Sunday, June 19, 2016

Syariah Islam...?


Ketika Aceh menjadi Daerah khusus yang berlandaskan pada syariah Islam, saya merasa yakin bahwa perjuangan menegakkan panji Islam akan kembali berkibar di Di Aceh. Cahaya Islam yang menebarkan cinta dan kasih sayang serta keadilan bagi semua akan kembali bangkit di wilayah dimana Kesultanan Islam pernah berjaya. Namun suatu saat saya bertemu dengan aktifis anti korupsi berkata bahwa dari tahun ke tahun kita dapat laporan bahwa Aceh menempati kelompok daerah dengan tingkat korupsi tertinggi di Indonesia. Apakah Aceh makmur dengan adanya HUKUM syariah ? Tanya saya. Data BPS mengindikasikan Aceh masuk rangking 7 dari 10 daerah termiskin di Indonesia. Ini menandakan bahwa tegaknya syariah Islam yang di perjuangkan dengan darah berpuluh tahun tidak menunjukan Islam sebagai rahmatan Lilalamin. Islam hanya di gunakan partai untuk meraih kekuasaan dan akhirnya tak beda dengan sekular. Namun lebih buruk dari sekular. Bagi elite politik Aceh, kebenaran itu hanya sesuai dengan definisinya. Politisi agama itulah yang jadi kian tampak di Aceh, yang kemudian juga berkembang di tempat lain dengan munculnya Perda Syariah. 

Politisi islam berbeda dengan “Islam nilai”. Dalam suasana itu, suatu usaha untuk meng-ideologi-kan Islam bergelora. Padahal dalam pandangan Tauhid, yakni menuntut manusia hanya takut pada satu kekuatan, yaitu kekuatan Tuhan, yang lain hanyalah kekuatan yang tidak mutlak alias palsu. Tauhid menjamin kebebasan manusia dan memuliakan hanya semata kepada-Nya. Pandangan ini menggerakkan manusia untuk melawan segala kekuatan dominasi, belenggu, dan kenistaan manusia atas manusia. Tauhid memiliki esensi sebagai gagasan yang bekerja untuk keadilan, solidaritas, dan pembebasan. Ini yang nampak dilupakan oleh kebanyakan mereka yang mengusung dalil Islam. Mereka menutup segala ilmu dan bahkan dianggap bid’ah apabila tidak sesuai dengan dalilnya. Padahal hadirnya Ilmu didunia ini karena Allah. Tidak ada yang terjadi tanpa campur tangan Allah. Bahwa Allah disamping menurunkan Ilmu khasshah melalui Al Quran dengan perantara Rasul , Allah juga menurunkan ilmu ‘ammah kepada manusia secara langsung yang disebut dengan ayat-ayat kauniyah. 

Artinya ,apakah sesuatu yang tidak diatur dalam Al-Quran lantas bukan berasal dari Allah? Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS al- Kahfi [18]:109). Jadi salah besar bila agama dikotak oleh harakah dan meng claim hanya dalil nya saja yang benar. Islam terlalu luas untuk hanya di monopoli satu harakah saja. Apalagi hanya berlandaskan kepada ilmu khasshah dan miskin ilmu ‘ammah. Dan pemaksaan dalam agama adalah sikap yang anti Alquran. Bila kita merindukan perubahan, maka dibutuhkan Raushanfikr (orang-orang yang tercerahkan), yakni individu-individu yang sadar dan bertanggung jawab membangkitkan karunia Tuhan Yang Mulia, yaitu “kesadaran diri” masyarakat. Sebab hanya kesadaran diri yang mampu mengubah rakyat yang statis dan bobrok menjadi suatu kekuatan yang dinamis dan kreatif. 

Sebagaimana Sosialisme adalah paham yang berpihak pada kaum tertindas (mustadzafin) dan meluruskan perjalanan sejarah dari kekuasaan tiran menjadi kelompok tercerahkan, berpihak pada kelas bawah (proletar) bersama orang-orang yang berada di jalan Tuhan. Kebenaran dari mana pun “kompatibel”. Tak ada kebenaran yang bentrok dengan kebenaran lain. Mereka semua penghuni dari rumah yang sama, dan bintang dari gugus yang sama. Kita tak mungkin memiliki semua kebenaran, dan kita membutuhkan tempat lain serta orang lain untuk membantu membuka aspek yang berbeda dari kebenaran itu: "pengetahuan keagamaan secara keseluruhan adalah narasi panjang dari masa ke masa yang mengalir seperti di dalam sebuah sungai besar,” Maka, Islam bukanlah, dan tak seharusnya jadi, sebuah ideologi—sesuatu yang di asumsikan sempit, yang di pahami sendiri , yang bisa mengclaim anda paling benar dalam segala hal, membimbing segala ihwal.

Ketika ada yang berkata  bahwa ia paling benar dalilnya maka ada dua hal yang sedang dia perjuangkan, pertama adalah agama sebagai alat merebut hegemoni politik untuk meraih kekuasaan, kedua, memperkecil nilai islam itu sendiri agar Islam sebagai rahmatanlilalamin meredub melalui kampanye perbedaan mahzab, golongan, etnis. Keduanya sengaja untuk melepaskan agama sebagai kekuatan individu, yang terikat langsung dengan sang Khalik. Makanya hak individu dalam menentukan pilihannya sangat ditentang oleh mereka. Mereka membenci kebebasan dan segala turunan yang membela hak azasi manusia yang tidak sesuai dengan dalil mereka. Mereka punya visi dan misi, serta keyakinan. Bahwa merekalah yang akan menjamin kehidupan ini menjadi beres. Yang lain akan binasa dan sengsara. Faktanya itulah yang terjadi dari tahun ke-tahun di Aceh...Saya tetap merindukan cahaya islam berkibar di Aceh, negeri yang makmur di bawah lindungan Allah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafĂ»r.

Wallahu a'lam 

No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...