Di Hong Kong dan Singapore ada
business yang tanpa riak namun dilakukan dalam jumlah miliaran dollar dengan
keuntungan yang luar biasa dan tanpa resiko. Business ini dilalakukan secara
diam diam , dan biasanya dibicarakan di financial club oleh segelintir pemain namun pelaksanaan tekhnisnya
oleh fund manager berkelas dunia,seperti JP Morgant, Goldman Sachs , dll. Apa business itu ? Business itu adalah investasi
pada pasar uang dan modal di Negara emerging market seperti Indonesia,dimana
tingkat yieldnya lebih tinggi dibandingkan di AS. Dana investasi berasal dari AS
yang bersuku bunga sangat rendah akibat kebijakan stimulus ekonomi melalui QE. Tentu dana ini tidak langsung masuk ke SBI dan
SUN. Tapi berbelok dulu ke Bursa Saham. Maklum transaksi bursa tidak
membutuhkan underlying transaction. Antar dealer dibelahan dunia manapun bisa
melakukan interaksi dana masuk dan keluar secara bebas. Setelah dana masuk ke
bursa maka kemudian secara terprogram akan pula masuk ke Pasar Uang Indonesia.
Dana ini akan bolak balik , Bursa Efek dan Pasar uang. Karenanya membuat bursa ( Pasar modal dan
Pasar uang ) di Indonesia semakin bergairah. Dari kegiatan inilah para pemain
dana QE yang membanjir wilayah emerging market seperti Indonesia menikmati laba
tanpa kerja keras. Dampaknya Index Bursa naik dan rupiah semakin menguat karena
semakin diburu oleh investor.
Pada tahun tahun itu acap terdengar ungkapan bangga para elite
politik tentang kehebatan Ekonomi Indonesia yang mampu perkasa ditengah badai
krisis global. Negara lain mencatat pertumbuhan ekonomi rendah bahkan ada yang
minus, Indonesia bersama China masih positip , bahkan masih diatas 4 % Anggota
DPR . Bahkan Pak Hatta Rajasa dan Chairul Tanjung bermimpi bahwa dimasa datang
Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi
nomor 5 didunia. Sebetulnya pejabat itu sedang bekerja untuk dan atas
nama pemain dana QE. Mereka sedang menggoreng situasi dan membangun opini agar
Pemerintah terus menerapkan kebijakan suku bunga tinggi agar hot money terus
masuk kedalam negeri untuk menguntungkan para pemain itu. Walau belum ada pengumuman resmi dari the FED namun sinyal akan berakhir program
stimulus itu sudah dibaca oleh pasar. Makanya sejak akhir kwartal pertama tahun 2013 , dana asing mulai
mengalir keluar walau tidak besar namun terjadi capital outflow secara terprogram dan pasti. Pasar terus bergerak menekan dan mata uangpun semakin tertekan terhadap US Dollar.Keadaan ini dihadapi oleh pemerindah melalui bank central dengan melakukan intervensi pasar. Mengapa? Karena memang tidak ada kepastian kapan program stimulus ekonomi AS akan berakhir. TIdak ada yang tahu.
Waktu bertemu dengan teman Dealer
Emas di Hong Kong, dia mengatakan bahwa sejak bulan May, Juni, July, bank
central Negara emerging market telah kehilangan dana cadang ( cadangan devisa )
sebesar USD 80 billion untuk menahan kejatuhan mata uangnya melalui intervensi
pasar. Indonesia kehilangan ( rugi ) 13,6
% , Turki kehilangan 12,7%, Ukraina kehilangan 10%, India dan Negara lainnya kehilangan devisa
sebesar 5%. Hanya china yang sangat kecil yaitu 2% namun Rusia tidak
terpengaruh sama sekali karena kebijakan yang ketat serta surplus perdagangan
yang besar membuat mata uang dan bursa Rusia tetap aman. Kalau pasar terus
dilawan , dipastikan devisa akan habis. Itulah ongkos menutupi borok walau
sudah berusaha keras namun aroma busuk tidak bisa lagi ditutupi. Dan ini sudah
dibaca oleh otoritas moneter bahwa Pasar sudah mengetahui keadaan ekonomi
sebenarnya. Bahwa fundamental Negara emerging market seperti India, Turki dan
Indonesia tidaklah sekuat yang dibayangkan. Selama ini mata uang tersebut
perkasa karena dukungan likuiditas program stilmulus ekonomi AS lewat QE. Dan ketika bulan Juni the FED mengumumkan akan berakhirnya stimulus ekonomi desember 2013 maka pemerintah memilih surrender dari pasar. Membiarkan pasar berbuat sesukanya karena hanya soal waktu kekuatan pasar AS akan mampu menarik kembali dana yang parkir diwilayah emerging market termasuk Indonesia.
Menguatnya rupiah dan melemahnya
rupiah karena pasar. Dulu ketika rupiah perkasa, tidak ada satupun otoritas
berkata bahwa rupiah stabil karena
spekulan. Tapi ketika rupiah jatuh Elite politik menuduh ini ulah spekulan
seperti ungkapan Harry Azhar Azis Wakil ketua Fraksi Golkar. Sebetulnya apa yang terjadi saat ini adalah
bekerjanya hokum pasar. Tidak peduli siapapun
termasuk AS , Eropa harus mengakui bahwa mereka tidak bisa mendikte pasar. Pasar
bekerja dengan caranya sendiri. Kejatuhan mata uang rupiah karena tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah selama
ini yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara
kumulatif sangat overvalued. Disamping itu kenaikan pendapatan penduduk dalam
nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata
dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing
dengan produk impor akibat kebijakan proteksi industri yang negatif. Akibatnya
harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal,
sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik, maka defisit perdagangan dan pembayaran terjadilah.
Memang selagi capital inflow dalam
valuta asing ( khususnya dollar AS) terus berlansung , overvalued mata uang tidak berpengaruh negative karena negara
punya cadangan devisa besar untuk mengintervensi pasar tapi ketika terjadi capital outflow yang deras seperti sekarang ini maka lambat namun pasti proses
itu membuka borok yang selama ini disembunyikan rapat oleh pemerintah Apa itu ?
inflasi yang samakin sulit dikendalikan. Inflasi inilah yang membuat pasar
bertindak cepat melakukan auto corrected terhadap mata uang yang memang sangat
rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, tapi itu akan berhenti dengan
sendirinya pada titik keseimbangan demand and supply (Equilibrium ). Berapakah nilai rupiah setelah sampai pada titik Equilibrium? kita akan lihat nanti. Siap siaplah untuk bekerja keras dan hidup hemat karena pesta sudah usai.
No comments:
Post a Comment