punya kekuatan untuk segera melunasi hutang. Sinyalemen 30% APBN dikorup maka bila kurun waktu 2007-2013, total belanja barang dan belanja modal Rp 1.533 triliun, yang dikorup adalah Rp. 532 Triliun, Ini belum termasuk korupsi belanja rutin seperti perjalanan dinas, dana studi project, dll. Jadi sebetulnya bila APBN tidak dikorup oleh permainan Bangar DPR dan Birokrat, Indonesia hanya butuh waktu 5 tahun sudah bisa segera melunasi hutangnya. Tentu APBN akan menjadi ramping dan kokoh untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Jadi kalaulah tujuan untuk penghematan anggaran maka memangkas maling ABPN jauh lebih efektif ketimbang memangkas subsidi BBM.

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...