Tuesday, July 16, 2024

Nepotisme itu merusak .

 



Saya pernah bertemu dengan CEO BUMN China. Saya menawarkan untuk makan malam di hotel bintang lima namun dia minta saya untuk makan malam di restoran hotel bintang 3. Acara makan malam itu berlangsung santai. Pejabat itu menggunakan pakaian sederhana dan hanya ada satu orang pendampingnya yang bertindak sebagai penerjemah. 


Ketika acara makan malam itu berlangsung dia selalu tersenyum kepada pelayan. Saya anggap ini biasa saja. Maklum pelayan itu memang cantik dan pejabat ini suka kepada yang cantik. Usai makan malam dia mengajak saya photo bersama dan memanggil pelayan restoran itu untuk gabung. “ Kenalkan ini cucu saya. Dia putri tunggal dari putra sulung saya. “ Katanya.  Saya hampir tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang CEO BUMN dengan asset diatas Rp. 100 triliun tapi cucunya bekerja sebagai pelayan restoran.“ Dia baru tamat dari Akademi Pariwisata. Dia sedang berproses di usia emasnya” Katanya lagi. 

Seakan melihat keterkejutan saya dia mengatakan " saya hanyalah pegawai negara. Kehormatan saya terletak pada kerja keras dan amanah. Dan itu bisa diterima oleh keluarga saya. Itulah kebahagiaan yang luar biasa dimana kita diterima karena cinta bukan karena harta dan jabatan.


Saya mengangguk


“B, serunya. “ ketika kamu memberikan kemudahan kepada anak,. maka sebenarnya kamu tidak sayang ke anak. Kamu predator terhadap keluarga. Karena uang dan kemudahan itu adalah toxin yang membuat mereka lemah jadi generasi lemah. Terlalu cepat naik dan mudah, itu akan membuat mereka lupa diri dan tidak tahu diri. Padahal tanggung jawab kita bukan mewariskan harta dan jabatan tetapi mewariskan etos kerja dan sikap rasa hormat atas dasar rendah hati, ya sikap egaliter..” Katanya. 


***

“Kalau memang anak sendiri kapabel, apa salahnya dia jadi pemimpin di Perusahaan yang kita dirikan dengan susah payah” Kata teman. Saya tidak mengatakan itu salah. Saya setuju saja dalam konteks kompetensi. Tetapi membangun perusahaan juga adalah membangun budaya dalam lingkungan terkecil dan secara tidak langsung menjadi bagian dari pembangunan peradaban masyarakat. Kalau sampai anak diberikan fasilitas lebih agar dia bisa menduduki posisi penting di perusahaan, maka itu secara langsung merusak budaya kompetisi. Padahal organisasi hebat, karena proses kompetisi terjadi secara natural dan sehat. Artinya, team hebat di perusahaan terpilih dari proses kompetisi, bukan dari nepotisme.


Mengapa ? Dalam dunia politik, kompetisi itu mengutamakan favoritisme. Masalah kompetensi terkait dengan skill, kualifikasi, dan kinerja menjadi nomor dua. Apa yang terjadi? secara langsung budaya meritokrasi berubah menjadi feodalisme. Dampaknya,  value demokrasi berupa masyarakat egaliter akan terdistorsi.  Dalam perkembangan berikutnya, sikap ini akan menghambat lahirnya perspektif baru dan ide-ide baru. Sangat destruktif terhadap kehidupan bangsa.


Dalam lingkungan nepotisme, putra dari petani gurem mungkin takut untuk bermimpi. “ Apalah saya, bukan anak menteri atau anak presiden atau anak petinggi partai. “ Motivasi bersaing jadi loyo. Apalagi nepotisme itu sudah menjadi praktik yang sudah mapan di tengah kehidupan politik.  Maka jangan harap akan lahir masyarakat yang punya spirit berinovasi dan kreativitas.  Kumpulan bakat yang kompeten dan berprestasi sebagai aset bangsa terabaikan, yang menyebabkan penurunan produktivitas dan moral bangsa secara keseluruhan. 


Membangun bangsa atau termasuk membangun perusahaan, bukan hanya untuk satu generasi. Tetapi untuk masa depan yang lebih baik. Bukan sekedar membangun sistem atas dasar standar procedural, tetapi juga membangun budaya etika dan moral, dimana keadilan dan transparansi harus diutamakan. 

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...