“ Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama mengambil pajak dari Rp 510 triliun lebih gede mana? Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPH badan, PPH karyawan, PPH perusahaan, royalti bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak semuanya ada di situ. coba dihitung saja dari Rp 17 triliun sama Rp 510 triliun gede mana?" terang Presiden Jokowi.
Sebelumnya memang, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menyebutkan bahwa pengembangan smelter yang menghasilkan nikel setengah jadi dinilai hanya menguntungkan industri China. Di mana, seperti diketahui, hasil hilirisasi nikel di Indonesia menghasilkan Nikel Pig Iron (NPI) dan fero nikel.
Nah karena nitizen DDB bertanya kepada saya soal jawaban Jokowi itu, maka saya sampaikan sebagai berikut :
Pertama. Pemberian fasilitas pajak penghasilan (tax allowance dan tax holiday) yang diatur dalam PP 9/2016. Karena sampai sekarang atas ekspor produk hilirisasi nikel seperti feronikel dan nickel pig iron (NPI) belum dikenakan bea keluar. Memang ada wacana pada mey bulan lalu akan dipangkas insentif pajak untuk NPI tapi itu baru akan. Masih belum tahu kapan realisasinya. Jadi pak, kita engga dapat pajak PPH maupun dari bea keluar dari smelter nikel. Diperkirakan kita kehilangan penerimaan pajak setak tahun 2020 sebesar Rp. 32 triliun.
Kedua. Investasi smelter itu di Indonesia adalah FDI ( foreign Direct Investment). Skemanya semacan counter trade. Investor smelter pada umumnya pedagang. Dana investasi mereka dapat dari kontrak offtaker dengan buyer. Dengan begitu, semua hasil produksi diambil oleh buyer sebagai angsuran hutang. Jadi otomatis, 80% hasil ekspor mengalir ke luar negeri ( china) untuk bayar utang. Hanya 20% nongkrong di Indonesia. Itupun untuk bayar upah dan gaji serta beli ore.
Ketiga. Smelter di Indonesia semuanya terikat dengan supply chain industri downstream di China, seperti pabrik alat masak, exterior /interior banguna, baterai EV, elektronik, dll. Jadi kalau boleh terus terang. Smelter yang ada di Indonesia itu memang dibangun untuk kepentingan industri downstream secara luas di China. Tentu nilai tambahnya lebih besar mereka yang dapat. Tapi kita dapat secuil juga udah alhamdulilah banget. Karena jauh lebih tinggi nilai tambahnya daripada jual ore. Dan lagi kita kan hanya modal SDA doang. Otak engga ada. Soal lingkungan rusak, itu anggap korban pembangunan. Mati dan sengsara biasa saja.
***
Kemarin saya ketemu Lina. Dia dampingi saya meeting dengan kepala daerah. “ Berapa investasi bangun smelter skema besar? tanya kepala daerah.
“ USD 1500 per ton. Jadi kalau kapasitas 1 juta ton per tahun. Ya sekitar USD 1,5 miliar. “ Kata saya santai.
“ Kapan bisa balik modal?
“ Kalau harga nikel sekarang USD 23,000/ton. Ya setahun atau 2 tahun pulang modal. “ Kata saya.
“Oh begitu ? katanya terkejut.
“ Ya. “ kata saya tersenyum.
“ Kalau kami mau bangun smelter sendiri. Apa bisa dapatkan modal? tanyanya lagi.
“ Bisa. “ kata saya.
“ Gimana ?
“ Bapak datangi pedagang tambang dan mineral di China atau hongkong atau singapore. Mereka beri bapak offtake guarantee dan bapak beri mereka supply guarantee. Nah buatlah Kontrak. Kontrak itu bisa dijaminkan lewat in kind loan. Artinya lender akan tunjuk EPC bangun smelter. Jadi bapak tidak dapat uang dari lender tapi proyek. Selesai." kata saya.
“ Terus modal kerja dari mana untuk beli ore dari pemilik IUP,? Tanya kepala daerah itu lagi.
“ Pedagang akan beri bapak fasilitas supply chain financial atau SCF. Purchase order dengan pemilik IUP itu bisa dijadikan dasar untuk cairkan SCF. Mudah kan..” Kata saya tersenyum.
“ Gimana dapatkan pedagang yang bisa offtaker itu? katanya lagi.. Saya senyum aja..
Setelah pertemuan itu, saya pulang diantar lina. “ Pak, kenapa engga bangun smelter aja ?
“ Kita pedagang, bukan industriawan dan bukan penambang. Focus ke sana saja. Kalau ada orang punya IUP dan mau bangun smelter ya tawarkan saja kita sediakan offtake dan SCF dan in kind loan. “
“ Kok bapak bisa sediakan itu semua?
“ Ya karena saya pedagang, sayang. Kalau saya tidak punya fasilitas dan akses kepada in kind loan dan SCF gimana saya bisa dapat barang untuk jualan. “ Kata saya. Dia tersenyum.
No comments:
Post a Comment