Saturday, August 25, 2012

KPK VS POLISI


Hong Kong adalah sebuah kawasan yang bisa disebut Negara dalam Negara di China.  Ketika China menerima Hong Kong dari Inggeris  tahun 1997 , yang China dapati adalah wilayah yang penuh kerakusan dalam Susana berkompetisi. Mungkin , ketika itu , para elite China yang terbiasa hidup dalam suasana serba teratur dan kapatuhan rakyat, melihat Hong Kong seperti melihat sebuah Srigala yang belum jinak namun pantas dipelihara. Ketika itu, Hong Kong, antara penguasa dan criminal telah terjalin mutual simbiosis, untuk memeras rakyat melalui metode korupsi systemtis dan kasat mata. Cerita teman saya, dulu para pejabat kota dengan terang terangnya melakukan Pungli dimana saja. Dari Pasar tradisional, rumah sakit, di jalanan, di tempat hiburan , selalu ada Polisi dan pejabat kota serta preman ( TRIAD) yang memeras rakyat. Kesalahan dibiarkan selagi ada bagi bagi uang. Pelanggaran hukum menjadi komoditi untuk membuat para pengacara kaya raya, Polisi hidup mewah, dan pejabat kota bergelimang harta. Itu belum lagi korupsi mark up project public yang tak pernah habis habisnya.

Sebetulnya Inggeris yang ketika itu menguasai Hong Kong telah berupaya dengan serius memerangi wabah korupsi itu. Salah satu upaya pemerintah Hong Kong adalah membentuk badan anti Korupsi (KPK) atau disebut dengan ICAP (Independent Commission Against Corruption (ICAC) yang didirikan pada tahun 1974. Tapi upaya ini tidak berjalan dengan mulus. Tantangan terbesar bukanlah dari rakyat tapi dari Pihak Kepolisian berserta jajaran elite politik yang tidak senang akan keberadaan ICAC. Sepak terjang ICAC memang membuat bulu kuduk aparat merinding , apalagi ketika  Peter Fitzroy Godber ,seorang Perwira Tinggi Polisi berhasil di tangkap hanya karena tidak bisa menjelaskan asal usul keberadaan uangnya dibank sebesar USD 600,000. Itulah sebabnya pada 28 oktober 1977, HKPF ( Polisi Hong kong ) menyerbu kantor ICAP. Ketegangan terjadi. Hal ini memaksa penguasa Hong Kong ( Gubernur) mengambil tindakan drastic dengan memberikan amnesty kepada seluruh aparat Polisi yang terjaring oleh ICAC.  Wibawa ICAC hancur dihadapan public. Rakyat menyebut ICAC adalah I can accept cash”, atau ”I corrupt all cops.

Setelah Hong Kong dibawah kendali Pemerintah Beijing dengan status Special Region ( Daerah Khusus), yang pertama kali dilakukan oleh China adalah memperkuat fungsi ICAC. Parlemen Hong Kong mengukuhkan keberadaan ICAC bukan hanya berdasarkan keputusan Pemerintah tapi menjadi produk UU yang harus dipatuh oleh seluruh institusi. Sejak itu, ICAC beroperasi semakin efektif. Kejahatan terorganisir dibawah bayang bayang aparat , lambat namun pasti semakin terkikis. Dan karenanya TRIAD( Crime group )  tidak punya tempat lagi untuk bisa berkembang di Hong Kong. Tahun 2008 ICAC berhasil melakukan operasi pembersihan kepada seluruh aparat kepolisian. Operasi ini sangat menyengat dan dilakukan secara besar besaran tanpa ada sedikitpun perlawanan dari HKPF ( Polisi Hong Kong ). ICAC semakin berwibawa dan tentu pemerintah semakin mendapat tempat dihati Rakyat..  Namun tetap tidak menjadikan ICAC sebagai lembaga super Body. Dalam prakteknya ICAC pernah dikalahkan oleh Pengadilan karena melakukan penyadapan terhadap tersangka tanpa izin pengadilan. Inilah nilai demokrasi. Yang karenanya demokrasi dihormati karena rezim tunduk pada hukum dengan ditandai semakin efektifnya upaya pemberantasan korupsi.

Apa yang dialami oleh Hong Kong sebelum berpindah tangan dari inggeris ke China tak ubahnya dengan Indonesia kini.  Tentu disadari oleh elite politik reformasi bahwa keberadaan KPK hanya dikaranakan aparat Polisi, Jaksa, Hakim tidak bekerja efektif untuk memberantas wabah korupsi. Tapi sejak berdirinya KPK belum nampak keperkasaanya melawan langsung Institusi Kepolisian dan TNI.  Barulah kini, KPK mulai nampak unjuk gigi dengan menjadikan target DJoko Sosilo sang Jenderal Polisi sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan simulator pembuatan surat izin mengemudi. Akankah KPK dapat berperan efektif sebagaimana fungsi yang diamanahkan rakyat? Ingat bahwa KPK, lahir dengan kekuasaan yang abnormal: ia mekanisme penyembuhan yang juga sebuah perkecualian. Kekuasaannya lain dari yang lain. Wewenang KPK bahkan lebih besar ketimbang ICAC. Di Hong Kong komisi itu tak punya wewenang menuntut. Di sini, KPK mempunyainya.  KPK juga tak hanya harus bebas penuh dari dikte kekuasaan mana pun. Di Hong Kong, ICAC bekerja secara independen namun bertanggung jawab kepada ”Chief Executive”, yang dulu disebut ”Governor”. Di Indonesia, KPK tak bertanggung jawab kepada Presiden.

Ya kekuasaan KPK sangat besar. Entah bagaimana KPK bisa terbentuk. Mungkin ketika terbentuk, euphoria demokrasi begitu merasuk kedalam tubuh setiap elite politik negeri ini hingga lahirnya KPK. Atau mungkin sebagai bentuk dari kemarahan terhadap rezim Soeharto yang doyan KKN. Entah. Yang pasti KPK kini ada, dan juga menjadi momok yang menakutkan bagi semua aparatur Negara.  Berjalannya waktu , ada niat DPR untuk merevisi UU tentang KPK agar menjadi wilayah grey area. Tapi, KPK bukan lagi produk para mereka yang mewakili rakyat. Diluar itu ada pemilik sesungguhnya KPK yaitu Rakyat.  Ketika lembaga yang mewakili rakyat sebagai BOS tak bisa lagi seiring sejalan maka rakyat sebagai Bos sesungguhnya menjadi tempat sandaran terakhir KPK untuk misinya melawan korupsi. KPK butuh kekuatan diluar dirinya yaitu Rakyat. Dan rakyat akan selalu ada untuk KPK asalkan mereka membayarnya dengan kesetiaan , pantang menyerah dan tak berkompromi untuk membela kebenaran, kabaikan dan tegaknya keadilan. Perang melawan korupsi bukanlah perang singkat. Tapi perang berkelanjutan, sebagaimana ICAC yang kemarin berhasil menjatuhkan Sekretaris Kota Hong Kong hanya karena terbukti mengelabui petugas pajak Bumi Bangunan atas apartement miliknya.

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...