Wednesday, November 10, 2021

Tidak ada keterbukaan

 




Tadi habis meeting di Bank saya minum kopi dengan teman. “ China menghadapi masalah gagal bayar Evergrande hanya 1 bulan selesai. Mereka bailout Rp. 264 triliun dan langkah cepat restruktur rasionalisasi dilakukan. Keadaan kembali normal. Keresehan mereda. Kamu tahu mengapa mereka bisa lakukan? karena ketika ada masalah, mereka focus kepada masalah bisnis. Politik dan kepentingan tidak ada. Yang terbukti melanggar hukum ya pidana. Itupun prosesnya cepat. Engga bertele tele.” Kata teman.


Cara yang dilakukan China dalam mengatasi krisis hutang Evergrande itu sederhana saja. Pertama, seluruh hutang disekuritisasi dengan memindahkannya ke perusahaan khusus. Dengan demikian neraca perusahaan jadi bersih. Kedua, untuk memastikan hutang pada perusahaan khusus itu bisa dibayar, maka dilakukan MBO ( management buyout ). Atau istilahnya sewa kelola oleh management baru. Pemerintah menijeksi dana sebesar Rp. 264 triliiun untuk modal kerja kepada team MBO. Sehingga langkah rasionalisasi dan restruktur bisnis bisa dilakukan secara efektif.


Mengapa mudah? karena problem bisnis itu selalu karena dua hal, yaitu management dan market. Masalah Evergrande itu karena pasar property di CHina memang sedang down. Ekspansi yang dilakukan perusahaan semua bersumber dari hutang. Atau istilahnya  leverage. Semakin besar leverage semakin hebat perusahaan itu. Tetapi sekali cash flow terganggu maka itu akan menimbulkan dampak seperti teori domino. Sehebat apapun management pasti engga akan bisa atasi. 


Namun apakah bisnisnya salah ? tidak. Rumah atau property itu menyangkut hak esensi setiap orang. Tuhan tidak menambah lahan walau manusia terus bertambah. Artinya property yagn sudah terbangun itu tetap bernilai dan akan terus naik kalau bisa diselamatkan cash flow. Dengan restuktur bisnis dan rasionalisasi, harga jual bisa ditekan rendah sehingga pasar jadi meluas. Problem bubble price bisa diatasi.


Di Indonesia kita sedang menghadapi krisis serius. Yaitu hutang Waskita dan berapa BUMN Karya. Mengapa proses recovery jadi lambat dan tidak jelas. ? problemnya tidak bisa transfarance terhadap masalah yang mereka hadapi. Contoh waskita hutangnya Rp. 90 Triliun. Asset Rp. 106 triliun. Masalah hutang sendiri engga jelas. Apa benar sebesar yang diumumkan. Jangan jangan jauh lebih besar. Karena soal permainan neraca atau window dressing kita jagonya. 


Mengapa ? Kalau benar hutang mereka sebesar neraca, tentu tidak sulit dapatkan solusi. Kan aset lebih  besar. Artinya   pemerintah mampu bailout. Apalagi nilai infrastruktur berupa jalan toll yang dibangun itu nilainya tidak mungkin jatuh. AKan terus naik. Mana ada bisnis yang dibutuhkan publik bakal merugi. Tetapi Menteri Keuangan  juga tidak mau. Apalagi banker. Artinya neracanya memang bermasalah. Kalau divesitasi sebagai solusi dalam rangka restruktur utang, maka yakinlah itu akan jadi peluang bancakan. 


Akibatnya, saling lempar tanggung jawab Menteri BUMN lempar ke Menteri Keuangan. Dan begitu sebaliknya. Sementara dihadapan Jokowi mereka bilang engga ada masalah. Lucunya KSP juga tidak ada yang bisa memberikan second opinion yang objectif terhadap masalah. Terbukti, masalahj tak kunjung selesai. Karena Jokowi hanya mendapatkan laporan ABS.  Keadaan yang tidak transfarance itu karena banyak pihak di level elite yang terkait dengan hutang itu. Mereka sengaja membuat serba tidak jelas sambil buying time sampai 2024. Saya yakin masalah itu bukan hanya pada Waskita, banyak lagi, Kalau dibongkar bisa runyam politik.


***

Tugas Jokowi…


Beberapa tahun lalu atau tahun 2015, saya diminta teman direksi BUMN mendampinginya rapat dengan pemilik konsesi Jalan Toll. Yang bicara direksinya orang asing. “ tarif toll pada konsesi kami termasuk mahal yaitu, diatas Rp. 1000 Per Km. Traffic diatas 20.000 perhari. Berdasarkan Cash flow dan forecasting investment ratio, 10 tahun bisa pulang modal. Jadi wajar kalau minta harga Rp. 500 miliar untuk melepas konsesi itu. “ Katanya. 


Saya tahu. Bukan hanya 500 miliar tetapi juga saham. Maklum sesuai aturan konsesi itu tidak bisa dipindahkan tangankan sebelum jadi. Kalau mau ambil alih maka keberadaan mereka harus dipertahankan.  “ Kami minta saham goodwill 20%.” Benarkan.  Saya senyum aja mendengar proposal mereka itu.  Saya diam saja. Tidak mau komentar. Setelah meeting teman saya tanya sikap saya. “ gimana pendapat kamu?


“ Anda kan BUMN. Ngomong aja ke Jokowi. Batalkan Konsesi mereka. Keluarkan konsesi baru atas nama BUMN.”


“ Engga gampang. Mereka kan menang tender.”


“ Loh kan udah menang. Kenapa engga dibangun? Kalau engga ada modal, ya kembalikan ke negara konsesi itu. Kok enak saja. Modal surat doang tapi berhak dapat duit Rp. 500 miliar. Gila itu. Menteri PU harus bersikap bela negara. Sampaikan usulan ke Jokowi. Batalkan konsesi itu.” Kata saya geram.


“ Tapi engga mudah lah. Kan dia menang tender berkat lobi politik dan kekuasaan. “


“ Loh kan menang tendernya buka era Jokowi. Era SBY dan Soeharto. Kenapa takut.? 


“ Ya memang presiden berganti. Tapi sistem engga  berubah.” Kata teman saya tersenyum.


***

Hutang Waskita yang menggunung itu atau hampir Rp 100 triliun karena 80% jalan toll dibangun lewat akusisi atas konsesi toll yang sudah dikuasai swasta. Sementara Waskita dapat tekanan melaksanakan penugasan Presiden untuk membangun jalan tol dengan cepat. Situasi ini memang dilema. Mau bangun tapi semua ruas toll sudah dikavling di era Pak Harto dan SBY. Mau cabut , pasti ribut dengan partai yang backup. Politik pasti terguncang. Jokowi engga mau ribut. Terpaksa Waskita membeli konsesi itu dengan harga mahal. Selembar surat harganya ratusan miliar.  Artinya, belum jalan, sudah rugi itu proyek.


Kenapa Jokowi engga berani ? pemain toll era Pak Harto dan SBY itu memang orang yang sangat dekat dengan kekuasaan. Contoh, Mbak Tutut, Tommy, HT, Bakri, JK, Erwin dan Sandi dll. Mau lawan mereka ? Calon Gubernur DKI yang diusung PDIP aja tumbang di DKI oleh mereka.  Mereka bisa lakukan apa saja kalau bisnis mereka terganggu. Bahkan mereka bisa pakai gerombolan berdaster dan berjaket kuning atawa buruh untuk demo berjilid jilid. 


Nah tugas Jokowi selama dua periode secara tidak langsung, sadar atau tidak, memang membersihkan kasus mereka agar clean. Agar lebih clean, nanti akan ada Tax Amnesti Jilid 2.  Maka the mission accomplish. Terimakasih rakyat. Anda  semua pantas dapat bintang.

No comments:

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...