Tuesday, February 19, 2013

Wiraswasta


Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011 lalu mencatat ada sekitar 492.343 orang sarjana S1 yang belum mendapatkan pekerjaan, ditambah lagi sekitar 244.687 tamatan Diploma yang menganggur, sehingga jumlah pengangguran intelektual mencapai 737.030. Jumlah pengangguran intelektual ini diperkirakan akan terus membengkak setiap tahunnya. Memang hampir sebagian besar para orang tua yang menyekolahkan anaknya , mengharapkan agar kelak anaknya dapat menjadi pegawai. Yang pegawai negeri diharapkan jadi pejabat. Yang pegawai swasta diharapkan kelak jadi manager atau direktur. Seakan dunia bekerja adalah dunia yang menjanjikan masa depan cemerlang. Mungkin karena sebagian besar kelompok menengah di Indonesia yang berhasil  menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi berlatar belakang pegawai. Para orang tua hanya mengenal dunia “ Work and Reward “ yang serba pasti. Bayangan kehidupan wiraswata yang serba tidak pasti bukanlah tempat aman dan harus dihindari kecuali kesempatan kerja sudah tidak ada lagi. Ini bawaan yang salah dari generasi yang salah. Berbisnis karena kepepet. Ya hasilnya pasti ala kadarnya.

Padahal diera modern saat ini , para wiraswasta  bukan hanya penyedia kebutuhan barang atau jasa tapi mereka pencipta kemakmuran dan perubahan. Sikap mental wiraswasta yang tangguh  menghadapi kompetisi, kreatifitas yang tinggi serta kemampuan mengikuti perubahan adalah asset bangsa yang tak terhingga  untuk menggiring jutaan rakyat masuk kekelompok menengah. Untuk  kemakmuran Indonesia , tidak dibutuhakn 10 juta wirawasta tangguh. Cukup empat juta wirawasta tangguh dengan bekal pendidikan yang cukup , sudah mampu menggiring jutaan rakyat keperingkat menengah. Cobalah hitung, bila  4 juta pengusaha ( 2 persen dari jumlahn penduduk ) professional itu dapat menarik angkatan kerja sebesar 10 orang per satu unit usaha maka jumlah angkatan kerja yang dapat ditampung sebesar 40 juta orang. Andai masing masing pekerja itu mempunyai tanggungan 3 orang maka jumlah yang dapat hidup dari kehadiran wiraswata unggul itu menjadi 120 juta orang atau sama dengan setengah penduduk Indonesia. Pengusaha dengan jumlah karyawan sebanyak 5-10 orang bukanlah perusahaan besar tapi perusahaan tergolong menengah kecil. Artinya untuk menciptakan kemakmuran kita tidak butuh konglomerat , kita hanya butuh 4 juta pengusaha professional berskala kecil tapi tangguh.

Tentu bukan masalah besar bila ada kemauan besar untuk merubah budaya jongos menjadi juragan Masalahnya sekarang adalah budaya untuk memilih cara aman dan mudah adalah keseharian kita. Budaya berani menghadapi ketidak pastian dan bertarung dalam kompetisi meraih peluang sesuatu  yang langka. Mungkin karena ratusan tahun terjajah dan biasa diperintah hingga sangat sulit untuk merubahnya. Padahal dengan system demokratisasi anggaran melalui mekanisme deficit sudah sangat jelas menegaskan bahwa peran pemerintah/negara tidak lagi sebagai undertaker  /provider untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat. Pemerintah dalam  konteks demokratisasi hanyalah sebagai regulator dan motivator untuk  terbentuknya kemakmuran ditengah masyarakat. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan angkatan kerja terus meninggkat maka kumpulan para sarjana itu bukannya menjadi asset bangsa melainkan jadi beban negara yang minus kontribusinya. Mereka terpaksa masuk daftar pengangguran dan menjadi masalah social bagi Negara. Maka kitapun marah kepada pemerintah karena gagal menyediakan lapangan kerja untuk para  putra kita yang lulus universitas. Seakan pemerintah kita tempatkan sebagai provider untuk ticket meraih masa depan. Padahal pemerintah sendiri adalah bagian yang terpasung dari kehadiran rakyat yang selalu meminta. Dimanapun , negara itu tidak pernah akan besar bila rakyat tidak mampu menjadi pahlawan, baik bagi dirinya sendiri maupun pahlawan bagi bangsanya. Itu hanya dimungkinkan dapat ditempuh melalui wiraswasta.

Di China sekarang tercatat jumlah wiraswata mencapai 80 juta orang. Sebagian besar mereka tergolong usaha kecil menengah. Sejumlah mereka tersebut rata rata menampung 10 orang tenaga kerja per unit usaha atau secara total sumbangan pengusaha menengah kecil tersebut terhadap penyedia lapangan kerja sebesar 800 juta. Artinya mereka mampu menampung seluruh angkatan kerja di china. Hampir 1 milliar penduduk china masuk  dalam kelompok menengah dengan penghasilan USD 24,000 per tahun. Jumlah ini akan terus bertambah dengan semakin gencarnya kampanye pemerintah untuk melawan kehadiran pengusaha asing di china agar rakyat china dapat  menjadi tuan dinegerinya sendiri disegala bidang. Tapi lihatlah daftar orang terkaya didunia. Dari 100 orang terkaya didunia tidak ada satupun  berasal dari China namun peringkat pertama didunia jumlah populasi kelompok menengah adalah china. Artinya ditribusi kesempatan berusaha lebih diutamakan ketimbang penguasaan resource bagi segelintir orang. Begitu seharusnya bila ingin membangun negeri pengusaha. Distrbusi kesempatan harus adil.

Padahal kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan letak yang strategis  diapit oleh dua benua serta berhadapan langsung dengan pacifik yang merupakan zona paling pesat pertumbuhan ekonominya adalah potensi yang tiada habisnya untuk unggul memanfaatkan peluang usaha disegala bidang.  Tapi, kita tidak pernah melihat potensi kita kecuali terus berharap kemudahan dapat datang tanpa harus mengambil resiko

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...