Sunday, August 12, 2012

Masadepan Indonesia...


Ada yang menarik berita tahun ini. Dimana Pertamina telah meng akuisisi 32 persen saham Petrodelta, S.A, Venezuela, milik Harvest Natural Resources. Tahun ini  mengakuisisi Perusahaan Minyak di Irak sebesar 20%. Disamping itu ada juga berita dimana Indonesia melunasi hutang kepada iMF dan sekaligus memberikan bantuan kepada IMF sebesar USD 1 milliar. Dan yang terakhir adalah tekad pemerintah untuk mengambil alih biaya studi kelayakan mega project Jembatan Selat Sunda yang sebelumnya ditanggung oleh investor. Sebelumnya sudah sama sama diketahui bahwa adanya UU yang mengharuskan  hasil tambang sumber daya mineral dan Gas harus dikelola didalam negeri sebelum di eksport dan penilaian ulang terhadap kontrak karya tambang. Dari berita ini apa yang menarik ? yang menarik adalah Indonesia seakan berada dipersimpangan Jalan. Sosialis dan kapitalis berbaur dengan design yang tidak jelas, apalagi dikaitkan dengan potensi ekonomi Indonesia dalam geoeconomy global. Apakah pemerintah tidak melihat potensi ini untuk bergerak cepat memanfaatkannya berdasarkan geopolitik dan geostrategi yang jelas? 

Dalam salah satu seminar investasi ASIA yang diadakan di Beijing , saya sempat bertemu dengan teman yang menjabat executive dari group Investor institusi. Mereka mengatakan bahwa masa depan ada di ASEAN dan itu ada pada Indonesia. Saya sempat terkejut. Karena yang menyampaikan ini adalah investor institusi tentu mereka didukung oleh lembaga riset yang hebat hingga sampai pada kesimpulan seperti itu. Bagaimana dengan Negara lain ? tanya saya. Menurutnya Negara lain seperti Jepang , Korea, Taiwan tak bisa lagi diharapkan sebagai lahan investasi. Karena kemampuan produksi mereka selama ini tidak punya value apapun setelah China tampil di pasar dunia dengan harga murah. Dalam 20 tahun belakangan ini terbukti Negara tersebut justru menjadi beban bagi Negara konsumen seperti Eropa dan AS. Harga produk  industry mereka telah bubble hingga pada batas irasional. Telah mengakibatkan inefisiensi nasional bagi AS dan tentu beban ekonomi dalam jangka panjang kalau dukungan kemitraan tetap dipertahankan. Namun memberikan dukungan pasar berkelanjutan kepada China juga tidak bijak. Karena system ekonomi yang berbeda telah mengakibatkan Negara inportir dirugikan dari segi mata uang.

Bagi Investor institusi untuk menjadikan potensi pasar dalam negeri China sebagai peluang mengembangkan dana , juga hal yang rumit. Karena regulasi cross border transfer fund yang ditetapkan pemerintah China  telah membuat cost of fund semakin mahal. Maklum saja, bahwa investor tidak bisa bebas memindahkan dananya keluar negeri , yang tidak sama seperti Indonesia dimana investor dimanja akan kebebasan transfer devisa.Vietnam juga bukan hal yang bagus untuk investasi jangka panjang. Karena lemahnya menajement moneter serta system politik yang tidak demokratis adalah salah satu hal yang membuat investor berpikir lebih jauh untuk masuk secara penuh. Thailand, memang tempat yang  bagus karena produktifitas mereka yang tinggi namun itupun dalam komoditas yang terbatas. Pasar dalam negeri Thailand pun sangat jenuh untuk dikembangkan karena proteksi pemerintah berlebihan melindungi industry dalam negeri. Disamping kekuatan devisa mereka yang renta karena didukung oleh export barang dan jasa yang tak bisa dikembangkan lebih jauh. Malaysia dan Singapore , tak bisa diharapkan terlalu jauh untuk investasi jangka panjang. Karena mereka sudah over capacity. Disamping itu lingkungan strategis mereka sudah tidak exciting lagi karena Indonesia tidak lagi menjadikan Negara mereka sebagai channeling barang ataupun jasa.

Indonesia, hemm..temam itu tersenyum dengan mata memancarkan harapan besar. Seakan dihadapannya terbentang rezeki melimpah untuk menyalurkan dana berlebih dan menggandakannya. Baginya Indonesia adalah Negara di ASEAN yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi paling tinggi dan stabil !Karena stabilitas pertumbuhan ekonomi itu sangat penting untuk menghitung probability jangka panjang terhadap investasi. Dan yang lebih penting lagi pertumbuhan itu bukan melulu dipicu oleh hutang. Tapi lebih dipicu oleh keunggulan strategis yang didukung oleh kemelimpahan sumber daya alam Indonesia. Hal ini terbukti dengan rendahnya tingkat hutang dibandingkan dengan GNP dibandingkan Negara emerging market lainnya. Sektor moneter Indonesia dinilai sangat likuid dibandingkan Negara lainnya. Pasar obligasi sangat kuat. Pasar SBI juga likuid dan menjadi incaran investor jangka pendek. Potensi ekonomi Indonesia yang ada sanga besar namun kapasitas produksi masih rendah. Artinya terbuka luas untuk peningkatan produksi lebih besar. Peluang itu ada disemua sektor.  Upah yang sangat murah dibandingkan China dan jumlah orang muda paling banyak di bandingkan negara ASEAN. Lingkungan strategis yang berhadapan dengan Facifik merupakan pontesi yang tak habis habisnya. 

 Nah, Indonesia berada dipersimpangan Jalan menjawab pergeseran geoeconomy dunia atas potensi ekonomi yang ada. Indonesia harus belajar dari China yang cepat tumbuh akhirnya terjebak dengan pasar International yang stuck. Sementara pasar dalam negeri masih butuh waktu untuk mengambil peran. Indonesia harus belajar dari AS yang cepat tumbuh menjadi hegemoni ekonomi dunia akhirnya terjerembab akibat bubble moneter. Indonesia harus belajar dari Eropa yang tidak becus mengendalikan kebutuhan pertumbuhan dengan daya dukung ekonomi nasional hingga terjebak dalam hutang yang tak terbayar. Indonesia harus belajar dari Mesir , Tunisia, Libia, Syiria yang tumbuh namun gagal menjamin keadilan hingga terjadi gejolak politik. Indonesia harus belajar dari Asia Tengah yang hanya jadi resource asing yang miskin kontribusinya terhadap petumbuhan domestic.  Indonesia harus belajar dari Jepang, Korea dan Taiwan yang tumbuh namun tak bisa menjaga keseimbangan ekonomi dalam negeri akhirnya stuck menuju spiral crisis. Indonesia harus belajar dari kegagalan negara lain dalam  memanfaatkan pergeseran Geoeconomy saat ini. Harus cepat bersikap dan bertindak untuk kepentingan nasional

Pertanyaannya adalah mengapa terkesan investasi berjalan lambat di Indonesia ? Menurut teman saya letak persoalannya kepada system politik yang dianut oleh Indonesia. Konstelasi politik dalam negeri itu tidak mudah bersikap menjawab peluang itu. Maklum saja karena partai yang berkuasa terdiri dari banyak warna dengan agenda yang berbeda beda. Ada yang sosialis, ada yang kapitalis, adapula yang agamais. Ini tidak mudah dipersatukan. Lihat saja buktinya bagaimana pertarungan elite politik soal kebijaksanaan subsidi BBM, kebijakan soal privatisasi, kebijakan soal pembebasan tanah untuk project infrastruktur,  kebijakan soal pembangunan wilayah yang tergantung siapa penguasa wilayah tingkat dua, kebijakan soal pangan, industri. Dan lain lain.  Inilah yang harus dilihat kedepan. Dengan amandemen UUD 45 saat ini, keliatannya siapapun pemimpin akan menghadapi kendala yang serius. Karena geopolitik kita kacau dan tentu geostrategis tidak jelas lagi. 

Siapakah pemimpin yang mampu mengelola potensi dalam negeri dengan mempersatukan warna partai untuk keadilan social serta smart memanfaatkan peluang international akibat terjadinya  pergeseran geo-economy dunia untuk kejayaan Indonesia. ? SIapa? moga tahun 2014 nanti kita bisa memilih pemimpin yang tepat dan  benar. Bagaimanapun kita butuh pemimpin yang visioner beriman dan berakhlak mulia untuk mempersatukan semua golongan demi kemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan kerendahan hati untuk memimpin , maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat adalah masa depan Indonesia. Mungkinkah...? 

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...