Thursday, November 22, 2012

Palestina?


Mungkin sebagian orang awam bertanya tanya, ada apa dengan Timur Tengah? Mengapa mayoritas umat islam di Timur Tengah tidak bisa melawan Israel ? Mengapa mereka membiarkan Israel berbuat sesukanya terhadap penduduk Palestina di Gaza ? Apakah tidak ada secuilpun empathi dari Penduduk Arab yang kaya raya untuk berbuat sesuatu bagi Rakyat Palestina. Apalagi mereka bertetangga. Bukankah rasul mengajarkan kepada umat islam untuk saling tolong menolong dengan tetangga. Dan lagi bagi islam, semua yang  seiman adalah bersaudara.  Selanjutnya mengapa Eropa dan AS yang katanya cinta perdamaian diatas nilai nilai demokrasi justru tidak berbuat apapun untuk menahan nafsu Israel menindas Rakyat palestina. Bukankah mereka begitu bersemangat membela pro demokrasi di Syria. Bahkan mengecam rezim Syria yang kejam kepada rakyatnya sendiri. Tapi mengapa tidak melakukan hal yang sama kepada Israel yang menindas rakyat bangsa lain ? Mengapa Arab Saudi, Qatar tidak melakukan hal yang sama kepada Palestina seperti mereka mendukung pejuang pro demokrasi di syria. Dan ketika terdengar Iran mendukung Hamas, semua Negara Barat, AS termasuk Arab mengecam Iran. Mengapa ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, ada baiknya kita melihat kebelakang soal sejarah terbentuknya Negara Negara yang ada di TImur Tengah sekarang khususnya Arab. Pada tahun 1517 Syria dan Mesir diduduki Oleh Ottoman. Dan setelah itu operasi penaklukan terus berlangsung sampai menduduki Iraq dan bagian-bagian wilayah Arabia. Ketika masuk abad 19 kekuasaan Ottoman sudah mulai melemah karena wabah korupsi dan pada waktu bersamaan semakin banyaknya Negara taklukan untuk melepaskan diri dari Ottoman. Puncaknya adalah ketika Perang Dunia Pertama dimana Ottoman terpaksa harus menjalin aliansi dengan German untuk berhadapan dengan Inggeris dan Francis.  Bila perang sebelumnya dimana Ottoman lebih banyak dibantu oleh penduduk local dengan dasar keimanan demi tegaknya khilafah islam. Namun dalam perang Dunia Pertama ini , Thomas Edward Lawrance, perwira intelijen Inggris berhasil meloby suku-suku arab untuk berada dipihak Inggeris.  Korespondensi Pemimpin Mekkah Hussein bin Ali dengan Komisioner Tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon pada tahun 1914-1915 adalah satu bukti bahwa bangsa Arab dibalik persekutuan mengalahkan pasukan Ottoman dalam perang dengan Inggeris dan Francis. Jadi bagi suku Arab lebih baik bersekutu dengan orang kafir asalkan dapat tahta dan mahkota daripada bersatu untuk meninggikan Agama. 

Kekalahan Ottoman yang mulai nampak dan kejatuhan Dinasti diambang pintu, pada moment inilah dimanfaatkan oleh para Kepala Suku Arab  untuk menagih janji kepada Inggeris dan Francis. Inggeris dan Francis tidak ingin membuat kemerdekaan bangsa Arab dalam satu Negara karena ini akan membahayakan kepentingan masa depan Inggeris. Arab yang bersatu sudah cukup ditangan Ottoman. Itu masa lalu. Arab masa depan harus dipecah pecah agar mereka lemah dan tetap tergantung dengan Barat. Ini terungkap dalam perjanjian antara Inggeris dan Francis yang dikenal dengan perjanjian Sykes-Picot 1917. Tapi jauh diseberang lautan ada komunitas yahudi di Eropa yang juga mengingingkan hak akan wilayah Timur Tengah. Walau mereka tidak lagi bermukim di Timur Tengah dan kebanyakan berada diluar negeri namun mereka tetap inginkan hak akan tanah di wilayah itu. Sebetulnya tidak ada kewajiban dari Inggeris dan Francis untuk berbagi wilayah kepada komunitas Yahudi karena tidak ada peran Yahudi sama sekali dalam memenangkan peperangan melawan Ottoman.

Baron Rothschild,  yang dikenal sebagai Konglomerat banker Yahudi mencoba mendekati Inggeris yang dia tahu sedang dalam kesulitan keuangan akibat perang. Baron Rothschild, mengajukan proposal untuk membeli tanah yang ada di wilayah Palestina untuk pemukiman bangsa Yahudi. Jadi ini sama seperti pengusaha minta kawasan atau block city untuk dibangun perumahan exclusive. Inggeris menyetujui deal business ini. Pada 2 November 1917 di tanda tangani "Deklarasi Balfour"  ( memakai nama Menlu Inggeris ketika itu , Arthur James Balfour.). Inggeris memberikan hak akan tanah Pelastina kepada Yahudi dengan satu syarat bahwa Yahudi tidak boleh menggangu kehidupan beragama non Yahudi Jadi ini benar benar bisnis murni (walau dikemudian hari deal ini disesali oleh Inggeris dengan tuntutan Yahudi mendirikan negara Israel atas dukungan AS). Agar legitimasi deal ini kuat maka Deklarasi Balfour dimasukkan ke dalam Perjanjian Damai Sevres pada 10 Agustus 1920 antara Ottoman Turki dan sekutu. Inti dari perjanjian ini adalah pembagian wilayah milik Dinasti Ottoman. Para kepala suku Arab bersenang hati karena perjanjian itu. Kelak kepala kepala suku inlah yanga akan jadi Raja di di Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Yordania dll

Inggeris sebagai anggota sekutu yang memenangkan perang mendapat share Irak dan Palestina. Palestina sendiri dibagi dua , Sebelah timur menjadi Trans-jordania yang diberikan kepada Abdullah—putra lain Hussein bin Ali. Sedangkan bagian barat yang tetap dinamai Palestina berada langsung di bawah kendali Inggris. Francis mendapat share ,  Suriah dan Lebanon.  Sejak itulah Baron Rothschild, menjual kaveling tanah Palestina kepada etnis yahudi dimana saja berada. Setelah itu, etnis Yahudi dengan bantuan Pemerintah inggeris melakukan migrasi besar besaran menuju Palestina , menuju tanah yang dijanjikan. Namun migrasi ini mendapat perlawanan dari Rakyat Palestina yang sudah exist disana. Inilah awal perseteruan yang tak ada habisnya antara Yahudi dengan Arab Palestina. Bagi Yahudi, ia berhak untuk mendapatkan tanah itu karena dia sudah bayar dan legitimate secara hukum international. Namun bagi Rakyat Arab Palestina, mereka tidak ingin diusir dari tempat tinggal mereka yang sudah dihuni turun temurun. Keadaan semakin rumit ketika wilayah Timur Tengah menjadi wilayah termahal didunia karena diminati oleh pebisnis kelas Dunia khususnya konglomerat Yahudi untuk mendapatkan berkah minyak. Politik sudah 100 persen dikendalikan oleh kepentingan Business. Soal agama yang harus menegakkan nama Allah untuk kebaikan, kebenaran, keadilan tak lagi diperhitungkan. Selagi kepentingan sama, agama dan mahzap berbeda tak ada masalah. Namun bila kepentingan tidak sama maka walau seiman, tetap musuh.

Bila awalnya Amerika dan Barat begitu bebasnya memainkan kartu politik Timur Tengah namun setelah krisis global, AS dan Eropa tidak bisa lagi leluasa memainkan kartunya. BIla AS dan Barat menjadikan Israel sebagai kuda tunggangan kepentingan economy nya di Timur Tengah  maka Iran sebagai kuda  tunggangan bagi China dan Rusia. Setiap ada konplik di Timur Tengah selalu ada Iran dan israel dan tentu dibelakangnya ada China, Rusia ,Amerika dan Barat. Bagi Iran , israel atau yahudi adalah musuh laten dan bagi Israel , Iran adalah ancaman serius. Yang pasti kedua pihak Israel dan Iran tidak akan betemu di zona perang kecuali bermain main saling berebut pengaruh wilayah. Selama ketegangan politik terjadi di Timur Tengah , baik negara yang berada di front AS dan Barat maupun China dan Rusia akan semakin lemah bargain position nya untuk semakin tak berdaya menolak permintaan akan konsesi minyak...semua karena uang,tahta dan mahkota. Dan masalah Palestina akan terus dipelihara agar ketegangan terus terjadi , terus melemahkan bangsa Arab yang kaya raya untuk semakin tergantung kepada undertaker nya...

No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...