Dua puluh tahun yang lalu ketika tembok Berlin runtuh orang mengatakan end of history untuk komunis. Artinya titik akhir evolusi idiologi ( Komunis ) umat manusia dan universialisasi demokrasi cara Barat. Tapi kini terbukti itu semua salah. Justru system demokrasi secara pasti membawa kepada kehancuran secara systematis. Ketika krisis global tahun 2008 terjadi, tahun 2009 semua Negara melakukan program stimulus ekonomi untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Nyatanya China yang komunis lebih efektif dalam menerapkan kebijakan tersebut dengan melakukan ekspansi anggaran terbesar didunia melalui pembangunan insfrastruktur. Sementara Negara lain seperti AS dan Eropa yang pemimpinnya terpilih secara demokratis jauh lebih lambat mengatasi krisis. Bahkan terkesan program stimulus terkesan tidak efektif mengatasi dampak krisis.
Itulah sebabnya ketika tahun 2009 kunjungan presiden China Hu Jintao terkesan setengah keras menegur Washington untuk keluar dari system liberal agar dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan banyak bertele tele di parlemen. Maklum saja, China punya kepentingan untuk mendidik AS bagaimana mengelola pemerintahan dengan baik karena China merupakan kreditur terbesar AS. Barat dan AS dapat belajar dari china bagaimana dalam tiga decade mampu mengangkat lebih dari setengah miliar rakyat masuk dalam kelompok menengah dan memperkecil kesenjangan social. Sementara AS dan Barat , ketika krisis justru kelompok menengahnya jatuh kekelompok bawah dan kelompok bawah jatuh manjadi dibawah garis kemiskinan.
Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana China mampu mengelola ekonomi Negara yang juga mengikuti cara kapitalisme namun berhasil dibandingkan AS dan Barat yang justru gagal dan terpuruk ? jawabannya sederhana , yaitu terletak kepada otoritaris politik yang begitu besar ditangan Partai Komunis. China adalah Negara yang tidak mengenal pemilu dan tidak mengenal system demokrasi pemilihan pemimpin. Kepemimpinan disetiap jenjang dipilih berdasarkan musyawarah elite partai komunis. Para elite ini benar benar elite. Mereka adalah orang yang sangat segelintir sebagai pemain kunci dalam setiap keputusan politik beskala nasional. Setiap keputusan elite politik di pusat diterjemahkan dengan baik oleh para kader dibawah untuk diterapkan secara sistematis. Mungkin system rekrutmen yang solid, pembinaan yang berkesinambungan, serta pengawasan yang ketat membuat setiap keputusan politik menjadi efektif.
Disamping itu karena system politik yang tunggal maka ongkos politik di China sangat murah. Para pemimpin yang terpilih tak dipusingkan dengan program pencitraan sebagaimana system demokrasi. Mereka lebih focus melaksanakan program kerja Partai. Walau para pemimpin itu tidak dipilih oleh rakyat namun platform partai sangat responsip dengan tuntutan rakyat. Maka bila pemimpin melaksanakan program partai itu sama saja dia sudah melaksanakan tuntutan rakyat. Ada yang unik di china bahwa setiap pemimpin terpilih tidak pernah merubah kebijakan dari pemimpin sebelumnya. Bagi china , setiap pemimpin terpilih sebagai proses berkelanjutan dari pemimpin sebelumnya. Mereka yang terpilih melaksanakan visi misi partai dengan agenda sesuai era kepemimpinannya. Jadi pemimpin di China bertugas lebih kepada proses membangun system yang kadang hasilnya tidak bisa dirasakan dalam era kepempinannya. Dan mereka tidak mempersoalkan soal itu. Karena mereka memang tidak butuh citra kecuali pengabdian.
Yang jelas dengan kekuasaan partai yang sanga besar di China ,digunakan untuk tujuan positip termasuk membuat keputusan sulit yang berhubungan dengan platform komunis yang anti pasar bebas menjadi pengelola pasar bebas, Komunis yang anti kritik menjadi komunis yang ahli menjadikan kritik sebagai alat pemicu para kader partai bekerja efektif dan efiisien. Komunis yang anti kapitalisme menjadi komunis yang piawai mengendalikan kapitalisme untuk membuat rakyat mampu berproduksi dan berkompetisi. Komunis yang anti pengaruh asing menjadi komunis yang piawai memilih pengaruh positip asing bagi kemajuan china. Komunis yang lambat dan boros, menjadi komunis yang cepat dan efisien. Mungkin kita mendengar bagaimana Pemimpin china dengan tangan besi memaksa penduduk meninggalkan tanah mereka demi pembanguan waduk tapi kita tidak pernah mendengar kekuatan perusahaan swasta menggunakan tangan pemerintah untuk merubah UU agar bisa menganeksasi tanah rakyat dan menguasai SDA.
Lantas apakah dengan system otoriter itu para elite china lebih leluasa untuk korup ? oh tidak. Sebagaimana program jangka panjang partai yang salah satunya adalah memerangi korupsi maka jangan kaget bila dihitung antara 1 Oktober 2009 sampai dengan 30 April 2010 terdapat 211 hari, maka ada 14 orang koruptor (3.000 : 211) setiap hari yang telah ditangkap dan dihukum di Cina. Coba bandingkan dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada tahun 2009 tercatat Indonesia hanya berhasil memvonis bersalah sebanyak 154 orang koruptor atau 0,4 orang perhari (154:365), selebihnya dibebaskan sebanyak 224 orang. [7] Perbandingan jumlah koruptor dihukum antara Indonesia dan Cina adalah 1:35 atau setiap satu orang koruptor dihukum di Indonesia maka ada 35 koruptor di Cina yang sudah dihukum. Dan lagi di China , ancaman hukum bagi koruptor adalah hukuman mati, beda dengan di Indonesia yang dipenjarannya seperti kamar panthouse hotel berbintang.
Apa yang dapat ditarik pelajaran dari china ? ternyata kunci keberhasilan membangun peradaban tidaklah terletak pada kehebatan sains seperti AS dan Barat, tidak terletak pada jumlah SDA yang melimpah seperti Indonesia, tidak terletak kepada fanatisme dan romantisme agama tapi semua itu terletak kepada attitude pemimpin. Bila attitude pemimpin baik maka baik pulalah peradaban itu. Bila attitude pemimpin buruk maka buruk pulalah peradaban itu. Democracy in Indonesia (US/others) may have an inherent legitimacy that the Chinese system lacks, but it will not be much of a model to anyone if the government is divided against itself and cannot govern.
Saya tidak bisa membayangkan bila attitude pemimpin china yang didasarkan etika moral yang berakar pada norma Tao /Konghucu dapat begitu hebatnya, gimana kalau mereka mengikuti attitude sesuai tuntutan hadith dan Al quran sebagai penyempurna akhlak manusia akhir zaman.... Mungkinkah kita bisa belajar dari china untuk menjadi lebih baik dari china dengan menjadikan nilai nilai islam dalam membangun peradaban dan memilih pemimpin ? mungkinkah ?
No comments:
Post a Comment