Saya ingin menyampaikan pandangan realistis tentang kemerdekaan Indonesia dan kehebatan Soekarno dalam diplomasi international. Saya akan membahas dari aspek hukum saja. Tidak melebar kemana mana. Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak punya legitimasi secara hukum international. Menurut sejarah, Soekarno sebetulnya enggan membacakan teks proklamasi kemerdekaan. Karena secara official Jepang pihak yang kalah perang sudah berkomitmen menyerahkan Indonesia kepada pihak sekutu, pemenang perang dunia kedua. Sehingga proklamasi itu dilakukan secara sembunyi sembunyi tampa izin dari Jepang.
Dan lagi secara hukum, Proklamasi tidak mewakili komitmen dari kerajaan yang eksis dan diakui Belanda serta masyarakat international saat itu. Kerajaan yang ada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Jawa, tidak pernah mengeluarkan statement mereka bergabung dalam Republik Indonesia. Proklamasi itu hanya datang dari pejuang bawah tanah saja, yang tampil kepermukaan secara ragu ragu. Makanya ketika sekutu bersama Belanda masuk ke Indonesia, mereka hanya melaksanakan aksi polisional. Menegak hukum di Indonesia.
“ Kalau mau merdeka, ya silahkan. Tapi lakukan dengan benar sesuai konstitusi” Kira kira begitu sikap Belanda ketika melakukan aksi militer pertama. Para pemimpin juga merasa itu hak sekutu, dan lagi mereka belum dapat mandat dari kerajaan yang eksis untuk bergabung. Namun pemimpin kita punya kekuatan sedikit secara hukum. Apa itu? Dilansir dari buku A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (2008) karya MC Ricklefs, Jepang menetapkan status quo di Indonesia. Artinya Jepang ketika menyerahkan Indonesia ke sekutu tidak mengakui hak kerajaan dan juga hak republikan. Nah eksistensi pejuang kemerdekaan diakui.
Atas dasar itu akhir Agustus 1946 pemerintah Inggris selaku wakil resmi sekutu, mengirim Lord Killearn ke Indonesia dalam misi menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Tanggal 7 Oktober 1946 di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibuka perundingan antara Indonesia dan Belanda. Dalam perundingan ini akhirnga menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober. Kemudian dilanjutkan dengan Perundingan Linggarjati yang terjadi pada 11 November 1946.
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947 tersebut menghasilkan beberapa poin dan pasal, yaitu: Belanda mengakui wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. Ini bukan pengakuan yuridis tetapi hanya defacto. Secara yuridis harus dibuktikan bergabungnya kerajaan kedalam republik. Meski sudah ditandatangani, empat bulan setelah itu tepatnya 20 Juli 1947, Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati. Apa pasal? saya rasa itu karena Indonesia tidak bisa delivery bukti bergabungnya kerajaan kedalam republik. Belanda itu patuh hukum. Belanda melakukan aksi militer 1 atas dasar hukum. Perang lagi.
Saat konflik antara TNI dan Sekutu terjadi. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) berusaha menengahi. Negara yang terlibat menengahi tergabung dalam Good Offices Committee (GOC) atau Komisi Tiga Negara (KTN). Indonesia menunjuk Australia. Belanda menunjuk Belgia, dan Amerika Serikat ditunjuk berdasarkan keinginan Indonesia dan Belanda. Amerika Serikat mempertemukan Indonesia di kapal perang Renville. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin sementara Belanda diwakili Gubernur Jenderal Van Mook. Dalam perjanjian Renville, wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera. Belanda tetap sebagai penguasa dalam sistem federal atau Republik Indonesia Serikat.
Perjanjian Renville secara hukum berkekuatan tetap. Karena diadakan oleh Dewan Keamanan PBB. Terselenggara atas inisiatif oleh kedua pihak yang berkonflik, Belanda dan Indonesia. Namun karena itu pemimpin kita kehilangan reputasi dihadapan rakyat. Kekuatan politik akar rumput menolak isi perjanjian itu. Akibatnya roda pemeritahan tidak jalan. Biang kerok yang nolak perjanjian itu adalah datang dari Partai Komunis, nasionalis dan TNI yang punya agenda mendirikan negara Kesatuan. Akibatnya Pada 18 Desember 1948 pukul 06.00, pesawat DC-3 Dakota milik Belanda menerjunkan pasukan dari udara menuju ibu kota Indonesia di Yogyakarta. Ini aksi polisional menegakan hukum. Para pemimpin ditangkap. TNI menolak menyerah dengan Belanda. TNI masuk hutan. Bagi Belanda, secara hukum TNI adalah gerombolan liar.
Kesalahan fatal Belanda adalah menangkap Pemimpin Indonesia. Padahal pemimpin tidak bersalah. Kalau sampai perjanjian Renville tidak bisa dilaksanakan, itu masalah internal politik dalam negeri. Seharusnya Belanda minta kepada pemimpin Indonesia untuk melakukan proses hukum bagi yang membangkang. Keberadaan pemimpin diakui dunia legitimasinya. Akibat ditangkapnya para pemimpin itu menimbulkan kecaman masyarakat intertional. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menyelesaikan ke meja perundingan di bawah pengawasan United Nations Commission for Indonesia (UNCI) pada 17 April 1949. Delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem. Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen).
Benarlah, dalam perjanjian Roem Royen lebih mengikuti kehendak PBB yaitu kembali kepada hukum. Bahwa memerintahkan "pengikut RI yang bersenjata" untuk menghentikan perang gerilya. Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat "penyerahan" kedaulatan yang sungguh lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Soekarno dan Hatta dibebaskan dari penjara.
Konferesi Meja Bundar (KMB) benar benar konferensi secara menyeluruh untuk menyelesaikan masalah legitimasi Indonesia. Dari Indonesia ada dua front. Yaitu front Mohammad Hatta menjadi ketua delegasi Negara Republik Indonesia (NRI) yang berpusat di Yogyakarta. Front Sultan Hamid II mewakili DIKE (Daerah Istimewa Kalimantan Barat) dan anggota BFO lainnya diakui sebagai bagian Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berbentuk federal. Artinya dapat dipahami bahwa legitimasi Indonesia itu sebagai negara diakui dunia ada dua, yaitu front NKRI dan Front Federal. Nah mari kita lihat apa kesepakatan KMB yang diakui dunia NKRI atau RIS?
Pertama, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949. Secara hukum, yang diakui adalah RIS. Bukan NKRI. Gimana pelaksanaannya? Belanda tetap eksis. Itu tertuang dalam kesepakatan berikutnya. Dibentuk Uni Indonesia-Belanda. Dalam uni itu, Indonesia dan Belanda akan bekerja sama. Kedudukan Indonesia dan Belanda sederajat. Pengakuan kedaulatan ini tidak gratis. Indonesia harus mengembalikan semua milik Belanda dan memabayar utang-utang Hindia Belanda sebelum tahun 1949. Masalah Irian Barat akan dibahas satu tahun kemudian. Acara penyerahan kedaulatan berlangsung pada 27 Desember 1949. Penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan berlangsung di dua kota yakni Amsterdam dan Jakarta.
Yang jadi masalah perjanjian KMB itu tetap saja sulit bisa dilaksanakan. Terutama soal-soal yang menyangkut keuangan dan ekonomi, dimana dalam pasal- pasal Perjanjian KMB tersebut memberikan hak-hak istimewa yang menyangkut kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Kemudian soal yang menyangkut hubungan Uni Indonesia Belanda yang diangkat oleh rakyat Indonesia sebagai sisa penjajahan Belanda. Lagi lagi yang terus teriak adalah kalangan PKI dan islam. Soekarno melobi AS untuk membantu Indonesia membatalkan isi perjajian KMB. AS tertarik membantu Indonesia karena punya kepentingan bisnis mengelola SDA Indonesia, terutama Papua. Sementara Belanda belum juga mau menyerahkan Papua ke Indonesia. Padahal dalam Perjanjian kMB, setahun setelah ditandatangani, Papua harus diserahkan.
Jadi caranya bagaimana agar Indonesia bisa lepas dari isi kesepakatan KMB? Ya indonesia harus mengadakan Pemilu. Tahun 1955 Pemilu dan diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia. Front NKRI dan Front Federal bertarung untuk menentukan siapa yang berhak membuat UUD. Namun apa daya. Dalam Pemilu itu tidak ada yang bisa menang mutlak. Sidang membuat UUD bertele tele. Sehingga melalui Undang- undang No.13 tahun 1956 Indonesia secara sepihak membatalkan seluruh perjanjian KMB. Belanda melakukan protes, dan memandang bahwa dengan tindakan pembatalan itu, Indonesia telah melanggar perjanjian Internasional. Dan lagi KMB dibubarkan lewat UUD yang tidak dari hasil PEMILU. Tapi Belanda engga berani menyerang Indonesia secara militer. Karena Indonesia dilindungi oleh AS. Janji Soekarno akan memberikan hak kepada AS untuk mengelola SDA Indonesia tidak kunjung dilaksanakan. Tahun 1958, AS berusaha menjatuhkan Soekarno dengan membantu Sumatera, Sulawesi memisahkan diri lewat PRRI/PERMESTA. Namun TNI terlalu kuat melindungi Soekarno. Pemberontakan itu gagal. Lembaga hasil Pemilu yang dibentuk khusus ( konstituate) merancang UUD dibubarkan oleh Soekarno pada 5 juli 1959.
Setelah PRRI itu Soekarno berlunak hati kepada AS asalkan AS mau membantu Indonesia merebut Papua dari Belanda. AS setuju. Benarlah, pada 1 Mei 1963, Papua direbut Indonesia dari Belanda lewat operasi Mandala dibawah pimpinan Soeharto. Itu semua terjadi karena dukungan AS, baik secara militer maupun secara diplomasi international. Namun lagi lagi Soekarno inkar janji memberikan konsesi kepada AS. Sampai akhirnya tahun 1965 Soekarno dijatuhkan oleh TNI yang didukung oleh CIA. Soeharto naik berkat dukungan AS. Soeharto memenuhi janjinya memberikan konsesi kepada AS untuk mengolah SDA termasuk Papua. Apa artinya? Sejarah membuktikan bahwa Legitimasi kemerdekaan Indonesia dalam bentuk NKRI berkat dukungan AS. Jadi wajar saja bila sekarang Indonesia dikepung oleh 13 pangkalan militer AS yang berada di Pulau Christmas, Pulau Cocos, Darwin, Guam, Filipina, Malaysia, Singapore, Vietnam, Kepulauan Andaman dan Nicobar.
Peralihan kekuasaan menuju Neocolonialism
Setelah peristiwa G30S PKI, lima bulan kemudian atau maret Soekarno dipaksa menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret ( Supersemar). Supersemar itu melegitimasi Soeharto untuk membubarkan PKI. Kemudian membubarkan MPR dan mengganti dengan MPRS baru yang beranggotakan semua pendukungnya. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
22 Juni 1966, Soekarno diberi kesempatan membela diri atas peristiwa G30SPKI di hadapan MPRS. Terkenal dengan pidatonya berjudul “ Nawaksara”. Namun MPRS minta agar Soekarno memperbaiki pidatonya. Pada bulan 10 januari 1967 kembali Soekarno pidato lengkap dihadapan MPRS. Tetapi pada 16 Februari 1967, MPRS menolak keseluruhan pertanggungan Jawab Soekarno. Empat hari kemudian atau 20 Februari 1967, Soekarno menanda tangani menyerahkan kekuasaan kepada MPRS. Dengan begitu secara de facto kekuasaan ada pada Soeharto. Keduta terlaksana sempurna.
Dua bulan setelah resmi Soekarno lengser atau April 1967, Julius Tahija perwira militer kesayangan Soekarno yang juga executive Texaco membelot ke Soeharto. Dia menghubungi CEO Freeport Langbourne, Williams. Dia pastikan Freeport akan dapatkan konsesi di Irian Jaya. Tidak akan terjadi lagi seperti tahun 1965 yang selalu sulit meyakinkan Soekarno. Apalagi Lembaga keuangan AS memberikan bantuan berupa pinjaman lunak USD 60 juta. Uang itu sangat berarti bagi Soeharto yang baru berkuasa. April 1967 Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967, di sahkan. Atas dasar itu Freeport mendapatkan KK.
November 1967. Adam Malik, dan Soemitro Djojohadikusumo memimpin delegasi berkunjung ke Geneva. Mengingat pentingnya misi kunjungan ini membuat udara musim dingin itu terasa panas. Mereka datang atas undangan dari The Time-Life Corporation. Yang hadir dalam pertemuan itu adalah General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Sebagai tuan rumah adalah konglomerat David Rockefeller.
Pada pertemuan itu, Soemitro Djojohadikusumo menyampaikan gagasanya kepada David Rockefeller tentang design pembangunan jangka pendek,jangka menengah dan jangkan panjang. Belakangan dikenal dengan istilah Repelita. Sebetulnya gagasan yang disampaikan oleh Soemitro ini sudah dikenal luas oleh para ekonom ketika itu. Gagasan ini termuat dalam buku The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang ditulis oleh W.W.Rostow.
Belakangan Rostow menjadi mentor para Tekhnorat ekonomi indonesia yang sebagian besar alumni Berkeley University, atau dikenal dengan istilah mafia Berkeley. Sejak itu Indonesia dalam Cengkraman neocolonialism atau penjajahan model baru. Apapun kebijakan rezim Soeharto harus sesuai kehendak AS dan Barat. Termasuk agresi terhadap Timor Timur.
***
Mungkin semua sudah tahu apa itu US-IDFC ( United States International Development Finance Corporation). Ini adalah lembaga keuangan AS yang bertugas khusus pembiayaan di luar negeri. Khususnya negara yang jadi target soft power AS dalam rangka mendukung kepentingan dalam negeri AS. Maklum hampir di seluruh dunia , ada perusahaan AS beroperasi. Nah IDFC bertugas secara kelembagaan memberikan dukungan dana, dengan tujuan geostrategis AS.
IDFC itu didirikan tahun 2018. Kemudian tahun 20 Desember 2019 lembaga raksasa di merger ke dalam IDFC yaitu Overseas Private Investment Corporation (OPIC) dengan Development Credit Authority (DCA) dari United States Agency for International Development (USAID). Jadi kebayangkan raksasanya. Bukan hanya dari asset tetapi juga dari sisi akses politik. IDFC sebagai risk undertaking atas kebijakan dana pensiun di AS, termasuk punya swasta seperti Dapen Google, Apple , Microsoft dan lain lain. Jadi sumber daya keuangannya sangat raksasa.
US IDFC bukan hanya memberikan pinjaman langsung kepada negara lain, tetapi juga bisa memberikan dukungan financial kepada BUMN atau Swasta. Namun yang sangat besar magnit dan powernya adalah perannya sebagi insurance debt. Siapapun, yang keluarkan bond, dan bila itu dijamin resikonya oleh IDFC, pasti marketable. Powernya sangat besar menarik sumber daya keuangan atau investor. Walau itu tidak tercatat dalam portfolio IDFC namun sebenarnya kekuatan IDFC adalah dari sisi trust dan risk taker yang memang negara lain atau Perusahaan sangat kurang soal itu.
Kalau dilihat struktur permodalan dan power IDFC , sebenarnya Negara AS hanya sebagai bendera. Kekuatan sebenarnya adalah konglomerat finansial international. Mereka gunakan AS sebagai vehicle saja. Sementara tempat mereka beroperasi bisa dimana saja. Yang penting negara atau wilayah itu bisa jadi tempat nyaman bagi mereka menyalurkan dana mereka dan melipat gandakannya lewat sistem kapitalisme.
Tentu karena sifat IDFC beroperasi bukan hanya bisnis tapi juga politik, maka setiap bantuan akses permodalan dan financial tidak ada yang gratis. BIasanya mereka menentukan bandul politik dan regulasi yang ramah bagi mereka. Termasuk menentukan siapa yang layak jadi presiden. November 2020, US IDFC sudah menjalin kerjasama permanen dengan Indonesia. Karena itu diperlukan ground landing, yaitu LPI (Lembaga Pengelola Investasi ) atau INA.
Kesimpulan : Sulit bagi Indonesia untuk keluar dari pengaruh dan hegemoni AS. Karena bagi AS, Indonesia adalah assetnya. LPI yang merupakan pengelola aset negara di dukung oleh AS dan sekutunya. UU Cipta Kerja, juga pengaruh dari AS. Rupiah kita stabil karena dukungan Repo Line the Fed. Global bond di dukung AS. Capres tahun 2024 harus dapat restu AS. Mau gimana lagi? Hanya rakyat yang bisa lawan. Pilihlah presiden yang pro rakyat.
No comments:
Post a Comment