Thursday, August 2, 2012

Politik, Isu SARA ?


Spencer Abraham adalah pria keturunan American-Arab, bergama Islam , terpilih sebagai Gubernur Negara Bagian Michigan (AS). Juga ada Mitchell Daniels, Jr yang muslim terpilih sebagai Gubernur Negara Bagian Indiana (AS), Demikian sekilas apa yang terjadi dalam system demokrasi .Padahal di kedua Negara Bagian itu mayoritas penduduknya adalah Kristen namun yang terpilih adalah pemimpin yang bergama islam. Ahok ketika menjabat Bupati Belitung Timur, 93 persen penduduknya adalah muslim tapi mereka memilih Ahok yang bergama Kristen, Dihadapan pemilih , mereka adalah orang qualified. Rakyat percaya dan merasa aman dipimpin oleh seseorang bukan karena symbol agama yang melekat pada kopiah dan baju gamisnya tapi pada akhlaknya. Mungkin itulah salah satu keunikan dari System demokrasi bahwa setiap orang siapapun dia berhak dipilih dan memilih. Seharusnya ini disadari oleh para elite politik yang sudah berbulat hati menetapkan demokrasi sebagai system untuk memilih orang terbaik diantara yang baik untuk menjadi pemimpin.

Namun bagaimanapun politik selalu tidak pernah konsisten. Apapun digunakan untuk menjadi pemenang. Walau semua elite politik termasuk Partai Demokrat yang mengusung kampanye utama demokratisasi di republic ini tetap saja tidak bisa menerima bila ada orang diluarnya bisa tampil dipercaya oleh Rakyat. Mengapa bukan kami ? kira kira begitu pikiran para Partai pendukung Foke dalam putaran Pilkada yang dikalahkan oleh Jokowi.  Umat islam harus cerdas meihat issue yang berkembang proses menuju putaran kedua Pilkada DKI ini. Jangan mudah terpancing oleh issue untuk menjadikan nilai nilai agama kita sebagai alat untuk meraih kekuasaan dengan culas. Sejarah republic ini sangat kaya, betapa para elite politik negeri ini berkali kali berdusta dan culas kepada perjuangan Islam menegakkan syariat. Ta sedikit umat islam menjadi korban mati sia sia karena bujukan para politisi namun setelah tujuan mereka tercapai, islam kembali mereka musuhi. Piagam Jakarta dihapus. Para ulama dipenjara. Para pejuang Islam didiskreditkan sebagai pencetus makar dan teroris. Banyak lagi fitnah datang kepada Umat islam ketika mereka tidak lagi diperlukan untuk tangga naik keatas.

Kalaulah benar bahwa ketulusan itu datang dari hati nurani para Elite politik untuk menjadikan issue Islam demi mayoritas penduduk ,  mengapa mereka tidak langsung berbicara secara legislasi bahwa hanya mereka yang beragama islam yang berhak dipilih( seperti Malaysia). Kemudian, buat lagi aturan bahwa hanya orang berakhlak tinggi diakui oleh umat yang berhak menjadi pemimpin. Atau setidaknya seperti Iran yang membentuk team Ahli ( Majelis Ahli ) yang berhak menentukan qualifikasi calon pemimpin sesuai Al Quran dan hadith. Mengapa itu tidak dilakukan? Mengapa justru mengangkat issue murahan agar memancing umat islam tertipu memilih mereka yang jelas tidak pernah menghargai Islam sebagai platform bernegara. Saya teringat ketika berbicara dengan salah satu pejabat di China, dia berkata, yang berbahaya bukanlah agama sebagai platform tapi yang berbahaya adalah bila para elite politik menipu rakyat dengan menggunakan dalil agama agar mereka berkuasa. Ini bahaya. Karena bagi orang awam, agama itu adalah candu. Bisa dibayangkan bila diancam soal candu maka mereka akan marah. Bila dibujuk dengan candu mereka akan mengekor. Dan ini dipahami betul oleh pemain politik negeri ini untuk mendapatkan simpati rakyat.

Umat islam sudah kenyang dengan pengalaman masa lalu betapa para pemimpin yang membawa sarung dan topi haji ternyata setelah berkuasa mereka tidak (atau lupa)  memperjuangkan esensi agama demi tegaknya kalimat Allah, untuk kebaikan, kebenaran, keadilan. Mereka larut dalam politik pragmatis. Bahkan Departement Agama yang dipimpin oleh alumnus Santri dan Universitas terbaik di Mesir, Arab malah menjadi tempat korupsi tertinggi di republic ini. Bila Issue SARA yang kini mengemuka dalam upaya menjegal pasangan Jokowi-Ahok untuk menjadi orang nomor satu di Jakarta dan nyatanya tidak mempengaruhi animo rakyat untuk mendukung. Ini harus dijadikan pelajaran berharga bagi Partai Islam atau para elite yang bergama Islam atau pejuang syariat islam. Bahwa bila ingin pemimpin itu adalah orang beriman akan Allah dan Rasul, orang Takwa, Orang Shaleh maka perbaikilah diri kalian terlebih dahulu. Perbanyaklah spiritual social dengan karya nyata bagi rakyat, terutama bagi mereka yang lemah. Buktikan bahwa akhlak kalian sebagai elite memang menentramkan untuk lahirnya kemakmuran di republic ini.  Islam is not about we are  better than you. Islam is about " let me show you something that is better for youBila hal ini menjadi mindset baru kalian, maka tidak perlu issue agama untuk tampil sebagai pemenang dalam system demokrasi. Tidak perlu. Rakyat akan memilih kalian dan mendoakan dalam kesabaran agar kalian bisa menunaikan janjinya. Itu saja.

LIhatlah fakta didepan. Jokowi yang tak pernah bersarung dan berkopiah haji (walau sudah naik haji ) dan tak pandai pidato membawa  ayat al Quran serta hadith berbahasa Arab tapi mampu membuktikan spiritual sosialnya sebagai pemimpin. Juga , Ahok yang bukan pemeluk agama islam namun ketika dia menjadi Bupati Belitung Timur justru dia pendukung utama terbangunnya banyak masjid di Belitung Timur. Dari kedua pasangan ini, bukan kata kata seribu janji yang tak tunai tapi karya nyata yang sudah dirasakan oleh rakyat. Jadi bila issue agama tetap dijadikan cara untuk menjatuhkan pesaing, maka yakinlah , itu akan jadi bahan tertawaan rakyat. Apalagi yang menyampaikan itu adalah elite yang jelas munafik dalam perjuangan menegakkan syariat islam.

No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...