Seusai menghadiri presentasi proyek pembangunan Smelter, teman saya berkata bahwa saat sekarang ada dua issue yang berhubungan dengan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka. Kedua issue itu adalah pertama soal pembatasan import produk pertanian, kedua adalah larangan ekport sumber daya mineral dalam bentuk mentah. Karena itu Indonesia berhadapan dengan kekuatan global yang tak ingin indonesia menggunakan hak kedaulatanya. Berkaitan dengan issue pertama, Amerika Serikat secara resmi
telah mendaftarkan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait
pengaturan impor hortikultura dan daging sapi yang diterapkan Indonesia. Pemerintah
Indonesia dinilai telah memberlakukan persyaratan lisensi ketat untuk impor
produk-produk berbasis tanaman. Selain itu, impor sapi dan produk hewan lainnya
juga dikenakan kuota dalam jumlah yang menurut AS telah berkurang dengan
drastis. Hampir semua negara berkembang
meminta keadilan WTO agar Amerika menyetop subsidi kepada Petaninya namun
Amerika tidak peduli. Bagi Amerika kebijakan untuk petani adalah soal
kepentingan nasional dan siapapun tidak boleh ikut campur.Tapi kalau karena
kebijakan Indonesia berakibat produk petani Amerika tidak bebas di jual ke
Indonesia maka ini berarti merugikan kepentingan
nasional Amerika. Itu sebabnya Amerika protes. Padahal Amerika tahu pasti bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang tidak mampu berswasembada
pangan. Penyebabnya dikarenakan banyak dipengaruhi oleh skema liberalisasi
perdagangan WTO.
WTO telah terdistorsi sebagai
alat kendali negara-negara maju terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa agar
negara-negara berkembang tetap dalam kendali pengaruh mereka. Hampir semua
negara berkembang sebagian besar penduduknya menggantungkan nasibnya di sektor
pertanian. Kehidupan mereka akan semakin terancam dan sekarang sudah
nyata-nyata terancam setelah negaranya meratifikasi liberalisasi pertanian
seperti yang direkomendasikan WTO. Produk pertanian mereka terusir dari pasar
lokal oleh produk pertanian impor. Negara berkembang semakin tergantung pada
impor dalam memenuhi pasokan pangan untuk rakyatnya. Ini menggerus keamanan
pangan mereka, tidak terkecuali Indonesia. Perjanjian AoA (Agreement on
Agriculture) adalah masalah utama WTO karena negara maju memang tidak
memberikan tawaran baru kepada kelompok negara lain yang lebih kecil seperti
G-33 dan G-90. Indonesia dan Filipina menjadi motor yang menolak proposal
negara-negara maju sehingga terjadi perlawanan terhadap upaya negara maju yang
ingin mendomininasi akses pasar dengan tetap melakukan subsidi domestik dan
subsidi ekspor. Sayangnya kita tidak konsisten. India dan Brazil menolak
kebijakan pertanian WTO yang mencelakakan petaninya melalui konferensi tingkat
menteri di Cancun 10 tahun yang lalu. Kita justru memperkenalkan program yang
absurd MP3EI. Program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia) merupakan turunan dari kerangka penataan ulang geografis di
wilayah-wilayah utama Asia Tenggara. Penataan ini dibuat dengan mengandalkan
integrasi fungsi-fungsi ekonomi dan pembagian kerja antar wilayah, demi
melancarkan sirkulasi modal skala dunia yang pada dasarnya merupakan turunan
dari pemikiran ekonomi Neo Liberal.
Berkaitan dengan issue kedua, Jepang dan China menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terkait undang-undang (UU) No.4/2009 tentang kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian mineral mentah di sektor minerba Indonesia. Padahal baik china maupun Jepang sudah punya Undang Udang yang sama lebih dari 30 tahun lalu tentang larangan ekspor mentah bahan mineral. Tapi mengapa sekarang mereka protes ketika Indonesia melakukan kebijakan yang sama? Jawabnya adalah WTO hanya menguntungkan negara maju.! Ini fakta. Dengan adanya UU No.4/2009 maka akan muncul business pengolahan mineral di Indonesia. Hadirnya smelter akan memicu
banyak keuntungan seperti meningkatnya nilai tambah produk mineral secara
finansial dan ekonomi, tersedianya bahan baku industri di dalam negeri,
meningkatnya penyerapan tenaga kerja, pendapatan negara dan masyarakat baik
melalui pajak, PDRB, dan pendapatan per kapita. Berdasarkan kajian dari
Indonesian Resources Studies (IRESS), hilirisasi sektor mineral dapat
meningkatkan nilai tambah sebesar US$268 miliar atau sekitar Rp 3.000 triliun. Bahwa
perkiraan tersebut diperoleh dari nilai tambah tahunan komoditas bauksit
sekitar US$18 miliar, tembaga sekitar US$13,2 miliar dan nikel sebesar US$9
miliar. Kalau tidak dijalankan, maka potensi tersebut bakal hilang dan tentunya
melanggar amanah UU. Kewajiban membangun
smelter juga akan berdampak pada investasi yang diproyeksikan mencapai US$25,5
miliar atau sekitar Rp300 triliun. Sedangkan untuk penghematan devisa untuk
tahun pertama penerapan hilirisasi mencapai US$10,17 miliar atau Rp120 triliun.
Tak hanya itu, industri tambang juga akan melakukan penyerapan tenaga kerja
yang dapat mencapai 2,4 juta. Semua nilai tambah tersebut bisa dijalankan asal
ada kemauan dan konsitensi dari pemerintah untuk menjalankan sesuai dengan UU.
Kebijakan hilirisasi mineral akan mendorong tumbuhnya investasi pembangunan
smelter. Saaat sekarang ada sekitar 185 proposal dengan nilai mencapai US$ 25,5
miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Hadirnya negara membela
kepentingan petani terhadap ketentuan WTO adalah menjadi beban berat bagi pemerintah berikutnya. Karena pemerintahan sebelumnya telah "kalah" dibawah tekanan
negara maju, yang dampaknya ketergantungan pangan terhadap impor sudah
mengancam ketahanan nasional. Hilirisasi industri sektor tambang yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 menjadi tugas berat bagi pemerintah
mendatang. Pasalnya, pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II telah “keok”
dengan desakan dari pengusaha tambang besar yang berhasil mengulur kewajiban
pemurnian mineral dari 2014 menjadi 2017, sembari menunggu pengusaha tambang
membuat pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) di dalam negeri. Kadang
arogansi Amerika, jepang, china yang ngotot membela produsen dan sumber daya
alamnya patut ditiru. Semoga
Pemerintah berikutnya sadar bahwa
kepentingan nasional adalah segala galanya dan kehormatan kita bukanlah pada
kemampuan menekan negara lain tapi menegakan keadilan atas dasar saling
menguntungkan. Ciri khas negara merdeka adalah berdaulat terhadap sumber daya alamnya. Ingat bahwa tuntutan kemerdekaan negeri ini karena rakyat tidak mendapatkan keadilan dari SDA yang dikuasai asing ( Belanda). Tugas pemerintah berikutnya adalah membuat INDONESIA MERDEKA, dalam arti sebenarnya demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dirgahayu Indonesia...
Dirgahayu Indonesia...
No comments:
Post a Comment