Net Zero Asset Managers (NZAM) diluncurkan pada desember 2020. NZAM merupakan koalisi 30 Asset Manager Group (AMG) berkelas dunia yang menguasai AUM ( Asset under Manegement ) USD 9 triliun. Diantara koalisi itu adalah Black Rock, JP Morgan, Vanguard, State Street dan lain lain. Tujuan mereka adalah menginfluence clients mereka agar mematuhi Paris Agreement terkait dengan zero emisi karbon pada tahun 2050. Mereka juga akan create produk investasi untuk mendukung pembiayaan energi bersih.
Tekad para AMG itu sangat mulia. Karena mereka sehari hari mengelola asset para Clients. Orang super kaya di planet bumi ini. Namun bagaimanapun AMG tidak berkuasa atas apapun kepada clients nya. Nah bagaimana kalau sebagian besar clients itu adalah pemegang saham pada perusahaan yang justru bertentangan dengan tujuan NZAM? Apalagi clients yang mengendalikan asset multi triliun USD itu adalah segelintir orang. Yang tentu terlalu besar untuk di-influence oleh AMG.
Yang jadi masalah adalah NZAM itu dianggap oleh otoritas negara dimanapun sebagai sikap ganda AMG. Ya maklum. Sebagian besar clients AMG itu adalah pengendali dari TNC yang bergerak pada bisnis Energy fuel Nafta dan thermal coal. Adanya NZAM dan ESG tentu akan mempengaruhi value saham mereka pada TNC tersebut. Apa iya serius dukung NZAM? Jangan jangan itu cara lain berkoalisi untuk menaikan harga nafta fuel.
Coba perhatikan ini. Sejak tahun 2016 sampai tahun 2020 harga fuel nafta dan coal thermal terpuruk. Nah, terbukti sejak NZAM dibentuk harga komoditas Fuel Nafta dan Coal berangsur angsur naik. Bukan tidak mungkin konflik regional dan geopolitik bagian dari design besar menaikan harga. Dan dibalik itu adalah para bandar yang mengontrol AMG itu sendiri. Demikian sikap paranoid para pegiat lingkungan.
Apalagi issue lingkungan ini menjadi issue global dan masuk ke ranah politik. Di Eropa, issue lingkungan telah menjadi bargain geopolitik dan bagian dari politik populis. Melancarkan Investasi besar besar pipa gas Rusia-Eropa, Timur Tengah-Eropa. Membuat harga fuel nafta semakin terpuruk. Perang Rusia-Ukraina terjadi pada februari 2022 menghentikan program investasi pada pipa gas trans Eropa. Harga fuel Nafta, LNG dan coal thermal naik melambung. Apalagi Konflik di Timur Tengah dibuat berkepanjangan karena bekulindan dengan issue lingkungan.
Nah, situasi ini dimanfaatkan oleh pemain hedge fund untuk membuat harga fuel jadi volatilitas dan profit taking dari sana. Apa dampaknya? Ketidak pastian global atas Paris agreement terjadi. Pembiayaan transisi energi jadi terhambat. Orang super kaya tidak ada ruang lagi untuk menyisihkan 1% kekayaannya untuk Dana transisi energi JETP ( Just Energy Transition Partnership ). Sementara itu sulit membuat sunset bisnis fuel nafta dan coal thermal.
Sebenarnya proses transisi energi sampai tahun 2050, itu bisa diterima secara akal sehat oleh para pemegang saham TNC. Mereka sudah menyusun program untuk mengurangi portfolio mereka pada energi nafta dan coal thermal. Dan itu dibuktikan dengan semakin berkurangnya arus modal dan investasi pada oil and gas serta meningkatnya investasi pada energi terbarukan.
Namun proses itu dibarengi dengan kampanye terus menerus oleh aktifis lingkungan. Yang sehingga mempercepat kejatuhan industry migas dan Coal thermal. Ini yang tidak bisa diterima oleh mereka. Itulah sebabnya pada 10 januari 2025, Black Rock mengirim surat kepada clients nya bahwa mereka keluar dari NZAM. Surat itu ditanda tangani oleh Wakil Ketua BlackRock Philipp Hildebrand dan Kepala Global Solusi Transisi dan Berkelanjutan Helen Lees-Jones. Sebelumnya JP Morgan dan lainnya juga keluar dari NZAM.
Walau kebijakan mereka keluar dari NZAM mengakibatkan NZAM suspend kegiatannya, namun tidak menghapus komitmen AMG terhadap Paris agreement 2050. Standar kepatuhan terhadap ESG untuk produk investasi dan pengelolaan asset tetap menjadi concern mereka.
No comments:
Post a Comment