Thursday, May 17, 2012

Irshad Manji


Sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan ilmu dengan mencabutnya dari semua manusia, akan tetapi dengan menghilangkan ulama, sehingga ketika tidak ada lagi seorang alim, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Yang ketika ditanya, mereka akan memberi fatwa tanpa didasari ilmu sehingga fatwa akan sesat dan menyesatkan (HR Bukhari).”
***
Irshad Manji adalah muslimah berkewarga negaraan Canada. Dia datang dan dia ditolak oleh LSM Islam Indonesia. Pada waktu bersamaan kehadirannya didukung oleh kelompok islam yang mengusung liberalism. Namun kekuatan massa dari  kelompok Islam yang menentang lebih banyak dan akhirnya aparat kepolisian memilih cara aman dengan menggagalkan diskusi bedah buku yang berjudul Allah, Liberty, and Love. Selesailah sudah masalahnya. Namun tidak bagi yang mendukung kehadiran Ishad Manji. Mereka meradang marah atas sikap kepolisian yang melarang kegiatan akademis dalam acara bedah buku tersebut.  Menurut mereka, pemerintah ( kepolisian ) telah memasung kebebasan mimbar akademis. Ini sama saja membelenggu kebebasan dan merusak system demokrasi.  Teman saya yang juga pencinta kebebasan berpikir sempat berujar dihadapan saya bahwa umat islam Indonesia bersikap paranoid. Disamping paranoid juga ada sikap phobia terhadap perbedaan pemikiran terhadap ajaran islam.

Menurutnya , kalau uma islam dan bangsa Indonesia mau maju maka kebebasan berpikir terhadap agama itu harus dihidupkan. Jangan ada lagi ada istilah taklik terhadap pendapat ulama tentang halal dan haram. Ilmu Allah itu teramat luas hingga tidak pantas hanya diselesaikan oleh pemikiran sepihak oleh para ulama. Atas dasar apa hidup kita, pemikiran kita, ditentukan  oleh segelintir ulama. Demikian katanya. Saya hanya tersenyum. Menurut saya teman ini sedang berusaha berbicara tentang agama sebagai sebuah isme. Agama sebagai sebuah idiologi sekular. Kalau Islam sebagai sebuah idiologi sekular atau isme, mungkin ada benarnya. Seperti Komunis atau sosialis, kapitalis , itu adalah idiologi , isme yang bisa dipreteli dan dibongkar disana sini untuk diperbaiki sesuai dengan tuntutan zaman. Namun Islam bukanlah Idiologi sekular , juga bukan Isme. AL quran terlalu luas untuk bisa disandingkan dengan isme atau idiologi sekular. Terlalu luas.  Al Quran adalah sederet hukum dan ketentuan yang melingkupi segala hal yang teramat luas untuk dipahami oleh akal yang terbatas ini.

Agama islam dihidupkan dan dilindungi oleh AL Quran dan hadith. Ini bukan buah karya manusia. Ini buah karya Allah. TIdak aka ada satupun manusia bisa membuat satu ayatpun yang ada didalam kitab mulia itu. Tidak ada. Kekuasaan Allah teramat hebat melindungi AL Quran itu dari segala cara untuk orang bisa merusak atau memutar balikannya. Sejak Al Quran diturunkan di Kota Mekkah dan kemudian di Madinah , lewat proses waktu Allah telah merancang sedemikian rupa bagaimana kelanjutan AL Quran itu hadir ditengah manusia. Kehendak Allah pula, tampillah para para sahabat rasul dan kemudian Imam sebagai penerus Rasul yang tanpa diorganisir oleh lembaga apapun, mereka mendedikasikan dirinya mengumpulkan setiap ayat dan hadith tersebut dengan cara yang sangat sophisticated. Bukan pekerjaan sehari tapi pekerjaan bertahun tahun dan bahkan berpuluh tahun.  Segala informasi itu dikumpulkan dengan detil lewat mekanisme cross informasi dan kemudian diuji dengan nalar dan kalam, untu sampai pada satu kesimpulan pembenaran.  

Para sahabat Rasul dan imam itu telah tiada dan mereka meninggalkan Alkitab ( AL Quran dan AL Sunnah ) yang kini menjadi rujukan bagi kita semua. Namun kita sebagai orang awam pun tidak mudah mencerna isi kitab itu. Maka tampilah individu yang mewakafkan hidupnya mempelajari isi Kitab itu untuk menjadi sebuah hukum yang mudah dipahami oleh orang awam. Mereka adalah kaum ulama. Proses terbentuknya  hukum inipun tidak mudah. Ada tahapan sampai seorang ulama dibenarkan mengambil kesimpulan terhadap masalah keseharian yang kompleks itu. Tahap itu adalah Qiyas, Ijmak, ijihad.  Tahapan ini tidak dilalui dengan sederhana. Mereka dibekali ilmu dalam ketekunannya mempelajari setiap isi AL Quran dan Hadith. Mereka mendedikasikan hidupnya hanya untuk tujuan itu dan keseharian mereka bersih dari segala tabiat buruk atau akhlak rendah. Mereka menjadi segelintir orang yang dihormati bukan karena pangkatnya, hartanya, tapi karena keilmuan dan tawadhunya.

Pada tahap Qiyas atau penalaran analogi,metode. Mereka menggali sumber sumber klasik seperti aturan yang dibuat oleh para sahabat rasul setelah rasul wafat atau para ulama yang diakui keluasan ilmu agamanya. Ini dilakukan bila sampai pada situasi kontenporer yang belum pernah terjadi dizaman Rasul dan Al Quran tidak menjelaskan secara rinci. Jika timbul ambiguitas tentang cara untuk menerapkan Qiyas, masalah ini diselesaikan kepada tahap kedua yaitu Ijmak atau konsesus masyarakat atau konsensus para ulama yang diakui oleh masyarakat. Jika telah menemukan jawaban tuntas dari AL Quran , hadith, qiyas dan ijmak , maka ulama dipantaskan untuk melakukan itjihad yang berarti “berpikir bebas mandiri berdasarkan nalar” Jadi ada proses yang rumit untuk seorang ulama hebat sampai pada kemampuannya menggunakan nalarnya. Kalaulah kini para Islam liberal  mengusung  kebebasan Itjihad,dengan alasan membunuh taklik,  apakah mereka sudah termasuk orang yang qualified lahir batin untuk bisa beritjihad?

Apa yang tidak disukai oleh Komunis terhadap agama ? bukan ajarannya. Bukan pula ritualnya. Tapi yang harus diberangus adalah lembaga dibalik keberadaan Islam itu. Ulama dan sederet ahli agama bukanlah lembaga resmi. Mereka adalah individu yang tidak tercatat dalam lembaran Negara namun keberadaan mereka diakui oleh umat islam. Kata kata mereka diakui dan dihormati serta diikuti dengan setia. Bukan karena umat  memuja ulama itu, bukan. Tapi karena keimanan  kepada Allah dan Rasul. Itu saja. Inilah yang menakutkan oleh isme manapun. Bayangkan, ada sebuah system , yang kokoh, yang invisible namun mengakar lahir batin dalam setiap umat. Itulah kehebatan Islam. Jadi keberadaan Islam liberal tak ubahnya dengan dogma komunis yang intinya hanya satu , mereka ingin memisahkan ulama dengan umat. Itu saja. Makanya siapapun boleh melakukan itjihad. Yang haram dinalarkan menjadi halal. Yang sacral dinalarkan menjadi bahan tertawaan. Seperti tulisan Irshad Manji.

Bila komunis melarang system dibalik agama dengan  tangan besi. Namun system demokrasi tidak menggunakan tangan besi tapi melalui propaganda akademis untuk merubah pola pikir ( mindset) dan keyakinan orang terhadap ulama melalui kebebasan berpikir. Kalau ini dibiarkan maka hanya soal waktu umat akan  lepas dari ulama maka Al Quran dan Hadith akan dirancang oleh orang miskin ilmu agama untuk sesuai dengan design politik pragmatis. Maka hancurlah umat islam, karena mereka dipimpin oleh orang bodoh yang sesat dan menyesatkan. 

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...