Sunday, November 6, 2022

Utamakan persatuan

 



Kalau anda belum mengenal Megawati, maka anda bisa saja tidak suka dengan Megawati. Saya bukan orang dekat dengan dia. Tapi saya hanya barpatokan dengan satu hal. Tidak ada satupun adik adiknya yang jadi konglomerat. Tidak ada satupun anak dan mantunya yang jadi konglomerat. Tidak ada satupun anaknya yang jadi Bupati atau Gubernur. Sampai kini dia masih hidup dari usaha SPBU. Padahal peluang jadi konglomerat tidak sulit karena dia pernah jadi Presiden dan kini hampir 10 tahun sebagai partai pengusung presiden.


Saya sedih aja ada tagar ingin gantikan Megawati di luar munas. Walau itu hanya omong kosong, tetapi tetap saja menyinggung kader PDIP dimana saja. Untuk anda ketahui, 10 tahun dia jadi Oposisi era SBY, tidak menjadikan PDIP partai gurem. Mengapa? karena PDIP itu punya konstituen yang kesetiaan idiologisnya tidak pernah berkurang atau bahkan bertambah. Yaitu ada 12 % suara PDIP. Mereka adalah yang ada di kantong kantong kemiskinan dan mereka yang pernah dizolimi di era Soeharto, yang sampai kini keturunan mereka masih miskin.


Jadi andaikan, PDIP itu tidak kampanye sekalipun, mereka tetap kuasai dua digit suara. Anda bisa saja mengatakan bahwa Jokowi effect meningkatkan suara PDIP. Itu boleh saja. Tetapi faktanya sejak Jokowi jadi Presiden suara PDIP tidak meningkat significant. Tahun 2014 suara PDIP 18,95%. Tahun 2019, perolehan suara 19,33% Bandingkan dengan Partai Demokrat yang partai baru berdiri tahun 2004, tahun 2009 pada periode ke dua SBY, bisa dapat suara 20,85%. Artinya nilai sendiri. Apakah PDIP mumpuni terhadap demokrasi bahwa winner will take all.


Yang saya kagum dengan Megawati adalah last to minute, dia pilih Ma’ruf Amin sebagai Wakil Jokowi. Tahu artinya ? dia sangat paham politik negeri ini. Bahwa keberagaman penting. Satu satunya sahabatnya yang terus setia dengannya adalah Prabowo. Mengapa? Karena Prabowo sangat menghormati keberagaman. Politik Prabowo adalah politik persatuan. Apapun pengorbanan dia akan lakukan. Pengorbanan terbesar adalah mengalah dan dikalahkan.


Cobalah andaikan last to minute, pada Pemilu 2019, PS memilih PKS atau ulama sebagai wakilnya. Bisa berderak politik NKRI. Anda tahu semua secara histori antara Soekarno dan Islam itu punya sejarah kelam. Tidak mudah bagi Megawati untuk berdamai dengan luka sejarah itu. Sama halnya luka sejarah TNI dengan Soekarno. Tapi Megawati berusaha diam dengan setiap wacana. Walau setiap kata katanya dijadikan bahan ketawaan.


Saran saya pribadi kepada Pengusung Anies dan Ganjar. Ubah kelakuan kalian. Jangan terprovokasi dengan politik saling sinis satu sama lain. Kalau ada yang provokasi soal politik identitas, jangan terprovokasi wacana di media massa dan sosial media. Focus aja tebarkan kebaikan masing masing jagoannya. Kalau engga, yakinlah baik Anies maupun Ganjar tidak akan dapat apa apa. Hanya halu saja. Caranya ? Utamakan politik persatuan. Ya tirulah sikap Ganjar yang tetap setia kepada PDIP. Baginya PDIP adalah rumah dan megawati adalah orang tuanya.


Begitupula jangan terprovokasi seolah olah Jokowi itu king makers. Itu hanya provokasi media massa. Sebenarnya tidak. King Maker tetap Megawati. KIB itu dirancang oleh elite PDIP. Bukan oleh Jokowi. Jangan halu. Jokowi hanya menjalankan tugasnya sebagai presiden mengawal pemilu damai dan sukses. Jokowi akan berakhir sampai tahun 2024, dan setelah itu dia akan kembali ke komunitasnya sebagai kader PDIP. Jokowi tidak akan pernah berkianat kepada PDIP.


No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...