Tuesday, November 29, 2022

Ilegal mining

 




Apa itu ilegal mining? bukan hanya berarti tanpa izin. Tapi termasuk juga yang punya izin tetapi melanggar aturan prinsip penambangan yang ideal. Ideal itu adalah peduli kepada lingkungan, patuh bayar pajak, dan mendukung prinsip ESG. Mengapa itu bisa terjadi? karena pemerintah yang korup. Yang memberikan izin dan yang mengawasi sama sama maling dan perusak.


Jumlah urang haram yang beredari dari ilegal mining ini jauh lebih besar dari uang korupsi tradisional. Karena ini sudah termasuk kejahatan kerah putih. Para pihak yang terlibat mampu membeli penguasa dari level Lurah sampai menteri. Membeli ormas dari kelas gurem sampai kelas nasional. Mereka juga terlibat dalam mempengaruhi politik untuk lahirnya perubahan UU yang longgar dan lemah. Bahkan mereka juga terlibat dalam team sukses capres.


Hilangnya potensi SDA karena adanya ilegal mining itu. SDA kita melimpah tapi gagal menciptakan kemakmuran bagi semua. Hanya melahirkan kemakmuran bagi segelintir orang saja. Memperlebar rasio GINI. Meninggikan index CPI. Sejak era Soeharto sampai kini tidak terjadi transformasi soal pengolahan SDA itu. Selalu rente. Ingat, presiden keluarkan aturan larangan ekspor Batubara demi kepentingan dalam negeri (PLN) tapi hanya seminggu batal. Presiden pun tak berdaya.


Kini terjadi perang bintang ( menurut Mahfud MD) dikalangan POLRI. Seorang eks polisi yang berkaitan dengan bisnis mafia tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), Ismail Bolong, sempat mengaku menyerahkan uang hasil kegiatan tambang ilegal di Kaltim senilai Rp6 miliar kepada Kabareskrim. Apalagi x Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan juga ikut “ nyanyi” terkait Konsorsium Tambang Ilegal yang menyeret para petinggi Polri. Walau akhirnya Ismail mengclarifikasi berita viral itu, namun Kapolri minta agar dia diburu dan ditangkap untuk dibongkar seperti kasus FS.


Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Negara mengalami kerugian dalam bentuk PNBP yang hilang untuk pertambangan emas dengan jumlah mencapai Rp 38 triliun per tahunnya. Itu baru emas, belum lagi batubara, nikel dan lain lain. Kalau mau jujur jumlah kerugian negara bisa lebih 10 kali dari yang diduga anggota DPR itu. Tahukah anda bahwa gebyar tambang  termasuk minyak dan gas yang kita banggakan itu total PNBP hanya Rp. 69,4 pertahun ( 2020). Kalah dengan total kerugian BUMN.

Di China Pusat riset dan pengembangan IT di Tsingtao hanya seluas 500 hektar tapi memberikan pemasukan kepada negara USD 23 miliar atau Rp. 350 triliun/tahun. Tidak ada kerusakan lingkungan, bahkan jadi objek wisata silicon valley ala China. Membangun dengan riset dan tekhnologi memang keren. Beda membangun dengan congor dan rampok SDA.


Polarisasi politik

 





Dalam video yang beredar, Benny meminta Jokowi bertindak tegas, menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang kontra pada pemerintah. Jika langkah itu tak ditempuh, Benny mengancam relawan Jokowi bakal turun ke lapangan untuk menandingi pihak-pihak yang kontra pada pemerintah. Sikap Benny, Ketua Umum salah satu relawan Jokowi, yakni Barikade 98 adalah cermin betapa demokrasi bukan hanya membelah golongan tetapi juga membelah perasaan. Survey SPIN, 65% responden mengatakan bahwa kita sebagai bangsa sudah terberai sejak tahun 2014.


Survei Litbang Kompas tentang situasi politik nasional menyatakan sebanyak 36,3 persen publik menilai buzzer, influencer, atau provokator menjadi hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan di masyarakat makin meruncing. Dalam buku the psychology of political polarization. Adanya uang haram yang masuk ke ruang publik untuk membiayai influencer lewat media sosial dan media massa. Itu bisa jadi karena untuk menjaga kepentingan oligarki politik dan bisnis dalam sistem demokrasi, memang polarisasi cara mudah mendapatkan kantong suara.


Lantas mengapa begitu mudah terprovokasi? Bukan hanya di Indonesia, di negara lain juga sama. Setiap negara menyimpan potensi konplik antar golongan.  Umumnya terbagi dua, golongan konservatif dan Liberal. Konservatif, cenderung melihat dunia ladang maksiat. Ukuran  kesuksesan pribadi diwujudkan melalui kepatuhan kepada standar agama. Sebaliknya, kaum liberal cenderung memandang dunia sebagai struggle. Ukuran sukses, adalah kemampuan beradaptasi dan berkompetisi.


Gagasan tentang hidup yang berbeda ini membentuk mindset sosial dan politik. Konservatif, membingkai topik politik dalam bahasa agama dan budaya, sementara kaum liberal membingkai topik semacam itu dalam bahasa nilai, seperti kasih sayang dan kesetaraan. Perbedaan minset inilah yang dapat membuat orang salah memahami motif orang lain, membuat keretakan politik tampak lebih dalam dari yang sebenarnya. Distorsi ini membuat dialog yang bijaksana menjadi sulit pada saat yang paling diperlukan. 


Tidak ada pemerintahan yang sempurna.  Tidak ada idiologi yang ideal.  Kalau berangkat dari kesempurnaan, maka itu semua jadi omong kosong. Kita hidup atas ketidak sempurnaan itu dan menjadi agent untuk melakukan perubahan. Perubahan itu hanya bisa dilakukan apabila kita bersatu. Nah pemahaman  seperti ini lahir dari kepemimpinan nasional yang kuat dan tidak memihak. Ia mempersatukan dan menyejukan bagi semua pihak.


Tuesday, November 15, 2022

Hukum dan Politik

 



Mengapa pengusaha takut membiayai politik? tanya saya kepada teman kemarin. Ini berkaitan dengan sinyalemen gagalnya koalisi perubahan ( PKS, PD, Nasdem). Kamu tahu kan kasus Apeng. Itu kasus penyerobotan lahan kelapa sawit seluas 37.095. Kejadiannya berawal tahun 2003. Kan aneh selama 19 tahun itu lahan diolah. Aman aman saja. Padahal Gubernur, bupati dan Menteri silih berganti selama kurun waktu itu, tetapi hanya satu Gubernur Riau ( Annas Maamun) yang kena. Yang lain engga.


Menurut audit BPK, rincian kerugian negara antara lain nilai produksi buah sawit senilai Rp9 triliun, kerugian kawasan hutan secara melawan hukum dan tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp421 miliar, dan kerugian kerusakan lingkungan karena hutan berubah menjadi kawasan kelapa sawit Rp69,1 triliun.  Hasil audit  itu yang Rp. 69,1 triliun hanya opini bukan actual loss.


Mengapa baru sekarang dipermasalahkan? Nah dalam surat dakwaan disebutkan Surya Darmadi merugikan Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan US$7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun).  Padahal potensi kerugian negara sudah dihilangkan oleh MK. Dalam putusannya, Mahkamah menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor terkait penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materil).  Artinya unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam tipikor. 


Tapi dengan kasus Apeng, kalau hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan tututan Jaksa dan mengizinkan menyita 32 Aset Apeng. Itu akan mudah dikalahkan di MA. Karena jelas tidak sesuai dengan keputusan MK. 


“ Saya melihat kasus ini lebih kepada politik.  Sinyal kepada pengusaha, jangan main main dengan pemerintah. Kalau pemerintah mau bikin susah kita, mudah sekali. Mana ada sih pengusaha yang punya konsesi SDA yang jujur dan patuh hukum. Semua main. Semua anjing. Hanya bedanya ada yang jadi anjing jinak piaran, ada yang jadi penjaga domba, ada yang jadi pemburu mangsa. Tetapi tetap aja anjing. Doyan makan tinja.” kata teman.


Jadi solusinya ? 


“ Kalau benar itu politik, DPR harus segera selesaikan RUU Pemulihan aset ( asset recovery ). Sepert yang dilakukan di  china dan berbagai negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi. Caranya dengan melakukan gugatan perdata dengan pembuktian terbalik. 


“ Bekukan dulu aset mereka. Setelah itu suruh mereka buktikan bahwa aset nya clean. Apabila dalam kurun waktu tertentu, tidak bisa dibuktikan ya negara kuasai aset tersebut. Simple! “ Kata saya. 


“ Ah kamu, kata teman, “ kalau itu dilakukan, semua mereka yang masuk daftar 50 terkaya di Indonesia bakalan jatuh miskin dan tinggal sempak doang. Penuh penjara oleh para direktur mereka. 


Tapi sekedar cara mengeluarkan taring harimau pemerintah  kepada Pengusaha, kasus Apeng ini memang efektif. Yang korban, partai oposisi sulit dapatkan sponsor. Mana mereka bokek lagi . Karena selama 10 tahun jadi oposisi engga ada cuan masuk. Mari senyum aja.

Monday, November 14, 2022

Spirit persatuan

 



Tahukah anda? bahwa hampir tidak pernah terbayangkan bagaimana mungkin partai yang berdiri tanpa saingan, berkuasa secara otoriter bisa di kalahkan tanpa darah, tanpa aksi pentungan atau lempar batu. Tanpa teriak pakai Toa demo di depan kantor Pemerintah.  Tapi benarlah bahwa Nothing is impossible ? Itulah yang terjadi di Taiwan.  Yang mengalahkan itu adalah Democratic Progressive Party (DPP). Gimana ceritanya bisa menang  ? 


Baik saya ceritanya. DPP didirikan tahun 1986 tanpa hak ikut pemilu atau kalaupun ikut pemilu harus ikuti aturan yang menguntungkan partai penguasa. Namun bagi pendiri DPP, diberi kesempatan mendirikan partai adalah berkah tak terbilang. Dari pendirian partai itulah aksi apokalipse di lakukan oleh kaum muda terpelajar..


Apa yang mereka lakukan ?  


Menolong rakyat tertindas dari kekuasaan otoriter Partai. Caranya ? melalui pendekatan nilai nilai agama Budha, tanpa mengusung agama Budha. Nilai itu adalah Cinta! Ya namanya program cinta tentu tidak menyalahkan orang lain apalagi menghujat pemerintah. Mereka mengajarkan rakyat untuk memaafkan penguasa. Mereka mendidik rakyat kecil untuk sekecil mungkin berharap dan tergantung dengan pemerintah.   Melalui gerakan koperasi  yang tumbuh pesat dan rakyat kecil yang sebagian besar petani dan nelayan mendapatkan kemakmuran dari gerakan ini.  


Mereka tidak ingin ribut menuntut hak sama dengan perusahaan raksasa yang dekat dengan partai. Apalagi cemburu dengan orang kaya.  Mereka terus bergerak dengan program cinta membina Rakyat untuk menjadikan gerakan Koperasi berkelas dunia. Mungkin Taiwan adalah gerakan  Koperasi yang paling berhasil dan paling kuat di dunia . Tahun 1990an Taiwan telah menjelma menjadi Negara Industry yang besar bukan karena konglomerasi tapi UKM yang tangguh melalui gerakan koperasi. Dan itu berkat kerja keras tanpa lelah dari kaum muda untuk merubah rakyat mandiri dari kekuasaan. 


Nah, tahun 2000 Pemilu di gelar tapi diatas 90% rakyat Taiwan memilih liburan ke luar negeri.  Mereka tidak mau ribut dengan alasan gulput. Mereka biarkan Pemilu berlangsung dan memenangkan Partai Penguasa. Namun kemanangan itu tidak punya legitimasi international karena diikuti tidak lebih 10%. Akhirya penguasa harus menerima kenyataan bahwa rakyat inginkan perubahan. Karena konstitusi baru diterbitkan yang memberikan hak kepada DPP untuk ikut Pemilu. 


Ya, Rakyatpun antusias ikut pemilu. Udah bisa ditebak hasilnya. DPP memenangi Pemilu untuk pertama kali pada 18 Maret 2000, dengan calonnya Chen Shui-bian. Kemenangan ini mencerminkan satu momen berakhirnya dominasi kekuasaan satu partai (KMT) selama 50 tahun. Kepercayaan rakyat kepada DPP bukanlah kepercayaan mereka kepada lambang Partai dengan sejuta jargon tapi karena orang orang DPP memang akrab lahir batin dengan rakyat. Mereka selalu hadir ditengah rakyat sebagai mentor untuk kemandirian disegala bidang. Gaya hidup mereka sederhana dan selalu menyebut diri mereka pelayan Tuhan. Karenanya setelah itu, partai kuomintang juga berubah jadi lebih pro rakyat.


Semoga ini bisa jadi bahan pelajaran bagi siapa saja. Bahwa perubahan politik tidak bisa lagi di lakukan dengan kekerasan dan pemaksaan kehendak dengan melempar issue murahan dan usang. Apalagi membawa program populis dalam politik. Eranya sudah lewat. Mungkin 5% dari penduduk yang dungu bisa percaya dengan jargon populis  tapi 95% rakyat tahu yang mengusung itu tidak pernah hadir secara nyata menyelesaikan masalah keseharian mereka.  


***

Di tengah euforia politik yang dibawa angin demokrasi, saya kadang terhenyak. Begitu banyak orang bicara politik tapi tidak banyak yang paham sistem presidentil yang kita anut. Begitu banyak orang  memuji Presiden tapi tidak suka DPR, padahal presiden bekerja atas agenda bersama DPR. Tidak syah APBN tanpa persetujuan DPR. Tidak jalan agenda presiden tanpa persetujuan DPR. Sampai disini paham ya sayang.


Nah kalau paham, janganlah halu seakan ganti presiden adalah perubahan. Presiden yang kita pilih itu sayang, hanya adaministratur yang bekerja atas dasar SOP yang terikat kepada UUD 45 dan UU, serta aturan lainnya. Presiden terpilih tidak akan bisa mengubah UU tanpa persetujuan dari DPR. Anggota DPR patuh terhadap SOP  dan agenda partai. Jadi interlock posisi trias politika kita bekerja dengan sistematis.


Nah kalau sudah paham, maka cerdaslah. Andaikan ada capres yang berjanji akan melakukan perubahan. Yakinlah bahwa dia sedang berbohong. Bayangkan sayang. Ada lebih 500 kepala di DPR. Apa jadinya kalau presiden harus mengubah banyak hal ? tentu dia tidak ada waktu lagi kerja memikirkan APBN dan hutang yang setiap waktu argo bunga jalan terus. Dampaknya tentu ekonomi akan stuck dan pemerintahan jadi autopilot. Justru yang terjadi ya tidak akan ada perubahan apapun.


Ah kita harus pilih presiden yang pancasilais? Duh sayang, Pancasilais seperti apa?  Negeri kita sayang, tidak punya menifesto politik. Pancasila hanya falsafah, bukan idiologi. Pancasila hanya konsep imaginer tentang kehidupan bernegara dan berbangsa. Bagaimana sudut pandang orang terhadap Pancasila? Tidak diatur. Semua orang bebas dengan persepsinya sendiri sendiri. Itulah dasar mengapa akhirnya pemerintah dan DPR menolak pembahasan RUU Haluan Idiologi Pancasila. Karena memang negara kita bukan negara idiologi, juga bukan negara agama.


Lantas bagaimana kita bisa berubah lebih baik? Hak melakukan perubahan itu sudah ada. Yaitu PEMILU. Nah janganlah hanya focus kepada PILPRES tetapi juga focus kepada Pileg ( Pemilu legislatif ). Galang persatuan diantara rakyat. Janganlah mudah terprovokasi sehingga lewat uang dan narasi para influencer, relawan lewat media massa, sosial media, kitapun terpolarisasi. Itu begonya keterlaluan. Karena sesama kita rakyat adalah korban dari elite yang hipokrit dan itu karena kebodohan kita memilih wakil yang bego. Pilihlah Calon Aggota DPR yang “hanya pro” kepada kita sebagai rakyat. Itulah perubahan sebenarnya.


Cerdaslah sayang. Perubahan yang lebih baik itu hanya akan terjadi kalau mindset kita sebagai rakyat juga berubah. Negara besar bukan karena sistem dan pemimpinnya hebat. tetapi karena rakyatnya memang hebat. Ya rakyat yang pekerja keras, berinovasi, berkreasi, gemar membaca,dan  suka dipersatukan dalam narasi cinta dan kasih sayang.. Paham ya sayang.


Sunday, November 6, 2022

Utamakan persatuan

 



Kalau anda belum mengenal Megawati, maka anda bisa saja tidak suka dengan Megawati. Saya bukan orang dekat dengan dia. Tapi saya hanya barpatokan dengan satu hal. Tidak ada satupun adik adiknya yang jadi konglomerat. Tidak ada satupun anak dan mantunya yang jadi konglomerat. Tidak ada satupun anaknya yang jadi Bupati atau Gubernur. Sampai kini dia masih hidup dari usaha SPBU. Padahal peluang jadi konglomerat tidak sulit karena dia pernah jadi Presiden dan kini hampir 10 tahun sebagai partai pengusung presiden.


Saya sedih aja ada tagar ingin gantikan Megawati di luar munas. Walau itu hanya omong kosong, tetapi tetap saja menyinggung kader PDIP dimana saja. Untuk anda ketahui, 10 tahun dia jadi Oposisi era SBY, tidak menjadikan PDIP partai gurem. Mengapa? karena PDIP itu punya konstituen yang kesetiaan idiologisnya tidak pernah berkurang atau bahkan bertambah. Yaitu ada 12 % suara PDIP. Mereka adalah yang ada di kantong kantong kemiskinan dan mereka yang pernah dizolimi di era Soeharto, yang sampai kini keturunan mereka masih miskin.


Jadi andaikan, PDIP itu tidak kampanye sekalipun, mereka tetap kuasai dua digit suara. Anda bisa saja mengatakan bahwa Jokowi effect meningkatkan suara PDIP. Itu boleh saja. Tetapi faktanya sejak Jokowi jadi Presiden suara PDIP tidak meningkat significant. Tahun 2014 suara PDIP 18,95%. Tahun 2019, perolehan suara 19,33% Bandingkan dengan Partai Demokrat yang partai baru berdiri tahun 2004, tahun 2009 pada periode ke dua SBY, bisa dapat suara 20,85%. Artinya nilai sendiri. Apakah PDIP mumpuni terhadap demokrasi bahwa winner will take all.


Yang saya kagum dengan Megawati adalah last to minute, dia pilih Ma’ruf Amin sebagai Wakil Jokowi. Tahu artinya ? dia sangat paham politik negeri ini. Bahwa keberagaman penting. Satu satunya sahabatnya yang terus setia dengannya adalah Prabowo. Mengapa? Karena Prabowo sangat menghormati keberagaman. Politik Prabowo adalah politik persatuan. Apapun pengorbanan dia akan lakukan. Pengorbanan terbesar adalah mengalah dan dikalahkan.


Cobalah andaikan last to minute, pada Pemilu 2019, PS memilih PKS atau ulama sebagai wakilnya. Bisa berderak politik NKRI. Anda tahu semua secara histori antara Soekarno dan Islam itu punya sejarah kelam. Tidak mudah bagi Megawati untuk berdamai dengan luka sejarah itu. Sama halnya luka sejarah TNI dengan Soekarno. Tapi Megawati berusaha diam dengan setiap wacana. Walau setiap kata katanya dijadikan bahan ketawaan.


Saran saya pribadi kepada Pengusung Anies dan Ganjar. Ubah kelakuan kalian. Jangan terprovokasi dengan politik saling sinis satu sama lain. Kalau ada yang provokasi soal politik identitas, jangan terprovokasi wacana di media massa dan sosial media. Focus aja tebarkan kebaikan masing masing jagoannya. Kalau engga, yakinlah baik Anies maupun Ganjar tidak akan dapat apa apa. Hanya halu saja. Caranya ? Utamakan politik persatuan. Ya tirulah sikap Ganjar yang tetap setia kepada PDIP. Baginya PDIP adalah rumah dan megawati adalah orang tuanya.


Begitupula jangan terprovokasi seolah olah Jokowi itu king makers. Itu hanya provokasi media massa. Sebenarnya tidak. King Maker tetap Megawati. KIB itu dirancang oleh elite PDIP. Bukan oleh Jokowi. Jangan halu. Jokowi hanya menjalankan tugasnya sebagai presiden mengawal pemilu damai dan sukses. Jokowi akan berakhir sampai tahun 2024, dan setelah itu dia akan kembali ke komunitasnya sebagai kader PDIP. Jokowi tidak akan pernah berkianat kepada PDIP.


Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...