Thursday, January 6, 2022

Fenomena bank digital?


 

Recana   PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) akan right issue.  Ini bank digital milik CT. Rencananya BukaLapak akan masuk ke dalam bank digital ini. Mendadak sahamnya BukaLapak naik 17.92%. Maklum investor asia tenggara bersiap masuk ke BBHI.


“ Bro, minat engga masuk ke Allo” Kata teman tadi siang waktu ketemu saya di lobi gedung bank asing.“ Boss Antony melalui anak perusahaannya PT Indolife Investama Perkasa akan masuk all out. Rame dah. “Lanjutnya. Saya senyum aja. 


“ Dengar kabar senin kemarin, ,lue lepas semua portfolio saham emiten batubara ke CIC. Sialan lue engga bagi bagi info. Kalau bakalan ada larangan ekspor. ” Katanya lagi. Saya senyum saja. Ogah jawab. Orang yang selalu kepo umunya dia engga pernah main. Hanya follow saja.


Saya investor fundamental dan saya sudah tidak lagi terlibat langsung dalam trading di bursa. Itu dilakukan oleh investment manager saya di Singapore yang mengelola portfolio saya. Mengapa saya tidak tertarik dengan bank digital atau apapun yang berkaitan denga bisnis digital?   Apa alasan saya? 


Pertama, Bank digital ataupun bisnis digital sangat renta dari segi regulasi. Atau boleh dikatakan regulasinya belum mengacover semua resiko bagi konsumen. Sepertinya pemerintah tahu resiko, namun tidak mampu melindungi konsumen, dan pada waktu bersamaan tidak bisa menghentikan minat besar orang mau berbisnis digital. Jadi, seakan biarin jalanin aja. Soal nanti, yang terjadi terjadilah. Kan konyol. Mengapa ?


Kedua, Bank digital bukan sekedar mobile banking tetapi mencakup mencakup front end yang dilihat oleh nasabah, back end yang dilihat oleh bankers melalui server. Singkatnya bank digital itu end-to-end platform. Ini akan diminati oleh orang yang punya hidden money untuk financial freedom…


Bagaimana bisa ? pada bank digital ada middleware. Ini adalah software yang menghubungkan operating systems atau databases dengan berbagai aplikasi yang digunakan nasabah. Jadi kalau anda punya akun di bank digital, anda sudah seperti punya bank pribadi. Apa jadinya kalau anda melakukan fake transaksi menggunakan lawan juga fake. Loh kan perlu data lengkap? engga usaha kawatir, ada data nasabah yang qualified bisa anda pakai. BIsa beli kok data itu. Ada broker yang sediakan data untuk anda bertransaksi. Entar pemilu makin mudah bagi bagi uang kepada pemilih dan patron tanpa terlacak. 


Ketiga. Para pendiri bank digital dan  aplikasi digital sebenarnya mereka menjual persepsi untuk dapatkan value saham di bursa. Itu karena data. Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN, yakni mencapai US$44 miliar. Nilai ekonomi digital RI diprediksi akan mencapai US$124 miliar pada tahun 2025. Atas data itulah angka forcasting value saham dihitung dengan memperhatikan kekuatan strategis tekhnologi yang menjangkau ekosistem bisnis. 


Namun lagi lagi itu hanya persepsi. Pada akhirnya yang berkuasa adalah konsumen. Belajar dari pengalaman di China. Ketika konsumen dirugikan secara massive, maka kebijakan rasional dikeluarkan pemerintah. Langsung tumbang semua saham digital di bursa. Yang korban adalah investor retail. Sementara buyer undertaker saham dan investor, sudah angkat kaki sebelum terjadi ledakan. Karena menguasai informasi. Tahu pasti kapan masuk dan kapan keluar.


“ Pengecut lue. Engga ikut trend. Kapan lagi dapat cuan kalau engga sekarang” Kata teman provokasi ikut ramaikan saham bank digital. Saya senyum  saja. Saya terlalu tua untuk main main. Kapan lagi mau tobat. Kalau uang diturutkan, engga akan cukup cukup. 

No comments:

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...