Monday, September 25, 2023

PMN seperti ponzy.

 





Kalau membaca data Belanja APBN untuk penyertaan modal Negara pada BUMN, sangant miris.  Mengapa ? PMN diberikan bukan dalam rangka meningkatkan value BUMN tetapi menambal bolong akibat salah urus, seperti Rp,  18,6 triliun untuk PT Hutama Karya karena Waskita gagal bangun jalan Toll Trans Sumatera.  Sebesar Rp3,56 triliun untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) untuk pembayaran polis Jiwasraya yang gagal  bayar. Refinancing utang Waskita Karya Rp. 6 triliun karena terlibat dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. 


Di era SBY belanja APBN memang sangat rendah. Selama periode 2005-2014 mencapai Rp46,98 triliun. Bandingkan dengan era Jokowi 2015-2024, mencapai Rp355,72 triliun. Nilai tersebut bahkan lebih dari 7 kali lipat PMN era SBY.  Saya tidak mengatakan  SBY lebih baik atau lebih buruk dari Jokowi. Karena ini berkaitan agenda dan paradgima pembangunan yang setiap presiden bisa saja berbeda programnya. Asalkan DPR setuju ya boleh saja. Jadi perubahan itu tergantung kepada DPR. 


Era Jokowi memang agendanya adalah percepatan pembangunan infrastruktur ekonomi. Karena sekian puluh tahun kita tertinggal soal index infrastrutkur dibandingkan negara lain. Sementara di era SBY paradigma pembangunan kepada kekuatan ekonomi domestik UMKM. Skema nya  collateral provider lewat BUMN, PT Jamkrindo atau Jaminan Kredit Indonesia. Tercatat Jamkrindo rutin mendapatkan dana segar dari pemerintah. Makanya belanja PMN untuk BUMN rendah.


Makanya jangan kaget sejak era Jokowi tidak ada belanja PMN untuk program BUMN atau BUMD mengantisipasi adanya revolusi 4G. Tidak ada pembangunan data center berbasis Ecommerce oleh BUMN. Tapi justru pemerintah memberikan konsesi kepada swasta konglomerat membangunnnya. Ya mereka menikmati pesta dengan menarik fee gateway dan applikasi besar, yang berdampak pedagang UMKM tidak bisa bersaing dengan produk asing. Padahal bangun data center itu hanya 10% dari total Belanja PMN sekarang. Engga gede amat. 


Tetapi karena political will memang tidak ada, ya udah. Keadaan UMKM yang terpuruk karena apikasi ecommerce, itu terima aja.   Engga usah saling salah menyalahkan. Itu sudah agenda dari awal yang disepakati. Toh yang kita sukses bangun jalan toll, bandara, kereta cepat, untuk menyamankan orang  berduit. Itu biasa saja. Kan kita udah jadi anggota G20 dan sebentar lagi jadi anggota OECD.


Saya hanya membayangkan Jokowi sebagai boss holding Company. Setiap tahun pusing kepala karena dirongrong oleh anak perusahaan minta tambahan modal. Padahal setiap direksi BUMN diangkat pasti  melewati fit and proper test. Mereka bicara tentang kehebatannya mengelola dan menciptakan laba. Resume akademis CV mereka pasti hebat. Nyatanya setiap tahun mereka bukannya bawa untung tapi cerita lagi soal tahun depan bagus asalkan tahun ini dapat tambahan modal. Bahkan bukan rahasia umum, ada direksi BUMN bayar deviden dari hidden utang, yang akan dibayar dari PMN. Udah seperti ponzy. Sehat asalkan dapat tambahan modal.

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...