Adanya tagar Kabur Aja Dulu. Seakan mengingatkan apa yang terjadi pada 2003 di Venezuela. Eksodus rakyat ke luar negeri. Pada awalnya yang eksodus adalah tenaga kerja terampil dan anak muda. Mereka cerdas dan paham bahwa di negerinya yang korup, tidak ada masa depan. Setelah itu, benarlah. Keadaan ekonomi terus memburuk. Kehidupan ekonomi rakyat semakin sulit. Insecure life. Sepiring spaghety lebih mahal daripada harga pelacur. Akhirnya rakyat jelata yang tidak punya skill terpaksa eksodus juga.
Mengapa ? Padahal Venezuela punya cadangan minyak terbesar di dunia. Sekian decade Venezuela dianggap sebagai kehebatan ekonomi sejak minyak ditemukan tahun 1920. Saya punya teman di Caracas, Venezuela. Menurutnya presiden Hugo Chavez (1999-2013) dan Nicolas Maduro (2013-sekarang) menerapkan kebijakan ekonomi makro yang salah selama tahun 2000-an dan awal 2010-an ketika ekonomi Venezuela sedang berkembang pesat karena 'siklus super' komoditas global – periode berkepanjangan dengan harga gandum, logam, minyak, dan gas yang tinggi dan meningkat.
Pengeluaran pemerintah sangat pro-siklus ekspansif. Alih-alih menyimpan setidaknya sejumlah uang selama masa booming untuk risk manajemen saat sulit – seperti yang dilakukan Norwegia, Arab Saudi, dan hampir semua eksportir minyak lainnya – pemerintah Venezuela mengalami defisit fiskal dua digit saat ekonomi sedang booming. Pengeluaran pemerintah jauh melampaui pendapatan dari pajak dan pendapatan lainnya. Defisit ditutupi dengan obligasi. Sama seperti Indonesia saat ada windfall.
Venezuela juga semakin bergantung pada bank sentral untuk membiayai defisit nya, sebuah kebijakan moneter yang berbahaya. Dengan kata lain cetak uang. Sama seperti Indonesia dengan semakin besarnya SBN dibeli oieh BI. Itu sama saja dengan memenggal pendapatan real publk lewat naiknya harga harga dan tarif, yang ujungnya melemahnya daya beli masyarakat terutama kelas menengah dan rakyat miskin. Walau pemerintah meredamnya dengan subsidi dan bansos sebesar 10% dari PDB, justru semakin membuat fundamental ekonomi berderak. Kurs semakin melemah.
Pada saat yang sama, industri minyak Venezuala yang sangat penting kekurangan dana investasi dan dikelola dengan buruk karena para direksi dan komisaris adalah bagian dari partai koalisi politik, bukan professional. Produksi minyak di ladang-ladang minyak mentah berkualitas tinggi yang dioperasikan oleh perusahaan minyak nasional, PetrĂ³leos de Venezuela, SA (PDVSA), turun drastis. Semakin membuat rentan cadangan devisa, yang terpaksa memperkuatnya lewat hutang luar negeri. Ya sama seperti di Indonesia yang terlena kepada pendapatan sector SDA yang rendah DHE, terpaksa menambah hutang luar negeri.
Semua sumber daya tenaga kerja sector manufaktur consumer goods dan pertanian kesedot ke sector Migas. Akibatnya pertumbuhan sector Industri dan pertanian drop. Ketergantungan kepada Bansos dan subsidi sangat besar untuk meningkatkan konsumsi domestic. Ketergantungan kepada impor consumer goods sangat tinggi. Akibat gagal melakukan transformasi ekonomi dari SDA ke industry. Tidak ada kemandirian. Kami terjebak dengan budaya petrostate, kata Alina. Apa itu petrostat?
Itu istilah informal yang digunakan untuk menggambarkan suatu negara dengan beberapa atribut yang saling terkait, yaitu pendapatan pemerintah sangat bergantung pada ekspor SDA, kekuatan ekonomi dan politik sangat terkonsentrasi pada minoritas elit, dan institusi politik lemah dan tidak bertanggung jawab, dan korupsi merajalela bekulindan dengan oligarki yang rakus. Civil society lumpuh. Kata Alina. Saya mengangguk dan termenung seperti Indonesia mungkin.
Kalau negara lain bangkrut karena perang seperti di Irak, Lebanon, Liberia, Ukraina, Georgia, Moldova, dan Tajikistan. Namun ekonomi Venezuela runtuh di bawah satu pemerintahan selama masa damai. Standar hidup di Venezuela yang kaya minyak anjlok drastis hingga 74% antara tahun 2013 dan 2023. Ini adalah penurunan standar hidup terbesar kelima dalam sejarah ekonomi modern. Semua sudah terjadi, kata Alina. Penyesalan hanya nampak bagi rakyat yang selama ini setia mendukung elite penguasa. Namun tidak bagi elite Politik.
Sementara kaum akademis dan Pers dibungkam. Pengkritik dikriminalisasi. Pemerintah bebas berbohong dan hipokrit lewat data yang absurd dan bias. Tahun 2023 katanya ekonomi tumbuh 5% dan diharapkan tahun 2025 meningkat 8%. Namun faktanya inflasi masih diatas 100%. Ada 8 juta orang eksodus ke luar negeri. Tahun 2023, hampir 1 juta orang Venezuela sudah jadi warga negara AS dan sisanya di negara Kawasan Amerika latin dan Karibia.
Tidak ada system pemerintahan yang sempurna. Namun semua negara punya spirit mempersatukan. Bahwa setiap warga negara berhak akan pekerjaan dan kehidupan yang layak seperti halnya UUD 45 pasal 27 ayat 2. Ketika amanah konstitusi tidak dilaksanakan. Hope memudar. Justru Nasionalisme elite politik dan penguasa akan dipertanyakan oleh rakyat tertindas. Neocolonialisme terjadi. Yang keras melawan. Yang lemah menerima kalah. Yang cerdas ya eksodus.