Saturday, January 4, 2014

Pasar dan harga?

Diawali sebuah ide tentang perlunya perdagangan bebas tanpa ada restriction negara. Ini bagian dari concept new world order menuju globalasi kebebasan pasar sercara permanen dan terstruktur. Gagasan ini diawali dalam perundingan international yang dimotori oleh AS dan Eropa, yang dikenal dengan Putaran Uruguai.  Ini proses yang panjang sampai terbentuknya WTO yang mengatur kesepakatan international soal perdagangan, investasi, pariwisata ( belakangan berkembang sampai ke IT , Telekomunikasi dan Financial ). Dalam putaran uruguai dan sampai terbentuk WTO , masalah harga ini selalu menjadi silang sengketa. Karena kalau harga barada di free zone tanpa ada intervensi negara maka harus ada kesepakatan tentang perlunya keterbukaan mengenai unsur pembentukan harga itu sendiri. Namun ini tidak sepakati dengan alasan kompetisi. Maklum, berbagai produk yang lahir lewat riset dan dikampanyekan dengan luas, tidak diketahui dengan pasti berapa harga pokok standard perolehannya , dan perlu rahasia harga pokok demi unggul dalam bersaing. Semua mereka berdalih bahwa riset dan promosi adalah halal dan manusia berhak menimba laba dari upaya itu. Berapa harga terbentuk, itu tergantung pasar ( penjual dan pembeli.). Kenapa dipermasalahkan? Sementara negara berkembang diwajibkan membuka harga pokok pertaniannya untuk memastikan tidak terjadi bubble price. Katanya ini demi menjaga food tidak masuk wilayah spekulasi yang bisa merugikan dunia. Artinya untuk harga produk pertanian tidak boleh harga bebas bergerak seperti barang industri dan manufaktur, kecuali memang ongkos produksi naik. Itulah hebatnya kapitalisme yang bermuka dua.

Kapitalisme dalam bentuk yang lebih luas berhubungan dengan negara, financial , industri , yang menjadi sebuah sistem saling mengikat dan ketergantungan. Dari keberadaan ”harga”yang berada di ” free zone ” ini terjadilah derivative yang sangat luas. Dari free zone soal harga ini, terbentuklah apa yang disebut dengan value added. Harga tidak lagi mencerminkan real perolehan barang ditambah laba tapi didalamnya terdapat pula unsur image dan tekhnologi yang melekat pada barang itu. Begitupula berbagai linked product yang lahir dari riset tekhnologi produksi untuk menghasilkan barang seperti industri obat obatan, otomative, electronic, high technology , pestisida, pupuk dan lain sebagainya ikut berperan menentukan harga dipasar. Baju dan Jas bermerek Armany harganya 100 kali lipat dari harga baju buat pasar Tanah Abang atau 10 kali lipat dari jas buatan Pasar Pagi. Harga secangkir kopi di starbuck sama dengan 10 cangkit kopi di warteg. Padahal baju tetaplah baju dan kopi tetaplah kopi. Perbedaannya hanya terletak pada image dan tekhnologi. Starbuck dan Armany membangun image soal produknya lewat kampanye dan mengembangkan produk dan design lewat riset tekhnologi. Itu seni dari pasar. Mengapa ini terjadi ? Model sebuah pasar adalah tempat di mana orang di dekat kita adalah pesaing kita. la mendesak kita untuk berpacu. Kita ingin mengalahkannya dan ia ingin mengalahkan kita. Di dalam pasar, rasa iri bukan hal yang salah, rakus bisa jadi bagus, dan keduanya dilembagakan dalam sebuah sistem.

Kita berada di abad ke-21. Walau kapitalisme telah menunjukan laku yang buruk di negeri asalnya namun di negeri ini Kapitalisme sedang menang. Sosialisme, dengan pancasila , jadi bahana dagelan. Dan seperti yang terjadi di dalam sejarah—dan ini terjadi di mana-mana ketika ekonomi pasar berkuasa—apa yang didefinisikan sebagai “kepentingan publik” pun jadi kurang mendapatkan tempat. Kepentingan, interest, akhirnya jadi suatu ringkasan dari kata “kepentingan diri”, yang bukan saja dianggap sebagai hal yang lumrah, tapi juga dirayakan sebagai sesuatu yang tidak memalukan lagi. Manusia telah bergerak dari posisinya sebagai warga suatu komunitas menjadi seorang penjual dan/atau seorang pembeli. BUMN yang tadinya di design berdasarkan UUD 45 pasal 33 yang agung itu namun kini menyesuaikan diri setelah dimanademen menjadi UUD 2002. Satu demi satu BUMN di privatisasi lewat divestasi , baik secara langsung dengan mengundang investor asing maupun secara tidak langsung melalui pasar modal. BUMN tidak lagi dengan tegars beroperasi untuk sosial tapi untuk laba semata. Bagaimana dengan Public Service Obligation? Bagaimana dengan cross subsidy? Itu semua tidak lagi melibatkan corporate tapi lewat APBN.  Demi pasar maka corporate harus jelas arahnya yaitu semata mata demi  laba. Kreatifitas pasar dibebaskan untuk menaikkan harga setinggi tingginya, agar semakin tinggi laba semakin tinggi pajak masuk untuk memenuhi kebutuhan APBN. Inilah system dari diamandemen nya UUD 45

Kalau ada President paling berprestasi terhadap pasar maka itu adalah SBY dan dia melaksanakan itu sesuai dengan amanah UUD. Dipasar uang, ketika awal (2004) dia berkuasa hutang pemerintah Rp. 1.275 T, tahun 2013 hutang tembus 2000 triliun atau Rp. 2.273 T. Artinya SBY berhasil menjadikan negeri ini sebagai pasar berhutang paling digemari oleh para pemilik uang. Harga uang ( suku bunga) di Indonesia termasuk tertinggi.Karenanya  semua pejabat berbangga diri dengan prestasi itu.Dipasar komoditas pangan, tahun 2004 harga beras Rp. 2600 dan sekarang Rp. 10,000. Dipasar energy, tahun 2004, BBM Rp, 1.810, dan sekarang Rp. 6500. Suatu fakta bahwa pasar bekerja efektif untuk memanjakan corporate mendulang laba dinegeri konsumen ini. Walau karena itu nilai uang terus merosot, namun negara beranggapan itulah pasar.  Biarkan pasar menilai sendiri. Bukan sesuatu yang mengkawatirkan bila  Kurs rupiah tahun 2004 Rp. 9,000 perdollar dan kini Rp. 12,000. Tahun 2004 jumlah tenaga kerja  indonesia di luar negeri 1,8 juta tapi kini jumlahnya naik 4 kali lipat atau 6,5 juta yang berasal dari 392 kabupaten ( padahal kabupaten di indo ada 500 ). SBY berhasil menciptakan kantong kantong kemiskinan baru diseluruh indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar jongos diluar negeri. SBY berhasil membangun paradigma bawa negara adalah sebuah Corporate yang punya prinsip berkorban sekecil kecilnya untuk mendapatkan laba sebesar besarnya, dan memuaskan pemegang saham (penguasa) sambil memeras  konsumen ( rakyat) dengan smart.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...